Keesokan harinya, saat Boby melangkah menyusuri koridor panjang perusahaan dengan perasaan campur aduk, masih terasa aneh baginya untuk kembali bekerja setelah semua kejadian yang menimpanya. Namun ia tahu, ini saatnya memulai lembaran baru. Begitu memasuki ruang kerjanya, aroma kopi dan udara dingin dari pendingin ruangan menyambutnya seperti biasa. Namun ada satu hal yang membuat langkahnya terhenti: meja kerja di sebelah kanan ruangannya, meja yang dulu ditempati Celine, sekretaris pribadinya. Boby berdiri diam di sana cukup lama, menatap meja kosong itu. Di atasnya masih tersisa vas kecil berisi bunga kering yang dulu Celine letakkan di sana. Tanpa sadar, senyum tipis muncul di sudut bibirnya, disusul rasa sesak yang perlahan merayap di dadanya. “Celine…” gumamnya lirih. Nama itu t

