Clara turun dari mobil, dan bergegas masuk ke dalam rumah, sambil diikuti oleh Arya di belakangnya. Di ruang keluarga, Clara melihat kakaknya - Barack sedang duduk bersama orang tuanya. Tidak biasanya kakaknya itu ada di rumah. Ada hal apa, yang sampai membuat Barack Setia Nugroho itu duduk bercengkrama bersama Jessy dan Alex?
"Baru pulang?" sapa Barack saat melihat adiknya baru saja pulang.
"Iya, Kakak udah lama?" tanya Clara sambil memeluk kakaknya, hal yang sudah ia lakukan sedari dulu, memeluk kakaknya saat bertemu.
Lalu Jessy menatap Arya yang masih mematung, belum mendudukkan diri di sofa. Sepertinya lelaki itu menunggu diperintah dulu, baru akan duduk.
"Eh, duduk sini, Ar!" kata Jessy sambil menunjuk sofa kosong di samping Clara.
Arya hanya mengangguk, lalu duduk di samping Clara. Lelaki itu duduk seperti biasa, tak terlihat kecanggungan dalam wajahnya. Ya karena lelaki itu sudah terbiasa berada ditengah-tengah keluarga Nugroho.
Karena papa Arya sendiri bekerja sebagai sekretaris Alex, papanya Clara. Dan pekerjaan Arya sekarang pun ia dapat dari Alex. Lelaki itu menyuruh Arya agar membantu Clara merintis GW Group. Awalnya dia ingin menolak, karena dia ingin bekerja di tempat lain, tidak berada dalam lingkup keluarga Nugroho.
Tetapi papanya itu terus memaksanya, dan akhirnya mau tak mau pun dia menerima pekerjaan itu. Bahkan di awal-awal Arya bekerja dengan Clara, lelaki itu sangat kaku, tidak seperti sekarang.
Entah menurun dari mana sikap kaku nya itu. Padahal papa dan mamanya termasuk termasuk orang yang cukup menyenangkan jika sedang berbaur dengan orang lain dan juga yang pasti tidak se-kaku Arya ya.
"Habis lembur?" tanya Alex sambil menatap putrinya yang sedari tadi diam.
"Em ... ya begitulah," dalih Clara. Tidak mungkin juga dia mengatakan jika dia habis bertemu dengan Mike, kan?
Orang tua Clara tau, jika anak bungsu mereka sedang dekat, dengan seorang aktor yang kini namanya tengah naik daun. Ya meski insting mereka sebagai orang tua mengatakan, jika anaknya itu memiliki hubungan lebih dari sekedar - dekat - dengan Mike.
Tapi mereka mencoba untuk mempercayai anaknya, dan mengenyampingkan insting mereka. Alex dan Jessy yakin, jika Clara memiliki alasan khusus kenapa dia tidak berterus terang mengenai hubungannya dengan Mike, pada mereka.
"Gimana produk yang mau kamu luncurkan? Udah oke?" tanya Alex, sambil menatap putrinya yang terlihat lebih kalem dari biasanya.
"Ya, sejauh ini oke, Pa. Nggak ada hambatan apapun."
Sesekali mata Clara melirik ke arah Arya, yang sedang duduk tak jauh darinya. Entah kenapa, semenjak insiden malam yang panas terjadi di antara mereka. Clara jadi kurang nyaman saat berdekatan dengan Arya.
Malu. Iya, wanita itu malu. Bagaimana bisa dia menyeret seorang lelaki ke atas ranjangnya? Bukankah ini kebalikan dari novel-novel yang dulu pernah ia baca. Di novel, mereka menggambarkan seorang lelaki yang membawa seorang perempuan ke atas ranjang mereka. Dan adegan selanjutnya kalian pun bisa mengetahuinya.
Tapi, ini? Bahkan dia menarik Arya, menyerang lelaki itu, saat dirinya di bawah pengaruh alkohol. Arya bisa saja melaporkan dirinya pada pihak yang berwajib, atas tuduhan tindakan asusila.
Beruntungnya lelaki itu tidak berencana melaporkan perbuatannya pada pihak berwajib. Jika Arya sampai melaporkannya, tamat sudah riwayatnya! Apa lagi di saat-saat penting seperti, dirinya yang akan mengeluarkan produk baru.
"Nyonya, makan malam sudah siap," ucap salah satu asisten rumah tangga.
"Oh, baik. Terimakasih."
"Iya, sama-sama, Nyonya."
Setelah itu Jessy beranjak dari duduknya, dan mengajak semuanya untuk menuju meja makan, karena makan malam sudah siap.
"Saya permisi, Tante," pamit Arya saat yang lain sudah berjalan menuju meja makan.
"Lho, kenapa? Makan malam dulu ayo, nanti baru pulang," ajak Jessy.
Arya menatap Clara sejenak, lalu kembali kembali mengutarakan keinginannya untuk pulang.
"Nggak, nanti saya makan di rumah saja, Tan," kata Arya.
Sebenarnya dia tak ingin membuat Clara merasa tak nyaman dengan kehadiran dirinya. Karena sedari tadi, Clara banyak diam. Tidak seperti biasanya yang selalu mengoceh, seperti burung beo.
"Cla, kamu ajak Arya buat makan dulu." Kini suara Alex terdengar menginterupsi.
Dengan malas, Clara beringsut dari duduknya, dan berjalan ke arah Arya yang masih berdiri mematung tak jauh dari meja makan. Lalu menarik lengan lelaki itu, dan memaksanya duduk di samping kursinya.
Arya menatap Clara, meminta penjelasan atas tindakan yang baru saja dilakukan atasannya itu.
"Makan dulu, baru nanti pulang. Kalo masih mau membantah, aku potong gaji kamu 50%." Clara memberikan ancaman yang cukup ampuh pada Arya.
Lelaki itu menurut, duduk dengan manis, lalu makan dengan tenang. Tak ada bantahan yang keluar dari mulutnya,
Alex dan Jessy hanya tersenyum melihat interaksi keduanya. Mereka benar-benar berharap, jika keduanya bisa menjalin hubungan yang lebih dari sekedar atasan dan bawahan.
Mengingat umur Clara yang sudah lebih dari cukup untuk membina rumah tangga, dan mereka pun sudah ingin menimang cucu.
Sedangkan Barack, belum menikah juga karena hatinya masih belum terbuka untuk wanita lain. Hatinya sudah terpaut pada Angel, seorang guru yang sudah membuatnya jatuh cinta.
Tapi sayang, cintanya harus kandas. Karena Angel menghadap Tuhan lebih dulu, dan meninggalkan Barack seorang diri. Kecelakaan beruntun di jalan tol, merenggut nyawa gadis itu.
Padahal Barack berencana ingin melamar gadis itu, dan Angel pun memutuskan ingin memberi tau orang tuanya terlebih dahulu, mengenai lamaran yang akan dilakukan Barack.
Tetapi, takdir berkata lain. Angel menghembuskan napasnya saat sedang dilarikan ke rumah sakit. Barack yang mendengar hal itu tak kuasa menahan tangisnya.
Bahkan perusahaannya harus dipegang oleh Alex untuk sementara waktu, karena kondisi Barack yang tidak memungkinkan untuk mengelola perusahaan.
Setelah makan malam, Arya langsung pamit pulang. Dan Jessy pun akhirnya memberikan ijin, karena tak mungkin juga dia terus menahan anak orang.
Semuanya sudah berkumpul di ruang keluarga, menikmati pencuci mulut yang dihidangkan oleh asisten rumah tangga.
"Cla, kamu masih pacaran sama Mike?" tanya Jessy tiba-tiba.
Mendengar pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan oleh Jessy, membuat Clara tersedak oleh teh yang sedang ia minum.
"A - apa maksud Mama?"
"Kamu, masih pacaran sama Mike?" Jessy mengulang pertanyaannya.
"P - pacaran?" Clara memastikan, jika pendengarannya tidak salah.
"Iya, pacaran."
"Aku nggak pacaran sama Mike, Ma," jawab Clara. Karena memang kenyataannya seperti itu, dia tidak pacaran dengan Mike. Karena sudah putus.
"Iya nggak pacaran, karena udah putus," imbuh Barack.
"Kakak tau dari mana?" tanya Clara panik.
Barack tersenyum. "Menurut kamu?"
Clara tersenyum, dia sepertinya tau dari mana kakaknya itu tau. Arya! Ya, lelaki itu yang memberi tau semuanya. Jika bukan Arya, lalu siapa lagi? Karena tak ada yang tau hubungan antara Mike dan dirinya, selain Arya dan manager Mike.
Selain menjadi ekretaris Clara, Arya pun bertugas menjadi mata-mata orang tuanya. Ya, Clara tak mempermasalahkan itu, toh karena dia tak pernah macam-macam dengan lawan jenisnya.
"Arya?" tebak Clara.
Barack hanya tersenyum, lalu mengedikan bahu. Clara ikutan tersenyum, akhirnya hubungannya dengan Mike terbongkar, di saat hubungan mereka telah kandas.
"Jadi bener, kamu sama Mike itu pacaran?" Kini Alex yang bertanya.
"Ya, itu dulu. Tapi sekarang nggak," balas Clara santai.
Karena orang tua Clara tidak pernah melihat seseorang dari kastanya. Bagi mereka, semuanya sama, tak ada yang berbeda. Keluarga Nugroho memang sangat menjadi panutan, karena sifat mereka yang selalu rendah hati dan tidak gila hormat.
Mereka pun tak pernah memaksa anak mereka, untuk menikah dengan orang yang derajatnya sama tinggi seperti mereka. Selagi orangnya itu baik, dapat dipercaya, dan juga bisa menyayangi anak mereka, maka mereka akan merestuinya.
"Syukurlah kalo udah putus," sahut Alex bernapas lega.
Entah kenapa, baru mendengar anaknya dekat dengan seorang aktor membuat hati Alex dan Jessy tak tenang. Mereka mungkin membebaskan anak-anaknya dalam memilih pasangan. Tapi, jika pasangannya adalah seorang aktor, mereka kurang menyetujuinya.
Karena mereka tidak ingin anak mereka sakit, melihat pasangannya yang bermesraan dengan lawan mainnya. Meski itu hanya sebuah akting, tetap saja. Mereka tak ingin, dan tidak rela. Sesederhana itu alasan kenapa mereka tidak menyukai Mike, tetapi malah disalah artikan.
"Papa nggak setuju ya kalau aku punya hubungan khusus sama Mike?" tanya Clara hati-hati.
"Em ... ya bisa dikatakan seperti itu."
"Kenapa? Apa karena pekerjaannya?" tebak Clara.
"Bisa jadi?" sahut Alex ambigu.
"Kenapa?" Clara benar-benar penasaran, kenapa orang tuanya itu tidak menyukai Mike. Padahal, mereka mengatakan jika Clara sendiri bebas mencari pasangan hidup.
"Karena kami tidak ingin kamu terluka, Sayang." Kini Jessy angkat bicara.
Clara masih diam, menunggu penjelasan orang tuanya.
"Kami tidak ingin melihat kamu terlalu, dengan menyaksikan suami kamu bermesraan dengan wanita lain. Meski itu hanya sebuah akting, tetap saja, kita tidak rela," jelas Jessy, dengan nada bicara yang sangat halus. Agar anaknya itu mengerti, alasan mereka kurang menyukai Mike.
Clara tersenyum, dia beruntung memiliki orang tua seperti Alex dan Jessy. Mereka menjadi orang tua yang sangat baik bagi Barack dan juga Clara. Ya, itulah yang dirasakan oleh mereka berdua sebagai anak.
Jessy dan Alex tak pernah membanding-bandingkan mereka dengan orang lain, menjadikan anak tetangga sebagai perbandingan. Mereka tak pernah menuntut kesempurnaan dari anaknya, mereka hanya meminta lakukan yang terbaik untuk hidupmu kedepannya. Mereka sebagai orang tua yakin, jika anak mereka memiliki potensi masing-masing.
Seperti sekarang, Barack dan Clara mengembangkan usaha yang mereka mau. Perusahaan Barack bekerja dalam bidang properti, dan Clara berkerja di bidang kosmetik.
Clara menghambur ke arah Alex dan Jessy, memeluk keduanya secara bersamaan. Dan mengucapkan terimakasih kepada mereka berdua, karena sudah menjadi orang tua yang baik untuknya.
*******
Setelah makan malam, Arya berpamitan untuk pulang. Dan akhirnya Jessy pun membiarkan Arya pulang, dan tak menahannya.
Arya pulang dengan mengendarai mobil miliknya, yang ia taruh di kediaman Nugroho. Lelaki itu harus bangun lebih awal, lalu menjemput Clara dan setelah itu baru berangkat ke kantor, dengan menggunakan mobil milik Clara.
Selama dalam perjalanan menuju rumah, Arya merasa dirinya sedikit aneh. Ada yang tak beres dengan jantungnya. Apa lagi saat berdekatan dengan Clara, jantung lelaki itu selalu berpacu dengan sangat cepat.
Padahal, sebelumnya dia tak pernah seperti ini. Jantungnya selalu berdetak dengan normal, bahkan saat kulitnya tak sengaja bersentuhan dengan kulit halus milik Clara.
Tetapi semuanya berubah, setelah kejadian panas itu. Dan melihat dari reaksi yang Clara berikan, sepertinya wanita itu pun merasa tak nyaman jika berada di dekatnya.
Itulah kenapa alasan dirinya cepat-cepat pamit undur diri, karena tak ingin atasannya itu merasa tak nyaman karena kehadiran dirinya.
Setelah hampir setengah jam menempuh perjalanan, akhirnya mobil Arya sudah memasuki perumahan yang elit. Gerbang pun dibuka, saat dirinya memberikan klakson sebanyak tiga kali.
Mobil masuk ke dalam garasi, dan Arya pun keluar dari mobil. Masuk ke dalam rumah, melalui pintu yang ada di garasi, yang langsung membawanya menuju ruang tengah.
"Baru pulang, Ar?" tanya Tania - mamanya Arya.
"Iya, Ma," sahut lelaki itu singkat.
Bahkan saat di rumah pun, dia irit bicara. Tak banyak bicara, dia akan mengeluarkan suaranya jika ditanya saja. Selebihnya dia akan diam, membisu.
"Tumben telat?" Kini Joni yang bertanya - papanya Arya, sekretaris Alex.
"Iya, tadi di suruh makan malam dulu di sana." Setelah mengatakan itu, Arya berencana untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Baru saja dia menaiki dua anak tangga, langkahnya terhenti saat mendengar perkataan papanya.
"Jadi, kapan kamu akan menikah?"
Seperti biasa, papanya itu selalu menyinggung perkara yang sedikit sensitif bagi Arya. Lelaki itu bahkan menutup hatinya rapat-rapat, kala tak mendapatkan restu dari orang tuanya.
"Nanti, kalo inget," jawab Arya malas.
"Nanti Minggu, kamu ada kencan buta. Dengan anaknya direktur Handoko."
Perkataan Joni mampu membuat Arya kembali menghentikan langkahnya, dan memutar tubuhnya. Menatap papanya yang sedang duduk, sambil membaca surat kabar.
"Kenapa? Aku bahkan tak bisa melakukan apa yang aku mau? Bahkan untuk sekedar teman hidup pun, aku tak bisa memilih sendiri?" tanya Arya, masih dengan posisinya di atas anak tangga.
"Karena papa ingin yang terbaik untuk kamu." Hanya itu yang keluar dari mulut Joni.
Dan, arya tak cukup puas dengan jawaban yang diberikan oleh papanya. Lelaki itu tertawa, untuk sekian lamanya, dia baru tertawa lagi.
"Alasan yang sangat klise! Padahal, apa yang Papa lakukan, belum tentu baik bagiku!" tegas Arya, sambil mengepalkan tangannya. Sampai urat-urat tangannya timbul.
"Kamu lihat Kakak kamu, Paris? Dia bahkan sekarang sudah hidup enak, mendapatkan pasangan yang baik, dan apapun yang dia inginkan selalu dituruti oleh suaminya. Kamu tau, berkat siapa dia seperti itu? Berkat papa!" ucap Joni dengan suaranya yang sudah naik satu oktaf.
Arya tersenyum, dia memang membenarkan apa yang diucapkan papanya. Kakak perempuannya, Paris sudah hidup enak. Ya, semua itu memang berkat papa. Tapi percayalah, apa yang disuruh oleh papa memang apa yang diinginkan oleh Paris. Sehingga wanita itu tak merasa tertekan, saat melakukan semua perintah papanya.
Termasuk perjodohan yang dilakukan Joni untuk Paris. Siapa sangka jika lelaki yang akan dijodohkan dengan Paris, adalah senior di kampusnya, yang sudah lama Paris suka. Dan sebaliknya, lelaki itu pun sudah menyukai Paris sejak di bangku kuliah.
Ah, sayangnya apa yang disuruh oleh Joni semuanya bertentangan dengan apa yang Arya mau. Mulai dari jurusan yang akan ia ambil saat kuliah, pekerjaan, bahkan sampai sekarang pasangan hidup pun, Joni yang menentukan. Bukankah perlakuan papanya itu sedikit memaksakan takdir?
"Ya, Kak Paris memang selalu menjadi kebanggaan kalian!"
Setelah mengatakan hal itu, Arya langsung bergegas menuju kamarnya. Tak ingin tinggal lebih lama, takut emosinya tak bisa ia kontrol dan akhirnya meledak.
Saat masuk ke dalam kamar, Arya langsung bergegas menuju kamar mandi. Mendingan kepalanya, agar tak kembali tersulut emosi.
Sudah beberapa pula Joni mengatur kencan buta untuk Arya, dan lelaki itu selalu menolak. Bahkan sekalinya berangkat pun, dia akan membuat pasangan kencannya jengah dengan sikapnya.
Setelah selesai mandi, Arya memutuskan untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Dengan harapan esok pagi akan lebih baik dari hari ini.