Dua Puluh Lima

1158 Words
"Gimana ceritanya Ndri?" Diara masih belum bisa menerka cerita selanjutnya walaupun Andri sudah memberikan pengantar. "Mbak Tania mabuk parah karena stres, dia sampai ga sadar dan ngelakuin itu dengan pria lain. Mungkin itu juga bentuk pelampiasannya karena selama ini dia udah nahan diri sedemikian rupa dengan Mas Nick tapi nyatanya malah demikian. Untuk orang yang hidupnya seperti Mbak Tania dan harus nahan diri untuk tidak berlaku apa-apa dengan pasangan, itu hal yang nyaris tidak mungkin." Diara benar-benar tidak bisa komentar apapun dengan apa yang ia dengar dari Andri, ia hanya menganga coba mencerna cerita Andri. "Aku sendiri pernah ga sengaja denger percakapan Mbak Tania sama temennya." "Apa?" "Dia diledekin temennya yang bilang kalau Mbak Tania belum bisa taklukin Mas Nick karena belum bisa dapatin Mas Nick sepenuhnya. Padahal sih aslinya walaupun mereka nggak hubungan badan, tapi Mas Nick memang sudah bertekuk lutut di depan Mbak Tania. Walaupun aku tidak mengerti kenapa bisa. Walaupun Mbak Tania cantik, seperti kata Pak Adrian, dia wanita yang tidak begitu baik sifatnya. Kalau Mas Nick mau, dia bisa dapatin yang jauh lebih baik dari Mbak Tania" Andri memiringkan kepalanya karena sampai sekarang ia masih tidak habis pikir dengan kisah tuannya, Nickolas. "Lalu pada hari itu gimana Mas Nick tahu?" "Pagi itu Mbak Tania dalam keadaan antara sadar atau tidak sadar ngehubungin Mas Nick. Aku nemenin Mas Nick buat nyamperin Mbak Tania di hotel, dan gilanya ia tidak tahu dengan siapa dia tidur semalam." "Apa!?" Diara semakin kaget dan kaget dengan cerita dari Andri yang ia pikir sungguh luar biasa mengejutkan. "Gila kan? Aku bisa lihat tampang frsutrasi di wajah Mas Nick detik itu. Dia seperti akan gila dan Mbak Tania juga menyesal luar biasa, dia sampai sujud di kaki Mas Nick minta maaf." Mata Diara meredup membayangkan gimana kacaunya keadaan saat hal itu terjadi, "apa Mas Nick memaafkan?" Andri menggeleng, "Mas Nick memang secinta itu pada Mbak Tania dan selama ini berusaha menjaga dan menahan diri sekuat mungkin, tapi nyatanya malah demikian, pasti rasanya kacau sekali kan? Dia memutuskan untuk tidak akan peduli dan urus lagi tentang apapun yang berkaitan dengan Mbak Tania." "Astaga, aku nggak bisa bayangin gimana hancurnya perasaan Mas Nick. Aku tidak menyangka dia pernah memiliki cerita yang seperti itu." "Itu masih awal cerita, karena nyatanya Mas Nick ga bisa lepasin Mbak Tania gitu aja, walaupun Pak Adrian juga sudah mengingatkan." "Apa yang terjadi selanjutnya?" "Beberapa waktu setelah itu, Mbak Tania bilang kalau dia hamil dan berniat gugurin anak itu. Mas Nick ngelarang karena itu juga bahaya untuk Mbak Tania itu sendiri. Mas Nick lagi-lagi luluh dan kembali memperhatikan Mbak Tania. Kamu bisa bayanginkan Diara, seberapa cintanya Mas Nick ke Mbak Tania yang bahkan sedang mengandung anak pria lain." Andri bercerita sampai geleng-geleng kepala, ia bahkan masih belum bisa terima secara logis bagaimana cintanya Nick pada Tania. "Lalu gimana sama Pak Adrian?" "Ya tak butuh waktu lama, Pak Adrian tahu kalau Mas Nick berhubungan lagi dengan Mbak Tania, tapi tentang kehamilan Mbak Tania, Pak Adrian tidak tahu sama sekali. Pak Adrian marah besar sampai bikin dia masuk rumah sakit. Walaupun Mas Nick nggak begitu dekat dengan papanya, ia memutuskan benar-benar selesai dengan Mbak Tania walau apapun yang terjadi. Dan itu benar-benar dia lakukan walaupun pasti sulit banget. Aku salut dengan Mas Nick." "Sampai akhirya Mbak Tania tiba-tiba berikan baby Ghiana pada Mas Nick?" Diara coba menghubungkan dengan fakta yang bisa ia lihat sendiri sekarang. Andri mengangguk, "kira-kira begitu. Ada banyak hal yang nggak orang lain tahu dan hanya Mas Nick yang tahu pastinya. Seperti yang kamu tahu kalau Mas Nick adalah orang yang sangat tertutup." Diara mengangguk, "aku mengerti sekarang dengan maksud Mas Nick. Pasti sulit baginya melihat baby Ghi yang merupakan anak dari orang yang begitu ia cintai tapi dengan pria lain, dan itu ntah siapa." "Saat mendengar dari Mas Nick saja aku kaget bukan main, dia bisa bertahan membiarkan anak Mbak Tania ada di apartemennya. Kalau aku disisi Mas Nick, aku pasti sudah akan buang anak itu sejauh-jauh mungkin." Detik itu juga Diara merasa sangat bersalah pada Nick, bagaimanapun dirinyalah yang memaksa Nick agar bisa menerima baby Ghiana bahkan meminta Nick menyayangi baby Ghiana. Sama seperti apa yang diucapkan Andri tadi, jika dirinya yang ada diposisi Nick, entah apa yang akan ia lakukan. Membayangkan nya saja terasa amat sulit. "Aku ngerasa bersalah banget Ndri, karena udah minta Mas Nick jagain baby Ghiana dengan baik." Andri menghela napas sambil terenyum, "itu kan karena kamu ga tahu kebenarannya Di." "Ya tapi kan kasihan Mas Nick nya." "Sebenarnya kita ga bisa berbuat apa-apa dan cuma bisa bantu Mas Nick aja. Gimanapun kita cuma bisa lakuin apa yang dia minta. Aku ga lakuin permintaan Pak Adrian sepenuhnya karena ngerasa sepertinya Mas Nick jauh lebih butuh bantuan." Andri mulai bicara dengan nada serius dan tatapan yang jauh. "Sepertinya aku juga begitu. Apa ini tidak apa? Kita benar-benar seperti berkhianat pada Pak Adrian," tanya Diara pada Andri dengan wajah bingung. Andri terkekeh sambil memukul pelan bahu kecil Diara, "sebenarnya kita tidak berkhianat sepenuhnya kok Di. Pasti Pak Adrian juga sering bicara untuk pastiin Mas Nick dalam keadaan baik-baik saja pada kamu bukan? Itu kata-kata yang sering keluar dari mulut Pak Adrian sejak Bu Elin meninggal." Diara mengangguk karena seingatnya bukan sekali dua kali Pak Adrian titip pesan seperti itu padanya, tapi sering sekali. "Mulai sekarang kita harus bantu Mas Nick agar tidak merasa tertekan sendirian. Dia orang yang sangat baik sebenarnya. Dan tentang Mbak Tania, aku pribadi setuju dengan Pak Adrian. Mas Nick terlalu baik untuk orang seperti Mbak Tania." Diara tersenyum mendengar ucapan Andri, dilihat dari caranya bicara tentang Nick, sepertinya ia memang tulus dan murni hendak menolong Nick layaknya seorang sahabat setia. "Tahu nggak Ndri? Aku senang sekali saat Mas Nick bilang akan ada orang yang akan membantuku ngurus baby Ghiana." Diara mengubah topik pembicaraan dan memberi tahu kalau ia benar-benar bahagia dengan kehadiran Andri. Andri tertawa lebar sambil merapikan jaketnya, "terlebih saat melihatku bukan? Aku orang yang sangat bisa di andalkan, dan lihat wajahku juga tidak jauh berbeda dengan Mas Nick." Melihat sikap percaya diri Andri membuat Diara hanya geleng-geleng kepala. "Oh iya, hari ini aku memang hanya ditugaskan membantumu secara penuh oleh Mas Nick. Ada yang bisa aku kerjakan??" "Kebetulan sekali! Bahan-bahan dapur sudah menipis. Bisa kamu belanja? Aku tidak bisa tinggalkan baby Ghi." Andri menarik ujung bibirnya dengan wajah kurang yakin, "apa kita tidak bisa pergi bersama? Kita bisa bawa baby Ghi sekalian keluar, kalian sudah terlalu lama mendekam di dalam apartemen bukan? Ghiana itu pasti bosan sekali." Diara menggeleng, "tidak untuk sekarang Ndri. Tunggu beberapa waktu lagi kita akan ajak dia keluar. Aku merasa dia masih kecil sekali untuk di ajak keluar." Andri angkat bahu pasrah, "baiklah kalau begitu." "Aku akan buatkan list belanjaan dan berikan kartu kreditnya." "Kartu kredit? Apa itu milik Mas Nick?" Wanita itu mengangguk menjawab pertanyaan Andri, "khusus untuk keperluan apartemen dan baby Ghiana." "Waah, dia cepat sekali percaya padamu. Aku saja yang menjadi anak buah paling ia percayai, untuk bisa memegang kartu kreditnya saja butuh waktu lama." Diara terbahak dengan cerita fakta dari Andri, "ya bedalah Ndri, ini kan urusannya rumah tangga, perlu biaya cepat dan praktis." "Yaudah, ayo buat apa yang harus aku beli." "Okey!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD