4 - Pertanggung jawaban

1242 Words
Jadi, kapan kita akan menikah? . . . . Clara duduk sambil menyandarkan punggungnya pada kursi kebesarannya. Dengan tangan yang ia ketuk-ketukkan di atas meja. Sedangkan Arya sedang berdiri di depan meja atasannya itu, sambil menunduk. Ekspresinya sudah seperti anak sapi yang akan dibawa ke tempat jagal. "Kamu, tau apa yang sudah kamu lakukan?" tanya Clara sambil menatap tajam ke arah Arya. "Maaf, saya sudah melakukan kesalahan, Nona." Arya tetap menunduk. Clara menghela napas, kesal rasanya. Setelah tadi sempat adu mulut dengan orang tuanya, yang memaksa dirinya untuk menikah dengan Arya. Apa? Menikah? Dengan Arya? Jangan bercanda! Mana bisa dirinya itu bertahan dengan lelaki yang sudah seperti robot itu? "Ar, hotel di Jakarta itu banyak. Banyak, banyak, banyak, banyak banget malah! Tapi, kenapa harus di hotel milik Kak Barack? Kenapa?" tanya Clara sambil menatap nanar ke arah Arya. "Maaf, saya — " "Berhentilah meminta maaf!" bentak Clara. "Ma — " "Stop! Kamu tau? Kata maaf tidak akan mengubah segalanya!" Clara kemudian mengusap wajahnya dengan kasar, ketika mengingat bagaimana Alex dan Jessy memaksanya untuk menikah dengan Arya. ~ Beberapa jam yang lalu ~ "Papa mau, kalian menikah," kata Alex sambil menatap Clara dan Arya bergantian. Clara tercengang, apa katanya? Menikah? Baru juga ia dikejutkan dengan foto yang diberikan oleh papanya, tetapi kini dia hampir dibuat mati muda gara-gara ucapan papanya. "Menikah? Apa maksudnya, Pa?" tanya Clara tak mengerti. "Iya, menikah. Papa tau, kalian semalam sudah bermain api. Dan menikahlah, sebelum hasil perbuatan semalam kalian membuahkan hasil," ucap Alex dengan santai. "Pa, Clara bisa jelaskan!" kata Clara sambil menggenggam erat foto yang diberikan papanya. "Apa yang ingin kamu jelaskan, Clara?" Alex memberikan kesempatan pada putrinya, untuk menjelaskan. "Iya, semalam aku mabuk. Dan aku akui, jika perbuatan aku semalam itu udah keterlaluan. Tapi, aku sama Arya nggak ngelakuin apa-apa, Pa! Bermain api? Perbuatan konyol apa itu?" jelas Clara dengan berapi-api. Jessy malah tersenyum melihat anak bungsunya. Kemudian wanita cantik itu pun mengeluarkan sebuah foto dari dalam tasnya. "Tidak bermain api? Oh benarkah seperti itu?" tanya Jessy pura-pura tak tau. "Iya, Mama percaya sama Clara, kan?" Clara tersenyum, karena merasa mamanya akan berada di pihaknya. "Iya, kalian tidak bermain api. Lalu, darah apa ini? Noda darah ini ada di sprei yang kalian gunakan, lho," kata Jessy sambil malu-malu menyerahkan foto itu pada Clara. Sedangkan tangan Clara bergetar saat tangannya menggenggam foto itu. Ah, bahkan dirinya sudah tidak bisa mengelak lagi. Lalu Clara menatap ke arah Arya, yang sedari tadi hanya diam membisu, tak memberikan komentar apa-apa. Arya membalas tatapan Clara, tatapan wanita itu menjelaskan supaya dirinya pun ikut menjelaskan. "Ar, bagaimana? Jadi, kejadian semalam itu benar?" tanya Alex pada Arya, yang sedari tadi diam. Clara masih menatap Arya dengan tajam, kepalanya menggeleng, meminta agar Arya tak menceritakan perkara kejadian semalam. "Maaf, Tuan. Kejadian semalam itu ...." Arya menggantung ucapannya. Membuat orang-orang yang ada di dalam ruangan semakin penasaran. Sedangkan Clara, wanita itu masih menggelengkan kepalanya. Memberikan isyarat agar Arya tak memberi tau orang tuanya. "Iya, semalam kita sudah bermain api. Dan, Nona sendirilah yang membawa saya ke atas ranjang." Ah .... Wajah Clara langsung berubah pias. Bagaimana bisa lelaki itu menceritakan semuanya pada orang tuanya? Dan sampai menceritakan, jika dirinya lah yang membawa Arya ke atas ranjang? "Aduh, mama nggak tau, ternyata anak mama kuat banget, ya? Sampe bisa narik Arya ke atas ranjang," goda Jessy pada anaknya, Clara. Sedangkan Clara hanya diam, menunduk. Sudah dipastikan jika wajahnya sudah semerah kepiting rebus. "Jadi, pertanggung jawaban seperti apa yang kamu inginkan, Arya?" tanya Alex sambil menatap Arya yang sedari tadi diam. Clara membulatkan matanya, terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh papanya. Hey, sepertinya papanya itu lupa! Bukan Arya satu-satunya yang kehilangan keperjakaan, tetapi dia juga! "Pa, apa maksudnya? Aku juga di sini korban, Pa! Aku juga, kehilangan keperawanan aku!" teriak Clara sambil berkacak pinggang. "Tapi menurut papa, di sini Arya sebagai korbannya. Karena kamu sudah menyeret dia ke atas ranjang, secara tidak langsung kamu menyerang dia dan memaksanya, sehingga permainan panas pun terjadi. Benar, kan?" tebak Alex. Terdiam, lagi-lagi Clara terdiam. Papanya itu hampir tau semua kejadiannya. Clara jadi ragu, apakah papanya itu seorang cenayang? "Papa seorang cenayang, ya?" Tiba-tiba pertanyaan konyol itu keluar dari mulut Clara. "Apa maksudnya?" Alex tak mengerti. "Kenapa Papa bisa tau hampir setiap kejadiannya?" "Papa bisa lihat, di leher Arya, ada tanda berwarna merah. Itu bekas gigitan nyamuk? Oh, tentu saja bukan! Papa tau itu bekas apa, karena hal itu juga yang papa lakukan pada mama kamu dulu. Ah, bahkan sampai sekarang juga." "Ih, Papa! Jangan bongkar rahasia kita, dong!" keluh Jessy sambil memukul lengan suaminya, malu-malu. Kemudian mata mereka semua menatap ke arah Arya, menunggu lelaki itu memberikan jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Alex tadi. "Saya ...." Arya menggantung ucapannya. "Ya? Kamu mau pertanggung jawaban seperti apa dari Clara?" tanya Alex. "Saya tidak ingin pertanggung jawaban apa-apa dari Nona Clara," ucap Arya, sambil mengepalkan tangannya. Clara bernapas lega, setidaknya sekretarisnya itu tidak meminta pertanggung jawaban dari dirinya. "Kamu serius, Ar? Kalo nanti Clara hamil, bagaimana?" Jessy angkat bicara. "Benar, apa yang dikatakan istri saya. Bagaimana nanti jika Clara hamil?" tanyamtanya Alex, sambil membenarkan ucapan istrinya. "Nggak mau pokonya!" tolak Clara. Bagaimana bisa ia menikah? Di saat perasaannya masih tertuju pada Mike? Ia tidak mungkin mempermainkan pernikahan, bukan? "Kamu nggak mau nikah? Kalo nanti hasil dari perbuatan kalian membuahkan hasil, bagaimana?" Jessy mencoba untuk membujuk anaknya. "Lalu, kalau seandainya kita menikah. Tapi justru Clara nggak hamil, bagaimana?" teriak Clara, sebisa mungkin ia ingin menolak pernikahan ini. Suasana ruang kerja Clara menjadi semakin mencekam. Wanita itu menelan ludahnya dengan susah payah, saat melihat papanya — Alex, sudah memasang wajah serius. "Baiklah, papa nggak akan maksa kamu. Ini hidup kamu, dan kamu sudah dewasa. Nggak seharusnya papa ikut campur. Papa yakin, kamu bisa menghadapi segala konsekwensinya di kemudian hari. Papa pamit." Alex bangkit dari duduknya, kemudian berjalan menuju ambang pintu, sambil diikuti oleh Jessy. Menghentikan langkah, lalu Alex menengok ke arah Clara sebelum lelaki itu membuka pintu, dan keluar dari ruangan kerja anaknya. "Papa harap, kamu nggak menyesali apa yang sudah papa tawarkan tadi. Dan juga, jangan sampai membuat nama besar keluarga Nugroho rusak, gara-gara sifat egois kamu itu!" Sudah, setelah mengatakan itu Alex keluar dari ruang kerja Clara. Sedangkan Jessy, sempat menatap iba ke arah putrinya itu, lalu bergegas menyusul suaminya. ~ Saat ini ~ Clara menghela napas berat. Ucapan papanya itu mampu membuat mood-nya sedikit memburuk. Bahkan wanita itu tak memiliki gairah untuk sekedar melihat dokumen, yang sudah menggunung. "Nona, apa Anda baik-baik saja?" tanya Arya khawatir. "Apa aku terlihat baik-baik saja, Ar?" "Tidak, Anda tidak terlihat baik-baik saja." "Baiklah, sudah tau, kan?" Kemudian keduanya sama-sama terdiam. Tenggelam dengan pikiran mereka masing-masing. "Ar, bagaimana jika nanti aku hamil?" Pertanyaan itu lolos dari mulut Clara. "Maaf, saya tidak tau, Nona." Clara menatap Arya jengah, bagaimana lelaki itu menjawab pertanyaan dengan jawaban yang seperti itu? "Hei, setidaknya berikan jawaban yang masuk akal! Aku tau, ini semuanya salahku. Tapi, kamu juga turut andil dalam permainan panas malam itu!" "Jika seandainya Nona hamil, mungkin lebih baik kita menikah?" Clara menyipitkan matanya, menikah katanya? Astaga! Di waktu sepagi ini, sudah berapa kali dia mendengar kata nikah? "Kenapa menikah?" tanya Clara heran. "Nona tidak mau kan jika nanti tersebar gosip, jika Nona hamil di luar nikah. Lalu, kejadian tersebut akan mencoreng nama baik keluarga Nugroho." Oh, benar juga apa yang dikatakan oleh Arya, Clara setuju. "Benar juga apa yang kamu katakan." "Iya, terimakasih Nona atas pujiannya." "Jadi, kapan kita akan menikah?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD