Dua Puluh Satu

1790 Words
Diara kembali meletakkan baby Ghiana diatas ayunan setelah memberikan bayi itu s**u dan bayi kecil itu kembali tertidur, Diara mengayun pelan ayunan baby Ghiana untuk memastikan si bayi benar-benar nyaman. Setelah itu Diara kembali mengambil posisi di atas ranjang untuk kembali tidur, ia menutup tubuhnya dengan selimut dengan posisi menyamping, namun sesuatu kini terpikir di otaknya, "aku tadi terbangun dengan memakai selimut, padahal kan tadi aku tak sengaja tertidur sambil mengayun baby Ghi? Kenapa bisa? Apa mungkin..., ah itu tidak mungkin. Mana mungkin Mas Nick," Diara menepis pikirannya bahwa Nick lah yang menyelimutinya. Diara menarik ujung bibirnya sambil teringat mimpinya tadi, ia bermimpi bertemu ibunya dan sang ibu kembali pergi meninggalkannya, mungkin ini efek karena ia begitu merindukannya. Helaan napas panjang terdengar dari Diara yang belum kunjung menutup mata, malah sekarang ia mengeluarkan tangannya dari selimut dan menatapnya cukup lama. "Tapi pegangan tangan tadi terasa begitu nyata dan nyaman. Aku ingin menggenggamnya lebih lama karena sangat nyaman," Diara bicara sambil menautkan kedua tangannya untuk saling pegang satu sama lain. Diara tersenyum, "harusnya aku bisa syukuri apapun yang aku rasakan sekarang karena ini sudah jauh lebih baik. Ibu pasti juga senang jika aku hidup dengan bahagia, lagipula aku tidak kesepian, ada baby Ghiana yang begitu lucu." * Pagi ini Nick keluar kamar dan mendapati Diara sudah ada di apartemennya tengah memasak sesuatu di dapur. Ia berjalan ke arah dapur untuk mengambil air minum. "Pagi mas," sapa Diara menyadari kehadiran Nick. "Kamu buat apa?" tanya Nick sambil duduk di salah satu kursi di meja makan. "Kemarin Pak Adrian minta buatkan bubur jagung untuk sarapan mas. Apa mas ingin yang lain atau saya sediakan rotinya sekarang?" Nick menggeleng, "saya sarapan yang sama dengan papa saja nanti." "Baik mas, sebentar lagi ini selesai." Nick diam-diam memperhatikan Diara yang memunggunginya itu, "kamu baik-baik saja?" Dahi Diara mengerut bingung mendengar pertanyaan Nick yang tidak biasa-biasanya, ia menoleh melihat Nick, "baik kok mas, memangnya kenapa?" Nick menggaruk sekilas tengkuknya karena bingung kenapa ia malah bertanya seperti ini pada Diara, "saya hanya ingin tahu karena kamu sibuk mengurus semuanya termasuk anak itu." jawab Nick sambil melihat sekilas memastikan jika papanya masih berada di kamar. Diara tersenyum kecil, "saya baik-baik saja kok mas." "Kalau kamu ingin pergi ke suatu tempat atau apapun itu, kamu pergi saja. Masalah anak itu kita bisa carikan solusinya, saya tidak mau kamu merasa terikat atau bagaimananya." Diara terdiam sambil kini berjalan ke arah Nick setelah sebelumnya mematikan api kompor, "sepertinya saya tidak ingin melakukan apapun diluar pekerjaan saya terutama terkait baby Ghi. Tapi jika itu penting saya tentu akan bicarakan pada mas, tapi..." Diara menggantung kalimatnya karena tampak ragu. "Apa?" tanya Nick penasaran dengan apa yang sebenarnya ingin Diara sampaikan. "Apa mas merasa kinerja saya terutama dalam mengurus baby Ghi kurang baik?" Nick terkejut dengan pertanyaan Diara, "kenapa kamu bertanya seperti itu?" Diara saling menautkan tangannya satu sama lain sambil menunduk karena gugup, "sudah beberapa kali mas seolah menawarkan saya untuk tidak merawat baby Ghiana. Saya jadi merasa bahwa mas tidak ingin saya terus mengurus baby Ghiana." "Bukan seperti itu maksud saya, saya yang justru khawatir kamu bosan merawat anak itu." Dengan cepat Diara menggeleng, "semenjak saya bertemu baby Ghiana, saya malah merasa lebih baik mas." "Serius kamu?" Nick tidak yakin. "Apa mas masih berniat mencari ibu kandung baby Ghi untuk mengembalikannya?" Diara bertanya ragu tapi begitu penasaran. "Entahlah, untuk saat ini akan lebih baik untuk tidak membahas hal itu." Nick begitu malas jika harus memikirkan Tania. Diara diam-diam menghembuskan napas kecil, "mas sayang sama baby Ghiana?" Pertanyaan Diara kali ini entah kenapa membuat Nick merasa sangat tidak nyaman bahkan untuk sekadar memikirkannya. "Pagi ini papa akan pulang, jadi kamu bisa bawa anak itu kesini lagi nanti." Nick bangkit dari posisi duduknya untuk kembali ke kamar meninggalkan Diara dengan rasa penasaran dan bingung. ** Nick yang duduk di kursi ruangannya mulai membereskan meja kerjanya, ia ingin pulang sekarang setelah menyelesaikan berbagai laporan yang harus membuat jam pulangnya terundur. Bagi Nick, lebih baik menyelesaikan semuanya secepat mungkin walau harus menyita waktunya lebih daripada mengundurnya besok. Bahkan mungkin para karyawan sudah pada pulang sekarang. Pria berkemeja abu-abu muda itu menarik jas yang tadi tergantung di kursinya untuk dibawa pulang, dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, dengan langkah besar ia berjalan hendak meninggalkan ruangan. Namun baru saja ia membuka pintu, ia dikejutkan oleh kehadiran seorang wanita yang hendak masuk ke dalam ruangannya. Nick membeku menatap wanita berambut kecokelatan itu, namun wanita itu mendorong Nick untuk kembali masuk dan menutup pintu dengan rapat. "Kamu..." Nick tidak bisa melanjutkan ucapannya karena wanita itu langsung memeluknya dengan sangat erat. "I miss you my handsome boy, so much" ujar wanita itu lembut berkebalikan dengan kuatnya lingkaran tangannya di tubuh Nick. Nick melepaskan paksa pelukan dengan mendorong bahu wanita itu agak kuat, "bagaimana bisa kamu ada disini!?" "Bukankah kamu mencariku? Aku datang sendiri karena benar-benar merindukanmu Nick, aku nggak bisa bertahan lebih lama jika terus menghilang. Dan kamu tahu? Aku sangat senang saat mengetahuimu mencariku." wanita itu tersenyum lebar sambil meraih tangan Nick untuk di genggam erat. "Tania! Aku mencarimu karena anak itu! Kenapa kamu meletakkan anak itu di tempatku hah!?" kesal Nick sambil melepaskan tangannya dari Tania, akhirnya ia bisa bicara langsung dengan orang yang membuat hari-harinya belakangan ini dipenuhi pikiran. Tania menghela napas panjang sambil memutar matanya malas, "ayolah sayang, bisakah kita tidak bicarakan hal itu dulu? Aku kesini untuk melepaskan rasa rindu padamu saja." "Bagaimana bisa aku tidak membicarakan ini? Kamu pikir ini hal sederhana? Kamu sudah gila ya??" "Ya! Aku memang udah gila karena anak itu. Lagian dari awal aku bilang kan, kalau aku ga bisa terima anak itu. Ingat siapa yang suruh aku tetap mempertahankannya? Itu kamu, Nick!" ujar Tania geram dengan mata kesal menatap pria tinggi dihadapannya ini. "Itu karena aborsi bukanlah jalan keluar, itu sama dengan membunuh sebuah nyawa yang suci!" Tania mendecak, "aku menyesal telah mengikuti ucapanmu untuk mempertahankan anak itu. Aku pikir dengan begitu kita akan bersama, tapi nyatanya apa? Kamu ninggalin aku gitu aja. Karena itu aku berikan saja anak itu padamu, kamu tidak akan menyia-nyiakan sebuah nyawa kan?" Jari-jari Nick menyisir rambutnya frustrasi, "dari awal aku juga udah bilang kalau kita telah selesai dan tidak akan mungkin bersama lagi. Kenapa kamu harus tarik aku dalam hal ini lagi sih Tania?" "Nick, kamu juga tahu kalau aku ga bisa pisah sama kamu kan? Bukannya tidak berusaha, tapi kenyataannya memamg aku udah ngerasa terikat oleh kamu sayang," Tania kembali memegang tangan Nick dengan erat. "Tania ayolah..," Dan kini Tania menarik Nick untuk duduk di sofa yang ada di ruangan itu, dan langsung ia membuat posisi berasandar sambil memeluk Nick dengan senyaman mungkin, "Nick, aku mohon, aku benar-benar merindukan ini, aku benar-benar akan menggila." Nick hanya diam sambil menutup matanya karena bingung, ia benar-benar bingung memikirkan cara berhadapan dengan Tania. "Kamu tahu sayang? Aku pergi ke berbagai tempat berharap mencari ketenangan dan memulai hidup baru, tapi dengan kehadiran anak itu aku pikir aku tidak akan memulai hidupku dengan baik. Aku kebingungan dan akhirnya memberikan anak itu padamu. Aku tahu kamu akan marah sekali, tapi aku benar-benar kebingungan." Tania bicara sambil terus bersandar pada d**a Nick sambil tangannya memain-mainkan jari jemari Nick. "Tapi semua ga berubah sama sekali, aku sadar kalau sesuatu yang tidak mengizinkanku untuk memulai hidup baru itu adalah rasa cinta aku sama kamu. Aku ga bisa, tidak ada pria yang lebih baik dari kamu sayang." lanjut Tania lagi sambil mendongakkan kepalanya agar bisa melihat wajah Nick yang dari hari ke hari tampak semakin tampan dan membuat Tania semakin tergila-gila. "Jadi kamu akan ambil anak itu lagi?" tanya Nick sambil menjauhkan Tania darinya dan memberi jarak yang jelas di antara mereka. Tania mengerutkan dahinya, "anak itu masih ada padamu?" "Lalu kamu pikir akan ku kemanakan anak itu hah? Kamu ini benar-benar membuatku tidak habis pikir!" "Harusnya kamu udah buang anak itu. Ngapain kamu masih rawat anak itu?" Nick menghembuskan napas kasar menahan kemarahan, "kamu sendiri yang bilang kalau aku akan jaga anak itu kan? Awalnya aku memang akan membuangnya, tapi setidaknya aku masih memiliki jiwa kemanusiaan. Jadi sekarang ambil anak itu lagi!" Tania menggeleng, "nggak! Aku tidak akan pernah ambil anak itu lagi." "Tania, itu anak kandungmu! Dimana jiwa keibuanmu hah?!" "Aku nggak pernah menginginkan kehadirannya. Kamu nggak tahu seberapa tersiksanya aku setiap melihat anak itu. Kehadirannya seolah mengolok-olok kehancuran hidupku." ujar Tania penuh amarah. "Dia tidak tahu apa-apa Tania, kenapa kamu bisa setega ini?" "Kamu yang tega Nick! Kamu ninggalin aku, bahkan kehadiran anak itu juga atas kesalahan kamu!" "Kenapa kamu malah nyalahin aku!? Semuanya murni atas kebodohan kamu!" Nick yang berusaha sabar akhirnya terpancing emosi juga, ia kini berdiri menatap Tania marah. "Nick..." "Kamu selalu seperti itu, tidak sabar, emosional dan berlaku seenaknya. Andai saja malam itu kamu bisa lebih tenang dan menahan diri, pasti.., ah sudahlah! Aku benar-benar muak, bahkan untuk sekadar mengingatnya!" Tania terdiam dan menunduk karena sekarang Nick memang tengah emosi, "lalu dengan seenaknya kamu menyalahkanku dan bahkan kini melimpahkan permasalahan padaku? Aku benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran kamu Tania!" Tania kini ikut berdiri, sedangkan Nick tengah membelakanginya untuk melihat ke arah luar jendela, wajah Nick memang tampak kesal dan pusing. "Iya aku sadar kalau aku salah. Tapi tentang anak itu aku tidak bisa terima, aku nggak siap Nick. Tahu begini harusnya dari awal kamu jangan larang aku untuk aborsi." Tania bicara dengan nada lebih lunak. Nick hanya menggeram kesal tidak tahu lagi harus merespon seperti apa. "Aku bisa ambil dan urus anak itu lagi, tapi aku mohon kamu untuk kembali lagi padaku. Aku akan kuat kalau ada kamu disamping aku Nick." Nick berbalik untuk menatap Tania, "kita sudah bicarakan ini, dan kamu tahu kalau itu tidak mungkin. Terlebih dengan keadaan kamu yang membawa anak, papa mana mungkin setuju? Dia akan semakin menentang kita." "Apa kamu seperti ini karena tidak ingin kehilangan segalanya?" Nick mengusap wajahnya secara kasar, "aku tidak gila akan harta ini sama sekali, tapi menentang papa bukanlah sesuatu yang bisa aku lakukan dengan mudah." Tania semakin mendekati Nick, ia mendongak menatap mata Nick sambil melingkarkan tangannya di pinggang Nick, "aku tahu kamu juga masih cinta padaku, tolong jangan berbohong." Nick tidak bisa menahannya lagi, kini ia memeluk Tania dengan erat sambil memejamkan matanya, dari awal ia memang tidak bisa semudah itu untuk lepas dari wanita ini. Mendapati itu, Tania tersenyum sambil mengelus punggung lebar Nick dengan lembut, ia bisa merasakan kehangatan Nick yang sudah lama ia rindukan dan tak pernah bisa ia lupakan. "Berpisah bukanlah kata yang tepat untuk kita sayang," bisik Tania berjinjit untuk bisa berbisik di telinga Nick. Setelah beberapa saag Tania melepaskan pelukan Nick, ia tersenyum sambil mengusap pipi Nick, ia menarik leher Nick untuk bisa mencapai bibir tipis yang begitu ia sukai. Namun disaat itu tiba-tiba saja Nick tersadar dan berbalik menjauhi Tania dengan wajah tak nyaman. "Sayang..," Tania menyentuh bahu Nick namun pria itu tampak menepis dengan enggan. "Ambil anak itu dan pergilah, jika kamu memang tidak ingin mengambilnya, maka kamu tidak boleh melarangku untuk melakukan apapun pada anak itu, dan pastikan kamu tidak akan menyesal nantinya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD