Mobil yang ditumpangi Valenia dan Celine melaju tenang di jalanan kota yang mulai padat oleh aktivitas pagi. Dari balik jendela, Valenia memandangi deretan pepohonan yang berbaris rapi di sisi jalan. Pikirannya melayang ke banyak hal, tentang Sebastian yang tadi memeluknya begitu erat, tentang pernikahan mereka yang tinggal menghitung hari, dan kini tentang janji lama yang harus ia tepati kepada kakek Boby. Celine sesekali melirik ke arah Valenia lewat kaca spion kecil di mobil. Wajah tuannya itu tampak tenang, tapi sorot matanya menunjukkan sesuatu yang lain, semacam kecemasan halus yang sulit dijelaskan. “Nona, apakah Anda yakin tidak ingin memberi tahu Tuan Sebastian kalau kita sudah hampir sampai?” tanya Celine hati-hati. Valenia menggeleng pelan sambil tersenyum. “Tidak usah, nant

