10. Fix gila beneran

1301 Words
Tarendra berusaha abai mengenai percakapannya dengan Karnaka tadi. Urusan keputusan Opa Salim atau soal Karnaka mau mendekati siapa, Tarendra berusaha mengabaikannya. Lagi pula Karnaka mau mendekati siapa itu hak mutlak milik pria itu. Ketika Karnaka keluar, Tarendra berusaha meraih kembali seluruh fokusnya dengan menatap lurus ke layar laptopnya. Tarendra memiliki banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan karena walau ia memiliki anak buah tapi ia sendiri memiliki proyek yang murni ia tangani sendiri. Proyek-proyek ekslusif Track dan proyek perusahaan yang ia bangun bersama dengan teman dekatnya Rayyan Abraham menjadi pekerjaannya sehari-hari. Namun sialnya ucapan Karnaka membuat Tarendra kehilangan fokusnya. Tarendra mulai khawatir Karnaka membuat ulah dengan bermain-main dengan Kilara. Tidak. Jangan salah paham soal Kilara. Kilara bukan orang spesial bagi Tarendra tapi Kilara adalah adik Khavi yang menjadi temannya semasa SMA. Tarendra merasa harus menjaga Kilara karena ia mengenal Khavi. Tarendra mendadak bergidik sendiri kalau sampai Karnaka membuat ulah dan efeknya menjadi panjang dan berujung pada hubungannya dan Khavi. Tarendra dan Khavi memang sudah lama sekali tidak bertemu. Pertemuan terakhir mereka saat momen kelulusan sekolah dan setelah itu Tarendra tidak pernah ikut acara sekolah mereka dulu seperti reuni atau pun grup alumni yang dibuat oleh sekolah mereka dulu. Tarendra terlalu sibuk untuk belajar demi mencapai idealismenya. Tarendra ingin sukses dengan kerja kerasnya sendiri. Ia ingin mendirikan kerajaannya sendiri dan nanti di masa depan ia bisa dengan bangga mengatakan bahwa ia membangun semua dari nol dengan tangan dan kerja kerasnya sendiri. Fokus yang gagal pria itu dapatkan membuat Tarendra memutuskan untuk keluar dari ruangannya untuk menyegarkan pikirannya yang melantur kemana-mana dan pada akhirnya bukannya segar pikirannya semakin ruwet karena ucapan Putri. "Mas Bagas dan lainnya sedang di jalan kembali ke kantor, Pak. Kalau Kilara keluar makan siang sama Pak Karnaka tadi Pak Karnaka ajak Kilara makan siang bareng berdua. Bapak mau titip makan siang? Saya bisa bantu pesankan." Tarendra menggelengkan kepalanya dan masuk ke dalam ruangannya lagi. Informasi dari Putri membuat perasaan Tarendra semakin kusut. Tarendra memilih membuka pekerjaan anak buahnya dan matanya menemukan sebuah kesalahan dan kepala Tarendra semakin berdenyut. Emosinya mendadak melenggak naik dan ketika Tarendra mengecek nama proyek yang sedang ia lihat Tarendra sadar bahwa ini adalah hasil pekerjaan tim Kilara dan sebuah seringai muncul di wajah Tarendra. Tarendra menghubungi Kilara dan sialnya wanita itu tidak mengangkat panggilannya membuat emosi Tarendra semakin memuncak layak gunung meletus dengan lava yang sudah meluap-luap. Tarendra kesal bukan main karena Kilara terlalu fokus dengan Karnaka sehingga mengabaikannya. Kini wanita yang membuat emosinya naik itu sudah duduk dihadapannya dengan wajah tegang. Tarendra sadar diri bahwa ia tidak bisa bersikap santai saat ia menemukan sebuah kesalahan. Bagi Tarendra kesalahan sekecil apapun menunjukan bahwa si pekerja tidak serius dalam mengerjakan pekerjaannya. Tarendra memasang wajah datar tapi percayalah wajah Tarendra ini nampak seperti hendak menelan Kilara bulat-bulat. Aura gelap menguar dari tubuh Tarendra dan hawa dingin dalam ruangan Tarendra seakan menusuk hingga ke tulang. Kilara yang sudah duduk di hadapan Tarendra pun layak hewan yang ketakutan dimangsa predator yang lebih besar darinya. "Kamu periksa dokumen yang kamu kerjakan sebelum kamu kirim ke saya?" Kilara dengan jantung berpacu mengangguk. Tarendra mendengus dan pria itu melepaskan pulpen yang ia pegang dengan kasar hingga terdengar bunyi kencang. "Kalau kamu sudah periksa kenapa bisa ada kesalahan, Kilara?" Demi apapun jantung Kilara seperti hendak meledak karena sudah berpacu dengan begitu cepat. Kilara yakin ia melakukan kesalahan besar hingga Tarendra semarah ini dan Kilara sungguh berharap kalau ia memiliki kekuatan mempercepat waktu agar ia bisa lari dari situasi yang saat ini terjadi. Tarendra berdecak melihat keterdiaman Kilara. "Lain kali bekerja yang fokus! Jangan sibuk pacaran sehingga kamu lalai seperti ini!" "Saya enggak pacaran kok, Pak." Kilara mencicit memberanikan diri menjawab karena memang ia tidak pacaran. Pacaran sama siapa? Waktunya sudah habis di depan laptop. "MASIH BERANI JAWAB KAMU?!" Kemarahan Tarendra memuncak lagi. Kilara meringis. Bela diri juga salah. Ish! "Kamu cek ulang pekerjaan kamu itu. Bikin saya sakit mata aja. Kamu ini bukan anak lulusan baru. KERJAKAN SEGERA SANA!" Suara Tarendra menggelegar di akhir kalimatnya membuat Kilara berjengkit kaget. Kilara keluar dari ruangan Tarendra. Lama-lama beneran sakit jantung gue disini. Kilara duduk di kursinya dan tidak lama kemudian Tarendra keluar dari ruangannya dengan wajah yang gelap. Jika dianalogikan sebagai sebuah kota, Tarendra adalah kota yang luluh lantak karena sebuah bencana super duper dahsyat yang menghancurkan kota itu tanpa sisa. Kota itu berantakan. Teman-teman Kilara bahkan menahan nafas mereka secara spontan saat Tarendra keluar dari ruangannya dan melewati mereka semua. Jelas teman-teman Kilara yang lain ketakutan kalau ikut-ikutan terseret dan terkena imbas kemarahan Tarendra dan mereka baru bisa kembali bernafas normal saat Tarendra sudah keluar dari ruangan mereka dan pintu ruangan mereka tertutup rapat. "Astaga, lama-lama beneran punya penyakit gue kerja disini. Gak kuat jantung dedek diginiin terus tuh," ucap Ivan dengan nada lebay. "Gue juga, Van. Udah tahunan kerja di sini jantung gue masih latihan terus tiap hari. Astaga itu keturunan Bagaskara kenapa serem bener sih. Perasaan Pak Harun kaga begitu. Ramah bener." Bagas angkat suara sambil memegangi dadaanya merasakan jantungnya yang masih berdetak cepat. "Elo bikin ulah apa lagi sih, Kilara Daniella? Badung bener elo ya bikin kita semua latihan jantung mulu." Bimo yang sedari tadi diam kini ikutan angkat suara. Kilara mendelik sambil menenggak air dari botol minumnya. Wanita itu pun menarik nafas dalam dan mulai fokus pada laptopnya. Ada sebuah balasan dari Tarendra di portal miliknya. Desain yang membuatnya diamuk oleh si Demon itu pun langsung dibuka dan Kilara dengan berhati-hati meneliti apa yang salah dari hasil kerjanya. Ada gambar yang terbalik itu adalah klu yang disampaikan bosnya dan Kilara kini sedang menelusurinya. Kilara fokus dan teman-teman Kilara sudah kembali bekerja fokus dengan pekerjaan mereka masing-masing dan tiba-tiba Kilara tertawa membuat teman-temannya menatap horor Kilara. Kilara tertawa terbahak-bahak hingga keluar air mata seakan-akan baru saja melihat sesuatu yang lucu membuat teman-temannya berpandangan satu sama lain. "Kesurupan jangan-jangan, Put." Bagas berucap pada Putri sambil bergidik ngeri melihat Kilara yang tertawa terbahak-bahak sambil memandangi layar laptopnya. Putri mendadak menoleh ngeri teman satu ruangannya itu. Putri melihat Kilara tertawa sambil menunjuk gambar desain. Putri menatap Bagas dan teman-temannya yang masih memasang wajah bingung tapi juga ada ketakutan tergambar diwajah mereka. Putri melalui lirikan matanya memberi kode pada Bagas untuk mendekati Kilara dan Bagas pun mendengus walau pada akhirnya pria itu tetap melakukannya. Bagas berdiri di depan kubikel Kilara. "Ki..." Bagas memanggil Kilara dengan hati-hati. Kilara masih tertawa dengan mata yang sudah berair. "Mas..." Kilara berusaha berbicara sambil menahan tawa sambil mengusap air mata yang terus mengalir. "Gue dimarahin tadi kenceng banget, Mas..." Kilara kembali tertawa sambil menunjuk pekerjaannya. Bagas menggaruk kepalanya kebingungan, "Salah elo apa? Kok sekarang malah ketawa begini? Gue kok ngeri elo kesurupan, Ki." Tawa Kilara meledak. Membuat teman-temannya kembali berpandangan. "Desain gue salah urutan halaman doang Mas. SALAH URUTAN HALAMAN, MAS BAGAS!" Bagas yang mendengar ucapan ngegas Kilara mendadak tersedak ludahnya sendiri. Sementara Ivan, Wilson dan Bimo sudah menahan tawa mereka dan Putri menggelengkan kepalanya. Kilara berhenti tertawa kini memasang wajah nelangsa, "Itu moster bigfoot cari tumbal apa gimana? Dia teriak-teriak ternyata salah letak halaman doang, Mas. Masya Allah. Lama-lama gue gila beneran kerja disini." Tawa dalam ruangan itu pun meledak. Bagas yang tadinya berdiri di depan kubikel Kilara kini sudah berubah berdiri di sisi Kilara dan menepuk bahu Kilara perlahan sambil berucap, "Dewasa emang berat, Ki. Sabar-sabar ya. Bukan elo doang yang suka kena terjangan badai salju yang dibawa sama Pak Tarendra. Kita semua sama nasibnya, Ki." "Gue rasa gue gila, Mas. Gue masih pengen ketawa liat ini gambar." Kilara berucap sambil menahan tawa tapi wajahnya saat ini tidak ingin tertawa malah ingin menangis. Putri yang duduk di sebelah Kilara menggeser kursinya dan ikut menepuk bahu Kilara. "Sadar, Ki... Sadar... Gue jadi takut elo gila beneran." Kilara menatap Putri dengan wajah nelangsanya, "Udah gila beneran ini gue, Mbaakkk..." Kilara mendelik sinis menatap pintu ruangan Tarendra, "Pengen gue kamekameha itu manusia!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD