Dua Puluh Dua

1262 Words
Nick memasuki apartemen dengan suasana hati yang masih kacau akibat bertemu dengan Tania tadi, bahkan ia menutup pintu apartemen dengan keras dan melempar sembarangan sepatunya setelah di lepas. Ia melempar jas nya di sofa sembarangan dan ikut menjatuhkan diri disana. Pria itu melonggarkan dasinya dan membuka beberapa kancing baju paling atasnya, Nick benar-benar merasa kacau. Baru saja kemarin ia memutuskan untuk tidak lagi mencari dan menghubungi wanita itu, namun tiba-tiba ia datang dengan sendirinya yang membuat Nick kembali teringat akan perasaannya pada wanita itu. Lamunan Nick terpecahkan oleh bunyi tawa, itu adalah suara Diara dari dalam kamar. Artinya Diara sudah kembali membawa baby Ghiana kembali ke sini. Nick berjalan ke arah sumber suara itu untuk melihat apa yang tengah Diara lakukan sampai bisa tertawa seperti itu. Kini ia berdiri di pintu masuk memperhatikan Diara yang duduk diatas ranjang dengan baby Ghiana di hadapannya. Diara yang menyadari kehadiran Nick langsung tersenyum antusias, "mas lihat baby Ghi! Dia udah bisa miringkan badannya sendiri!" Nick hanya diam sambil memperhatikan baby Ghiana dari jauh yang sedang dalam posisi miring dan seolah-olah tengah berusaha membalikkan badannya agar bisa tengkurap. Namun entah kenapa hati Nick terasa sakit melihat anak kecil itu, bayang-bayang Tania seolah hadir padanya. Saat itu juga Nick memutuskan pergi menuju kamarnya, ia terlalu lelah sekarang. Wajah Diara langsung berubah kaget melihat respon Nick yang seolah-olah tidak senang, "Mas Nick kenapa ya?" * Diara bergerak keluar dari kamar setelah baby Ghiana tertidur, ia mendapati Nick duduk di atas sofa menatap layar televisi yang hidup dengan tatapan kosong. "Boleh saya ikut nonton mas?" tanya Diara membuyarkan lamunan Nick. Menyadari itu Nick hanya mengangguk kecil. "Di atas saja, saya tidak nyaman jika kamu disana," ujar Nick lagi saat Diara mengambil posisi duduk di karpet. Diara mengikuti ucapan Nick untuk duduk di sudut lain sofa walau terasa canggung. "Harusnya saya tidak pernah bicara seperti itu lagi." "Maksudnya mas?" "Sikap kamu. Walaupun kamu bertugas membantu saya, tapi kamu bukan pembantu. Sepertinya kata papa benar, sikap kita lebih baik seperti teman." Mendengar ucapan Nick membuat Diara tersenyum senang, ia tidak pernah mengira kalau Nick akan bicara dan beranggapan seperti ini padanya. "Terima kasih mas." "Anak itu sudah tidur?" "Sudah, dia banyak bermain hari ini mas. Saya senang melihatnya hari demi hari tampak semakin sehat dan lincah." "Kamu merawatnya dengan baik." ucap Nick memuji namun dengan cara yang sangat cuek. "Mas ada lagi ada masalah ya?" Nick terkejut mendengar pertanyaan Diara yang tiba-tiba. Gadis itu tersenyum sambik menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali, "mas bilang kita boleh seperti teman kan? Bukannya saya tidak paham batasan, tapi sebagai orang yang ada di dekat mas, saya ikut tidak tenang melihat mas tampak seolah pusing dengan masalah. Walaupun saya tidak tahu banyak dan juga tidak mungkin bisa membantu, setidaknya saya bisa jadi pendengar mas." Nick masih diam memperhatikan Diara yang berusaha mengajaknya untuk lebih terbuka. "Kalau mas lupa, saya disini juga bertugas untuk memastikan mas dalam kondisi baik-baik saja." tambah Diara mulai memberanikan diri untuk mengajak Nick untuk berinteraksi lebih banyak dengannya. Diara pun disini juga merasa tidak senang jika tidak ada temak mengobrol selain si kecil Ghiana yang tak mengerti apapun. Nick mengehembuskan napas keras sambil menyenderkan tubuhnya ke sofa dengan lelah, ia menatap langit-langit dengan bingung. "Mas?" Diara coba memecahkan keheningan karena cukup lama mereka saling diam satu sama lain. "Saya sudah bertemu dengan ibu dari anak itu." Jawaban Nick membuat Diara menjadi deg-degan, "apa dia akan ambil baby Ghi lagi?" Nick menggeleng, "dia benar-benar tidak memginginkannya." Diara diam sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, saat ini ia merasa sedih namun disisi lain ia lega karena ia tak harus berpisah dengan baby Ghiana. "Saya bingung." Diara memperhatikan Nick yang kini memijat pelipisnya, "boleh saya tahu permasalahan utama yang mas rasakan saat ini?" "Maksud kamu?" Diara menggigit bibir bawahnya sekilas karena ragu sebelum menjawab Nick, "mas memikirkan Ghiana atau ibu dari Ghiana?" "Pertanyaan kamu membuat saya semakin bingung." Melihat respon Nick membuat Ghiana merasa bersalah mempertanyakan hal itu, ia sendiri juga heran kenapa ia malah menanyakan hal tersebut, "apa mas juga tidak menginginkan baby Ghi?" Nick menghela napas panjang sambil menyisir ke belakang rambutnya, "bagaimana mungkin saya menginginkan anak itu?" "Jadi maksudnya mas juga tidak..." "Karena dia buka siapa-siapa saya." Diara kaget bukan main sampai mulutnya ternganga lebar, ia masih belum yakin benar dengan apa yang Nick maksud sebenarnya, "tunggu sebentar, apa artinya baby Ghiana bukan anak mas??" Nick menatap Diara tajam, "jadi selama ini kamu berpikir dia itu anak saya?" Diara mengangguk kaku, "tentu saja saya pikir itu anak mas, dan apalagi alasannya ibu baby Ghiana mengantar baby Ghi kesini kalau bukan karena mas ayahnya!?" Pria itu memutar bola matanya malas, "ini tidak seperti apa yang kamu bayangkan." "Lalu kenapa? Lalu siapa orangtua dari baby Ghi? Terus mas siapanya baby Ghi? Astaga, kenapa ini malah menjadi membingungkan? Atau mas yang masih tidak bisa mengakui baby Ghi? Lalu apa hubungan mas dengan ibunya baby Ghi?" "Pertanyaan kamu terlalu banyak." Diara menggaruk kepalanya karena dia masih terkejut dan belum bisa mencerna semuanya, "jadi kenapa ibunya baby Ghiana kasih baby Ghiana ke mas? Kemana ayah kandung baby Ghiana?" Nick mengangkat bahunya lesu, "entahlah, saya bingung dan ingin kembalikan anak itu, tapi ibunya tak mau terima. Saya tidak bisa biarkan anak itu terus bersama saya kan?" Diara tak bisa menjawab pertanyaan Nick, lagipula untuk saat ini ia masih terkejut dengan kenyataan yang baru Nick sampaikan. "Saat ini saya masih belum bisa buat keputusan. Untuk sekarang biarkan saja dia bersama kita terlebih dahulu." lanjut Nick lagi dengan lesu, "kamu tidak keberatan kan?" Diara mengangguk, "saya sudah berulang kali bilang mas, kalau memang baby Ghi tidak tahu akan kemana, biar sama saya saja." "Anak itu berada di dalam tanggung jawab saya saat ini, jadi apapun keputusannya nanti, itu terserah saya, bahkan ibunya sendiri tidak hak apa-apa lagi. Kamu rawat saja dia dengan baik." Diara tidak paham kenapa perasaannya terasa sangat tidak nyaman, disatu sisi ia terkejut kalau baby Ghiana bukan anak dari Nick, tapi disisi lain entah kenapa ada sebuah perasaan lega. "Saya rasa kamu mulai kerepotan dan bosan terus di apartemen menjaga anak itu." Nick kembali bicara sambil menegakkan punggungnya dan memperbaiki posisi duduknya. "Eum, enggak kok mas." "Jangan berbohong, saya sudah mulai terbuka jadi kamu harusnya juga demikian." Diara tersenyum kecut, "sedikit repot dan bosan karena mas nggak bolehin kami keluar saja, hehe." "Nanti saya akan beritahu orang kepercayaan saya tentang anak itu. Kamu boleh minta bantuan apapun padanya dan kalian boleh keluar tapi diantar dan ditemani olehnya. Sepertinya kalian juga butuh udara lepas bukan?" Diara tidak bisa menyembunyikan wajah cerianya mendengar ucapan Nick yang terasa begitu paham dan pengertian. Diara rindu dunia luar karena beberapa waktu belakangan selalu terkurung untuk mengurus baby Ghiana, ia juga kerepotan jika harus keluar membeli sesuatu. Sungguh Diara tidak menyangka jika tuannya ini akan sepaham itu. "Wuaaah, terima kasih banyak mas!!" Nick tanpa sadar ikut tersenyum melihat Diara yang begitu bahagia, "setidaknya kamu ada teman untuk mengurus anak itu." "Hm.., mas, saya boleh minta sesuatu nggak?" Diara tampak bicara ragu kali ini pada Nick. "Apalagi yang kamu butuhkan?" "Tentang baby Ghiana..." "Ya?" Diara menggaruk kepalanya sekilas dan akhirnya memberanikan diri menatap wajah Nick yang sedang menunggu jawabannya, "maaf sekali mas, walaupun Ghiana tidak ada hubungan apapun dengan mas, tapi apa bisa mas berlaku lebih baik atau dekat dengannya?" "Maksud kamu?" "Coba panggil namanya, Ghiana, mungkin dia akan lebih senang." Nick mengerutkan dahinya karena bingung, namun untuk beberapa saat ia tersadar dengan apa yang sebenarnya Diara maksud, selama ini ia selalu memakai istilah 'anak itu', dan hal tersebut tentu seolah dirinya tidak ingin mengakrabkan diri dengan si bayi kecil. "Bukankah itu hal yang sederhana?" tanya Diara sambil tersenyum kecil berharap Nick mengabulkan. "Ada beberapa hal yang seseorang pikir kecil, tapi tidak pada orang lain." ucap Nick meninggalkan Diara untuk masuk ke kamarnya. Sedangkan Diara membeku mendengar jawaban Nick yang seolah meninggalkan sebuah teka-teki rumit yang bahkan memahaminya saja dirinya tidak bisa
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD