8. Duo Bagaskara

1200 Words
Bagas, Bimo, Wilson dan Ivan kini sedang berdiri mengerubungi kubikel Kilara dan Putri. Deadline mereka semua sudah terpenuhi sehingga mereka semua memiliki waktu yang sedikit lebih senggang dari biasanya. Kini mereka sedang kasak-kusuk karena ada Karnaka Bagaskara dalam ruangan bos mereka. "Wah, tumben Pak Karnaka dateng langsung ke ruangan si bos. Ada apa ya?" Bimo dengan nada penasaran angkat suara. Bagas mengangguki ucapan Bimo, "Sepanjang gue jadi karyawan Pak Taren, Pak Karnaka jarang banget dateng langsung ke ruangannya Pak Taren kalau bukan karena sesuatu yang genting." Ivan yang berdiri di sebelah bagas mengangguki, "Desas-desusnya kan mereka rival buat dapetin kursi nomer satu di Track gantiin Pak Salim." "Kalau Pak Salim mundur juga masih ada anak-anaknya, Bang. Pak Harun atau Pak Riyadi sebelum jatuh ke Pak Tarendra atau Pak Karnaka." Wilson angkat bicara masuk ke dalam percakapan. Putri yang sedari tadi diam mendengarkan pun kini angkat suara, "Bahas soal tahta gini bikin gue jadi inget sama kerajaan Inggris tapi ini bedanya kerajaan Track Construction." Semua spontan terkekeh mendengar ucapan Putri. Track Construction adalah sebuah perusahaan konstruksi besar yang sudah berdiri puluhan tahun dimulai semenjak pemilik sekaligus pendiri Salim Bagaskara memulai usahanya dan menjadikan Track Construction sebagai perusahaan konstruksi yang memiliki proyek hampir di seluruh pulau di Indonesia. Track Construction mengerjakan segala jenis pekerjaan konstruksi mulai dari rumah tinggal, kantor, pabrik, hotel dan bangunan-bangunan lainnya. Semua sudah diatur dengan sedemikian rupa sehingga divisi Tarendra yang menangani proyek yang memerlukan desain pun tidak pernah sepi job. Di sisi lain divisi Karnaka yang menangani pekerjaan lapangan jelas adalah divisi paling besar dalam tubuh Track Construction. Karnaka membawahi banyak pelaksana dan penanggung jawab proyek yang mengerjakan berbagai proyek yang dikerjakan oleh Track. Posisi Tarendra dan Karnaka ini pun sempat menjadi pertentangan di dalam keluarga inti Bagaskara karena bagaimana pun seharusnya Tarendra yang memegang kendali karena Tarendra adalah garis lurus pewaris Track Construction berbeda dengan Karnaka. Namun Salim Bagaskara adalah pemegang kekuasaan dan orang yang memiliki kekuatan penuh dalam mengambil keputusan yang sifatnya tidak bisa diganggu gugat. Salim Bagaskara akhirnya menempatkan Tarendra di divisi desain dan Karnaka yang memegang divisi proyek menilai dari latar belakang pendidikan dan juga kepribadian keduanya. "Tapi sebenernya duo Bagaskara itu kombinasi yang oke loh. Track makin besar dan banyak proyek yang berhasil di dapetin semenjak Pak Karnaka dan Pak Tarendra turun tangan langsung." Bagas si karyawan paling lama di Track kembali angkat suara. Kilara si anak bontot yang bergabung di Track pun menatap Bagas karena ucapan pria itu, "Lo kerja disini udah berapa lama, Mas?" Bagas menatap Kilara sambil memasang wajah berpikir. Pria itu sedang menggali ingatannya. "Udah dari gue lulus kuliah, Ki. Umur gue dua puluh dua tahun deh kayaknya waktu itu. Gue dari staf sampe dipercaya Pak Harun jadi supervisor. Dulu tuh karyawan desain enggak sebanyak sekarang, Ki. Pak Harun dulu yang lebih banyak pegang kerjaan desain terus karyawan Pak Harun ada empat orang termasuk gue tapi yang lain udah pada cabut duluan sisa gue terus kalian-kalian masuk deh." Bagas menatap Bimo, "Rasanya Pak Taren join sama tim kita barengan elo masuk sini kan, Bim?" Bimo mengangguki ucapan Bagas, "Iya gue masuk barengan Pak Taren. Terus lahir deh tuh si Putri abis itu Ivan, Wilson terus yang paling bontot ya elo, Ki." Bimo berucap sambil menatap Kilara diakhir kalimatnya. Kilara mengangguk mendengar kisah perjalanan teman-temannya di Track. "Gue aja udah mau dua tahun kerja di sini. Kalian lebih lama ya..." Bagas dan Bimo kompak mengangguk dan Bimo angkat suara, "Track emang keliatan kejam sama kita soal kerjaan. Deadlinenya gak main-main banyaknya. Divisi kita sama divisi Pak Karnaka itu udah kayak kerja keras bagai kuda tapi kita enggak bisa pungkiri kalau gaji, bonus dan lemburan yang kita dapet di Track itu enggak main-main jumlahnya. Kalo kata orang sih kerjaan sama gaji enggak main-main." Bimo terkekeh di akhir kalimatnya. Kilara pun spontan ikutan terkekeh, "Yang orang cari itu kerjaan main-main tapi gaji gak main-main, Mas." "Enggak ada yang gitu kecuali elo yang punya perusahaan, Ki. Sekata-kata elo yang punya perusahaan juga enggak mungkin santai-santai. Butuh kerja keras buat mencapai tangga kesuksesan, Ki. Apa yang elo dapet secara instan pun bakal hancur kalo elo enggak berusaha keras menjaganya." Bagas si bijak angkat suara. Semua kompak mengangguki ucapan Bagas termasuk Kilara. Memang di dunia ini tidak ada namanya hidup enak tanpa kerja keras. Bisa sih hidup enak melalui warisan tapi warisan itu pun berasal dari kerja keras si pemilik waris dan si penerima warisan harus pandai-pandai mengelola warisannya agar warisan itu tetap bisa ia nikmati dan bahkan kembali ia wariskan ke anak cucunya nanti. Walau pun sebuah warisan intinya tetap perlu ada usaha kerja keras toh? "Tapi dimata gue kayaknya masih enak ada di timnya Pak Karnaka. Keliatan lebih cerah mukanya mereka dibanding kita." Kilara berucap dengan nada lesu. Bagas yang trauma dengan pembahasan itu pun buru-buru angkat suara, "Udah ah, jangan bahas itu lagi. Ngeri dejavu gue." Sementara itu di dalam ruangan Tarendra kini Tarendra sedang duduk berhadapan dengan Karnaka. Karnaka mendatangi Tarendra karena keputusan yang dibuat oleh Opa mereka jelas membuat posisi mereka mendadak berubah. "Lo udah denger keputusan Opa Salim?" Karnaka bertanya pada Tarendra mengenai keputusan Opa Salim yang ia dengar dari Papanya. Tarendra dengan santai mengangguk, "Udah. Kenapa emangnya?" Karnaka mengumpat, "Heck! Lo ini Bagaskara tulen. Harusnya elo yang mimpin Track bukan gue, Ren. Gue ini orang lapangan gue enggak mau pusing sama segala hal yang berurusan sama operasional kantor. Elo kan yang ambil pendidikan bisnis kenapa jadi gue yang harus running ini perusahaan." Tarendra menggendikkan bahunya santai, "Ya, elo harusnya protes sama Opa sana. Kenapa protes sama gue. Sedari awal gue enggak punya ambisi buat jadi orang nomer satu di Track. Gue pengen bikin perusahaan gue sendiri diluar Track dan elo tau kalo gue lagi running perusahaan gue." Karnaka kembali mengumpat. "Terus elo pikir gue punya ambisi buat jadi orang nomer satu di Track? Otak jenius elo bisa running dua perusahaan, Ren. Jangan libatin gue soal operasional perusahaan. Elo yang harus ngomong soal ini sama Opa Salim karena Opa selalu kalah sama elo dan gue selalu kalah kalo debat sama Opa." Tarendra bersedekap melihat Karnaka yang sedari tadi misuh-misuh perkara keputusan Opa mereka. Tarendra bergabung dengan Track karena lelah mendengar ocehan Papa Harun padahal Tarendra memiliki impian bahwa ia bisa mendirikan sebuah kantor jasa arsitek dari hasil kerja keras dan kemampuannya sendiri bukan dengan menerima operan tongkat estafet yang dimiliki keluarganya. "Lo harus ngomong sama Opa Salim. Gue enggak mau dipusingin soal operasional kantor. Gue udah nyaman ngurusin anak-anak di lapangan. Orang lapangan lebih gampang gue atur dari pada urusan dengan segala hal yang prosedural." Karnaka masih misuh-misuh perkara keputusan Opa Salim. Tarendra yang melihat Karnaka masih terus misuh-misuh pun mendadak teringat akan rasa penasarannya. "Kilara tau kalo elo yang friendly itu bisa cerewet dan marah-marah gini? Elo udah kayak nyokap gue yang ngingetin bokap gue buat beliin dia tas hermes buat kado ulang tahunnya." Karnaka mendengus, "Kenapa jadi bawa-bawa si Kilara. Kita lagi bahas keputusan Opa Salim, Ren." Karnaka diam beberapa saat namun raut muka pria itu mendadak berubah, "Eh tapi bahas soal Kilara. Anak buah elo yang satu itu emang paket komplit, Ren. Gue permisi deketin dia, ya. Jangan resek, Lo." Tarendra mendadak ngehank mendengar ucapan terakhir sepupunya itu. Gimana-gimana? Siapa mau deketin siapa?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD