Dua Puluh Empat

1080 Words
"Jadi dulu Mas Nick sama Mbak Tania itu pacaran, tapi ga jelas juga sih kapan mereka udahan. Mas Nick sayang banget sampai bisa bikin semua wanita yang ngelihatnya iri banget, apa aja kemauan Mbak Tania pasti diturutin sama Mas Nick." Andri mulai bercerita pada Diara. "Lalu apa yang terjadi?" "Pak Adrian tidak menyetujui hubungan mereka." "Kenapa?" Diara begitu penasaran, dahinya mengerut menatap Andri. Andri angkat bahu, "tentang ini tidak ada yang tahu pasti alasannya. Tapi dari yang aku dengar, Pak Adrian tidak suka dengan sifat dan gaya hidup Mbak Tania yang terlalu bebas." "Oh ya? Memangnya Mbak Tania orang yang seperti apa? Jika Mas Nick begitu menyayanginya, tidak mungkin Mbak Tania sepenuhnya buruk sampai Pak Adrian begitu tidak suka." Diara merasa janggal dan aneh. "Mungkin karena hubungan mereka sudah lama. Dulu Mbak Tania orang yang kaya raya, sekolah di luar negeri dan hidupnya glamour dan bebas sekali. Lalu sampai di titik usaha keluarganya bankrut dan berantakan. Ia tidak bisa menyesuaikan diri dan tetap bertahan dengan gaya hidupnya, malah semakin menjadi bahkan mulai merambat seperti parasit untuk Mas Nick. Pak Adrian bahkan pernah mendapati Mbak Tania pesta dengan teman-temannya di penginapan milik keluarga yang diurus Mas Nick tanpa sepengetahuan Mas Nick karena ada urusan di luar kota. Pak Adrian benar-benar marah besar melihat kelakuan Mbak Tania." Diara menganga mendengar cerita Andri, "apa Mas Nick tidak coba memberi tahu Mbak Tania dan memberi pengertian pada Pak Adrian? Untuk membiasakan diri dengan hal baru, itu pasti butuh waktu." Andri menghela napas panjang, "kamu akan bisa mengerti jika bertemu langsung dengan Mbak Tania. Dia memang sangat cantik, bahkan aku bisa masukkan ke dalam daftar wanita tercantik yang pernah kulihat dengan mata kepala sendiri. Tapi dia begitu keras kepala, mungkin juga sulit lepas dari gaya hidupnya sebelumnya, belum lagi gengsi." "Benar juga," Diara mengangguk paham dengan apa yang Andri maksud. "Waktu Mas Nick ingin serius dengan Mbak Tania tapi tidak kunjung dapat restu dari Pak Adrian, Mbak Tania mulai coba ubah sikapnya. Tapi nyatanya Pak Adrian tetap tidak percaya karena nyatanya Mbak Tania memang belum berubah." Diara terdiam mendengar penjelasan dari Andri, "disaat ini aku tidak bisa berpihak ke arah mana. Yang jelas pasti sangat sulit berada di posisi Mas Nick." Andri mengangguk, "aku juga kasihan melihat Mas Nick. Tapi entah kenapa aku merasa lega saat Mas Nick memutuskan untuk meninggalkan Mbak Tania dan mengikuti apa yang Pak Adrian katakan." "Kenapa bisa Mas Nick memutuskan ninggalian Mbak Tania?" Andri angkat bahu, "mungkin karena banyak faktor, tapi yang menjadi alasan pasti, hanya Mas Nick seorang yang tahu." "Banyak faktor?" "Pertama karena dia adalah putra satu-satunya Pak Adrian yang juga akan mewarisi seluruh harta Pak Adrian yang luar biasa banyaknya. Pak Adrian mengatakan jika ia tidak akan rela memberikan semuanya pada Mas Nick, jika Mas Nick tetap bertahan dengan Mbak Tania." Andri mulai menjelaskan semuanya pada Diara. "Wah, sepertinya Pak Adrian benar-benar tidak mneyukai hubungan mereka. Bukankah Pak Adrian sangat sayang pada Mas Nick?" "Hm.., tapi aku tidak yakin Mas Nick mundur karena itu. Karena sejauh aku kenal Mas Nick, dia bukan tipe orang yang gila akan harta dan tahta, bahkan dia pernah bilang rela meninggalkan semuanya demi ketenangan hidup yang sebenarnya." Diara menganga takjub mendengar hal itu dari Andri, "aku pikir juga demikian. Orang seperti Mas Nick sepertinya sangat cuek pada hal demikian dan lebih memikirkan tentang ketenangan hidup yang sejati." "Aku rasa ini ada hubungannya dengan meninggalnya Bu Elin." "Bu Elin??" Diara mengerutkan dahinya mendengar nama yang asing di telinganya. "Iya, Bu Elin itu mamanya Mas Nick, tapi sudah meninggal." "Jadi ada apa dengan beliau?" "Beda dengan Pak Adrian, Bu Elin tidak menentang hubungan Mas Nick dan Mbak Tania sepenuhnya. Mas Nick sangat dekat dengan Bu Elin, tapi beliau meninggal karena sakit mungkin sekitar satu tahun yang lalu," Andri coba mengingat-ingat karena ia sendiri tidak begitu yakin kapan tepatnya ibu dari Nick meninggal dunia. "Sejak meninggalnya Bu Elin, Mas Nick jauh menjadi lebih pendiam dari sebelumnya. Dari dulu Mas Nick orangnya memang kalem, tapi bukan dingin seperti sekarang. Dan setelah meninggalnya Bu Elin, Pak Adrian terus mendesak Mas Nick untuk tetap pisah dengan Mbak Tania, dan akhirnya Mas Nick mengiyakan permintaan Pak Adrian." "Mungkin Mas Nick merasa sangat kehilangan dan menyadari kalau ia tak boleh menyia-nyiakan satu-satunya orang tua yang tertinggal." Diara coba menerka. "Cuma dia yang tahu, lagian dari awal mereka berdua memang tidak dekat. Sejak Bu Elin meninggal, Pak Adrian berubah menjadi sangat peduli." "Aku lihatnya Pak Adrian tulus banget sayangnya ke Mas Nick." "Namanya juga anak," Andri kembali meraih gelas di meja untuk meminumnya lagi. "Lalu gimana ceritanya tentang baby Ghiana dan bisa sampai di Mas Nick? Itu beneran bukan anak Mas Nick?" Diara sangat penasaran tentang hal ini. "Aku sendiri yang jamin kalau itu memang bukan anak Mas Nick. Aku kenal Mas Nick sejak lama dan paham banget sama dia. Dia bukan orang yang mudah terpengaruh dan keras pada dirinya sendiri. Gimanapun lingkungan dan bebasnya gaya Mbak Tania, dia ga akan berbuat sejauh itu sebelum benar-benar resmi menikah. Orang-orang bilang sih kuno, terlebih untuk ukurang orang seperti Mas Nick. Tapi itulah kehebatan Mas Nick." "Lalu, maksudnya Mbak Tania..." Diara tidak yakin dengan apa yang kini ada di pikirannya. Andri mengangkat alisnya, "ya gitu deh. Tapi kejadiannya aku masih ingat." "Gimana? Boleh aku tahu?" "Karena hanya kita berdua yang tahu masalah Ghiana, jadi aku akan cerita. Mulai dari sekarang kita adalah satu, okey??" Andri meminta persetujuan Diara dengan memberikan tos kepalan tangan, lagian ia selama ini juga butuh teman bicara karena terlalu banyak menyimpan rahasia Nick sendirian. Diara tersenyum dan membalas kepalan tangan Andri yang artinya dia setuju, "tentu! Kita harus saling bantu mulai sekarang." "Akhirnya, aku senang sekali!" "Jadi bagaimana?" Andri memperbaiki posisi duduknya lagi, "hari itu Mas Nick bilang untuk sudahi semuanya karena ia tidak mau terus bermasalah dengan papanya pada mbak Tania. Sebenarnya bukan bermaksud menyudahi, tapi Mas Nick jelasin kalau ini hanya cara agar suasana lebih tenang dan ia bisa cari cara agar Pak Adrian bisa nerima Mbak Tania." "Lalu??" "Mbak Tania ga terima, dia menyangka kalau itu cuma cara Mas Nick untuk ninggalin dia. Dia marah besar, aku sempat lihat waktu itu, mereka ribut luar biasa sampai aku saja merinding melihatnya." Diara memperhatikan Andri dengan seksama karena benar-benar ingin tahu kronologi sebenarnya. "Mbak Tania pergi dan bilang kalau ia bisa lepas dari Nick bahkan detik itu juga dan akan membuktikannya. Mas Nick benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa waktu itu karena dia sendiri juga pusing. Ternyata malam itu Mbak Tania ngelepasin kemarahannya dengan pergi ke club malam, minum dan dia melakukannya entah dengan siapa." "Maksudnya??" Diara tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh Andri. Andri menggaruk kepalanya sekilas, "ya itu, hal yang akhirnya membuat baby Ghiana hadir di dunia ini." "Hah!?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD