2. Dua Garis

2329 Words
Beberapa bulan sebelum terjadi kejadian nahas yang membuat hidup Elena kacau, dia baru saja menjejakkan kaki di Jakarta. “Pak, tolong antar saya ke tempat suami saya menjadi narasumber seminar ya. Saya mau berikan kejutan untuknya.” Kata seorang gadis cantik, berpenampilan menawan dan terlihat dari keluarga berada pada sang supir. “Tapi Non, Non kan baru saja tiba di Indonesia. Tidak mau istirahat dulu di rumah? Besok akan saya antar ke tempat bapak menjadi narasumber, tidak begitu jauh kok.” Jawab sang supir, Pak Manto, yang setia menjadi supir keluarga kaya raya nona mudanya. “Ah gak mau pak. Saya ingin sesegera mungkin memberikan kabar baik ini pada suami saya. Bapak kan tahu, selama dua tahun pernikahan kami, saya sudah dua kali keguguran. Ini akhirnya saya berhasil hamil setelah sekian lama loh. Zack pasti senang kan pak?” Sebuah pertanyaan yang tidak menuntut jawaban dari Pak Manto. Dia tahu perjuangan nona mudanya dalam melanjutkan hidup setelah menjadi yatim piatu secara tiba-tiba empat tahun lalu, saat itu umur sang nona muda masih belia. Pak Manto masih ingat saat Eyang Bratajaya, pemilik The Bratajaya Coorp. memintanya untuk mengantar Elena, nona muda ini ke rumah sakit guna keperluan tes DNA pada tim DVI. Dia saja yang hanya merupakan seorang supir yang mengabdi selama puluhan tahun merasakan kehilangan dan duka mendalam. Tidak terbayang apa yang dirasakan oleh Elena juga Eyang Bratajaya. Pak Manto kembali teringat masa empat tahun lalu, saat keluarga sang majikan merasakan duka teramat sangat karena kehilangan empat orang anggota keluarga sekaligus, ya empat orang! “A.. apa???” Gadis cantik itu menjerit dan sedetik kemudian tubuhnya meluruh. Elena jatuh pingsan! Tentu saja hal ini malah menambah kehebohan. Seorang perempuan paruh baya yang mempunyai aura wibawa khas perempuan berdarah biru menarik nafas panjang. Kepalanya yang pusing semakin pusing karena cucu cantiknya ini pingsan setelah mendengar kabar buruk yang mengejutkan. “Bawa cucuku ke kamarnya. Setelah dia sadar, secepatnya bawa ke rumah sakit untuk dilakukan tes oleh Tim DVI. Lokasi puing pesawat sudah ditemukan, mungkin dalam beberapa jam lagi body parts anak, menantu, cucu dan cucu mantuku akan segera datang. Sekarang hanya tinggal Elena yang bisa memberikan data DNA. Jaga dia baik-baik. Saat ini, darah Bratajaya hanya ada di tubuh Elena. Apapun yang terjadi, kalian harus bisa melindunginya. Apapun taruhannya, ingat apapun taruhannya, kalian harus lindungi Elena karena aku curiga kecelakaan pesawat ini disengaja oleh pihak tertentu.” “Baik bu.” Penuh takzim, para asisten rumah tangga menjawab. “Pak Manto, ayo pak buruan antar saya dong. Nih kalau gak percaya, bapak bisa lihat test pack saya loh. RS Mount Eli juga sudah memberikan konfirmasi kehamilan saya pak. Bentar ya, saya sekalian mau foto hasil lab juga dua garis di test pack ini, nanti akan saya sebarkan ke semua orang! Ke akun media sosial saya juga aah pak. Oiya eyang adalah orang pertama yang tahu akan hal ini. Akhirnya ada penerus darah Bratajaya lagi pak.” Tutur Elena tapi tidak memperhatikan wajah supirnya karena sibuk mencari benda pipih sepanjang jari telunjukknya. Elena sangat bahagia, merasakan antusiasme yang meluap-luap karena akhirnya berhasil hamil! Setelah mengikuti program kehamilan dan menuruti nasihat dokter untuk banyak beristirahat dan menjaga pola makan, akhirnya dia dinyatakan positif! “Semoga dengan kehamilan Non, Pak Zack akan semakin menyayangi dan setia pada Nona ya.” Kata Pak Manto. Sebagai supir keluarga, dia tahu tabiat asli si menantu yang hanya mendompleng ingin merasakan kekayaan keluarga Bratajaya. Topeng yang dipakai oleh Zack mampu membuat Elena lupa diri. Elena yang harus mengurus segala sesuatunya sendiri sejak papanya meninggal, jadi kekurangan waktu untuk menikmati hidup, bersenang-senang, bersosialisasi. Mencari lelaki yang tepat untuk dijadikan sebagai suami, yang bisa dipercaya untuk memimpin koorporasi besar milik Eyang Bratajaya. Elena bukannya tidak tahu kelakuan Zack, suaminya, yang didesas-desuskan seperti itu, tidak setia padanya. Toh selama menjadi suaminya, Zack berhasil membawa perusahaan lebih maju, sehingga dia bisa berada dibalik layar saja. Jika kabar tentang perempuan selingkuhan Zack, sampai sekarang tidak ada yang bisa memberinya bukti. Hanya berkata, katanya dan katanya. Lagipula dia punya teman yang dijadikan sebagai asisten pribadi Zack. Karena merasa kasihan melihat Zack yang keteteran, Elena memutuskan untuk mengangkat Tatyana, salah satu karyawan, untuk menjadi asisten pribadi Zack hingga semua pekerjaan dan tugas Zack bisa beres. Tatyana bilang bahwa memang benar, beberapa kali Zack bertemu dengan perempuan-perempuan cantik dan seksi, tapi dalam koridor pekerjaan, tidak melakukan hal yang neko-neko. Jika sang asisten pribadi suami yang dia percaya, memberikan kabar bahwa Zack baik-baik saja, tidak selingkuh, ya dia akan tutup mata dan telinga. Toh setiap harinya, Zack pulang ke rumah dan menghabiskan malam dengannya kok. Kecuali saat dirinya atau Zack ada keperluan ke luar kota atau luar negeri. Dua hari lalu, dia harus ke negeri singa karena mendapatkan undangan dari kedutaan Indonesia di Singapura. Seharusnya Elena pergi selama tiga hari, tapi di hari kedua dia muntah-muntah dan saat dirujuk ke rumah sakit langganan para pejabat dan artis Indonesia, ternyata dia malah mendapatkan kabar baik! Dia tidak sakit, melainkan mengalami ngidam karena kehamilan mudanya. Elena memutuskan kembali ke Jakarta secepatnya, tentu saja ingin memberikan kabar gembira ini kepada eyang dan Zack. Senyum semringah tidak lepas dari bibirnya. Membayangkan reaksi Zack yang pasti akan memeluk dan menciuminya berkali-kali tanda syukur. Terbayang sudah rencananya untuk segera berbelanja keperluan kehamilan juga untuk si jabang bayi yang ada di perutnya. Eyang sudah memberikan referensi dokter ahli kandungan di satu rumah sakit yang akan menjadi tim dokternya. Eyang juga memaksa dirinya untuk tetap berada di rumah, jalannya perusahaan akan diurus oleh orang lain. Sudah sore hari saat dia akhirnya tiba di hotel yang menjadi tempat Zachary, suaminya, menjadi narasumber seminar. Elena meminta Pak Manto untuk pulang, tidak perlu menunggunya karena rasa rindu yang teramat sangat pada Zack. Mungkin mereka akan habiskan malam ini berdua, di atas kasur empuk nan mahal dan suasana syahdu. Dengan tergesa, Elena menuju ke lobi hotel, bertanya letak ballroom yang digunakan untuk seminar. Tapi staf hotel itu memberi tahu bahwa acara seminar sudah selesai sekira satu jam yang lalu. Setelah mendapatkan nomor kamar Zack, dengan tidak sabar, Elena menuju kamar yang menjadi tempat suaminya menginap selama dua hari ini. Langkah anggunnya membuat beberapa orang yang berpapasan, menyapa dengan hormat. Mata bulat indahnya, membuat siapapun akan bisa melukis wajah cantik Elena karena tertutup masker. Elena berdiri di depan pintu presidential suite hotel itu. Dia pegang test pack di tangan kirinya, berdehem sebentar dan akhirnya menekan bel kamar. Butuh dua kali untuknya menekan bel kamar. Mungkin Zack ada di kamar mandi? Tapi, telinganya mendadak jadi siaga satu saat samar-samar dia mendengar suara kikikan perempuan dari kamar itu, tidak hanya satu perempuan, tadi dia yakin mendengar dua suara kikikan centil! “Tolong buka pintunya, siapa tahu itu room service untuk menganta makanan dan minuman yang kita pesan. Kita butuh asupan energi yang banyak loh…” “Iyaa, aku buka ya.” Pintu kamar itu terbuka. Di lantai sembilan hotel ini, hanya ada satu kamar presidential suite. Menjadikan kamar kelas itu tentu saja sangat luas dengan fasilitas lengkap. “Taruh saja di situ ya, ini uang tipnya.” Si pembuka pintu merasa kaget saat melihat ternyata bukan staf hotel yang membawa pesanan makanan mereka, tapi seorang perempuan cantik nan elegan yang dengan dilihat saja dia sudah tahu kelas mereka sangat berbeda. Elena kernyitkan kening. Baru kali ini dia melihat wajah perempuan yang saat ini berdiri di depannya, dengan memakai baju apa adanya! Perempuan yang dari wajahnya saja sudah menunjukkan dia seorang perempuan penggoda, memakai kemeja Zack - dia yakin ini kemeja Zack karena dia yang belikan kemeja ini sebagai hadiah ulang tahunnya - tanpa memakai bra! “Kamu siapa?” Masih sempatnya si perempuan penggoda ini bertanya dengan pongah kepada Elena. Dagunya bahkan diangkat, untuk mengintimidasi Elena. Tapi perempuan yang ada di depannya ini adalah seorang keturunan Bratajaya, Elena tidak menjawab, tapi karena dia yang memakai heels menjadikan dirinya lebih tinggi. Elena mendorong masuk tubuh perempuan itu, matanya bersinar penuh emosi. Tas tangan yang bawa, dia gunakan sebagai alat untuk mendorong. “Aku tidak mau menyentuh tubuh kotormu itu, dasar jalang! Minggir!” Bentak Elena. Bukannya takut, perempuan tadi malah sengaja menghalangi. “Fenty, kok lama amat sih? Aku sama Zack kan udah lapar. Buruan bawa makanannya masuk.” Teriak satu suara perempuan, yang Elena hapal. Suara itu! Itu adalah suara Tatyana! Asisten pribadi Zack sekaligus temannya! “Minggir dan tidak usah berkata apapun jika kamu masih mau melihat matahari esok hari.” Elena menggeram, dia buang bayang-bayang pikirannya. Dia memastikan tidak salah kamar. Tapi benar, ini presidential suite yang dipakai oleh Zack menginap. Tadi dia juga mendengar ada nama Zack disebut. Elena menerobos masuk, tidak pedulikan teriakan si perempuan pembuka pintu. Tapi, tiba di depan kasur super size yang empuk dan mewah itu, kaki Elena gemetar hebat! Matanya menatap nyalang pemandangan tidak senonoh di depannya! Di lantai, dia harus berjalan hati-hati agar tidak menginjak barang-barang yang berserakan yang dia kenal betul itu milik siapa. T shirt putih, celana panjang kain dan boxer milik Zack! Ada juga bra, celana dalam warna hitam berenda juga blouse motif bunga! Yang lebih memuakkan lagi dan membuat Elena mual, saat dia melihat di atas kasur super empuk itu ada dua tubuh yang bergumul! Tatyana yang berada di atas Zack sedang menikmati tubuh kekar lelaki tampan berdompet tebal sejak menikahi Elena. Tatyana sedang memberi pelayanan untuk membuat Zack bergairah saat itu. Dia sedang memberikan oral service. Desahan demi desahan terdengar, karena tidak tahan lagi, Elena melempar tas mungil bermerknya yang harganya saja sebanding dengan gaji Tatyana selama lima tahun. Tepat kena kepalanya, membuat Tatyana mengaduh dan menjerit. “Fen, apa-apaan sih? Gue lagi…” Tatyana ingin mengomeli Fenty, si perempuan pembuka pintu. Dia balik tubuhnya, tapi sedetik kemudian wajahnya pias, seakan darah tidak mengalir lagi di nadinya. Kulit putihnya semakin putih karena pucat. Tubuhnya sudah benar-benar polos tanpa ada sehelai benangpun menutupi. Sungguh dia merasa ketakutan luar biasa, melihat Elena di kamar itu bagai melihat tukan tagih hutang yang membawa senjata tajam ingin menyakitinya. “Kok berhenti sih Ty? Lagi enak-enaknya ini. Lanjut lagi dong, gue mau ntar kita main bertiga ya.” Suara Zack terdengar. Dia yang tadi sedang merasakan kenikmatan, merasa kesal karena Tatyana menghentikan service mulutnya. Dia berkata itu sambil tetap memejamkan mata. “Zack!” Tatyana mencubit pinggang Zack, dikira Zack, perempuan itu menggodanya. “Apa sih? Kenapa pakai cubit sih Ty? Biasanya juga langsung terkam.” Jawab Zack, masih tetap menutup mata. “Bangun Zack, lihat ada siapa di depan kita.” “Apaan sih Ty? Si room service itu kan? Buru kasih tip biar kita bisa segera makan!” Malas-malasan Zack menjawab. Akhirnya Tatyana mengguncang tubuh Zack agar mau membuka mata dan melihat siapa yang ada di kamar itu selain mereka bertiga. Zack bangun, duduk di kasur empuk itu. Dia ikuti arah tangan Tatyana yang menujuk ke suatu arah. Saat itu juga, tidak hanya mata tapi hatinya juga mencelos melihat siapa yang datang! Elena Bratajaya! Istri cantiknya! Satu-satunya penerus sah gurita bisnis keluarga Bratajaya “Elena? Kamu benar-benar Elena?” Pertanyaan bodoh macam apa itu yang ditanyakan oleh seorang lelaki yang ketahuan bermain api? Ditangkap basah oleh sang istri saat sedang menikmati servis dari dua perempuan sekaligus! “Aku malaikat maut yang akan menjadikan hidup kalian terasa tidak hidup lagi karena kalian telah berkhianat! Dan kamu Zachary Pratama, kamu adalah orang pertama yang akan merasakan penyesalan luar biasa karena telah berani mengkhianatiku. Kamu, Tatyana..” tangan Elena menunjuk ke arah Tatyana yang gemetar ketakutan, “kukira kamu adalah temanku. Ternyata kamu sama dengan perempuan yang tadi membuka pintu, kalian berdua adalah pelacur murahan! Lihat saja, kalian bertiga akan merasakan akibatnya!” Elena berteriak marah, terlepas emosi yang memuncak yang sudah menguasai tidak hanya kepala tapi juga hingga hatinya. Menghilangkan akal sehat yang selalu dia gunakan selama ini. Hanya satu yang ada di pikirannya saat ini! Balas dendam kepada ketiga orang ini, yang berani berkhianat padanya. Elena balik badan, wajahnya merah padam. Dia jalan menghentak kaki karena teramat marah. Saat melewati Fenty yang juga gemetar ketakutan, Elena berhenti, sengaja berhadapan dengan perempuan yang mau saja main bertiga, entah berapa bayaran yang diberikan Zack padanya, yang pasti perempuan ini akan menyesal seumur hidupnya. “Ma… maaf saya hanya dibayar untuk melayani Pak Zack bu, saya baru dua kali ini kok.” Kata Fenty terbata karena ketakutan. Apa yang terjadi kemudian? Elena menampar pipi Fenty kanan kiri sekuat tenaga yang dia punya, kemudian Elena mendorongnya hingga jatuh terjerembab, mengaduh kesakitan menangis menghiba bagai tiada harga diri. “Kamu lupa apa yang kamu katakan sepuluh menit lalu padaku heh? Tidak perlu menjilat kakiku, kamu berharap saja masih bisa melihat matahari esok! Cuiiih!!” Elena bahkan meludah ke perempuan itu. Elena membanting pintu kamar presidential suite itu. Sungguh, dia merasa sangat marah! Emosinya meluap-luap. Lupa sudah dia pada tujuan awalnya ingin bertemu Zack, memberi test pack bergaris dua yang masih dia genggam. Dia bisa lupa pada tas mahalnya, tapi test pack ini, dari tadi dia genggam , tidak lepas sama sekali. Dengan berurai air mata, Elena masuk ke lift. Dia akan pakai taksi atau minta diantar mobil hotel saja sampai ke rumahnya. Sebelum pintu lift menutup, Elena masih bisa melihat Zack yang terburu-buru mengejarnya, kedua tangannya sibuk mengancingkan kemeja yang belum semua terkancing. “Elena tunggu… tunggu aku! Kita bicarakan ini baik-baik. Elena, tunggu!” Tapi Elena tidak pedulikan itu. Saat lift sampai di lobby, dengan mata merah dan tangisan yang semakin tersedu, dia lari melewati pintu kaca besar hotel itu, menembus hujan deras yang entah kapan turun. Ada jalan raya besar di depan hotel ini. Elena berlari, emosi yang meluap menjadikannya tidak perhatian pada sekeliling. Elena tidak waspada, tidak menengok kanan kiri saat menyeberang hingga saat di tengah jalan raya dia terpaku di tempat dengan kedua tangan memegang test pack, saat mendengar klakson truk yang tidak bisa melakukan pengereman mendadak, demi melihat ada seorang perempuan yang kebingungan di tengah jalan raya. Yang Elena dengar kemudian, suara klakson bersahut-sahutan, jeritan orang-orang di sekitar situ, entah mereka menjerit untuk apa. Setelah itu, kepalanya terasa sangat pusing, matanya kemudian tertutup sebelum akhirnya dia tidak bisa mendengar apa-apa lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD