“Oke, cukup. Klien sudah menjelaskan apa yang dia inginkan dan kalian tinggal mengikutinya. Apa yang kalian buat sekarang ini tidak ada memenuhi keinginan klien. Ganti desainnya mulai kerjakan dari awal. Besok kita bahas lagi.” Pria bertubuh atletis dengan tinggi seratus delapan puluh sentimeter itu pun berdiri dan keluar dari ruang meeting tanpa menunggu respon dari para karyawan yang berada di dalam ruangan yang sama dengannya itu.
“Bos Kulkas, Sialan!” Kilara memaki dengan suara pelan. “Dia pikir kita punya ilmu Bandung Bondowoso kali minta revisi dari awal besok di bahas.”
Kilara meluapkan emosinya dan teman-teman satu divisinya, Bagas, Putri, Ivan, Wilson dan Bimo malah terkekeh mendengar ungkapan kekesalan Kilara padahal nasib mereka sama dengan Kilara. Desain yang sudah dikerjakan tim mereka masing-masing untuk proyek yang mereka tangani semuanya ditolak oleh bos mereka, Yang Mulia Tarendra.
Tarendra Demonio Bagaskara adalah manusia yang entah datang dari planet mana. Pria yang memiliki banyak julukan yang tercetus dari kekesalan Kilara itu sungguh berbeda dengan manusia pada umumnya. Nama bosnya saja sudah ada demon-demonnya jadi sudah bisa diprediksi seperti apa orangnya, kan? Tarendra tidak suka menunda-nunda pekerjaan. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun, kelebihan atau kekurangan satu mili saja adalah dosa besar bagi Tarendra dan siap-siap menerima amukan Sang Demon.
Tarendra layaknya manusia yang diciptakan dengaan kesempurnaan termasuk kesempurnaan otak yang pria itu gunakan dalam berpikir. Di saat manusia pada umumnya memilih untuk bermain dari pada belajar namun pria berusia tiga puluh lima tahun itu malah lebih suka belajar hingga mengambil pendidikan dual degree karena ia tertarik pada dua bidang yang berbeda dan yang luar biasanya adalah Tarendra menyelesaikan kedua bidang itu hingga jenjang magister dengan menyandang gelar magna cumlaude dan ada kabar yang beredar bahwa Tarendra sedang merencanakan untuk melanjutkan pendidikannya untuk meraih gelar doktor. Benar-benar mencengangkan! Bagaimana otaknya bisa kuat menjalani semua pendidikannya itu? Kilara saja melalui pendidikan sarjananya setengah mati dan untungnya ia bisa melaluinya dengan mendapatkan predikat cumlaude.
Jika manusia normal pada umumnya bekerja tujuh sampai delapan jam dalam sehari, dari jam delapan pagi hingga jam lima sore, tapi Tarendra bisa bekerja dari jam tujuh pagi hingga jam dua subuh. Jam dua subuh saudara-saudara! Itu jamnya kuntilanak lagi kerja buat cari mangsa ditakut-takutin tapi sayangnya Tarendra lebih menakutkan jadi kuntilanak pun enggan mendatanginya.
Di saat manusia normal menghindari masalah, Tarendra justru sangat suka saat diberi masalah dan membuat masalah. Tarendra pun sangat suka bekerja hingga saat jam makan pun Tarendra bisa membahas pekerjaan dengan antusias padahal nafsu makan lawan bicaranya sudah menguap entah kemana.
Tarendra juga beruntung di anugerahi fisik sempurna dengan wajah yang tampan dan tinggi seratus delapan puluh sentimeter yang cocok sebagai seorang model tapi kelakuannya pria itu berbanding terbalik dengan kelakuan pria itu yang jauh dari kata sempurna. IQ dan EQ Tarendra Demonio Bagaskara sepertinya berbanding terbalik karena keenam anak buahnya semua stress karena setiap hari menghadapi atasan mereka itu.
“Udah jangan kesel-kesel. Disini kita kan dipaksa menjelma jadi Bandung Bondowoso, Sistah...” ucap Bagas dengan nada enteng.
“Gue lelah revisi, Mas... Deadlinenya besok, gimana gue gak pusing.” Kilara berucap dengan nada lesu.
“Yang revisi bukan punya tim lo doang, Ki... Kita semua kena.” Putri yang sudah berdiri pun ikut angkat suara sambil mengerlingkan sebelah matanya pada Kilara diakhir kalimatnya lalu meninggalkan ruang meeting.
Kilara memasang wajah nelangsa, “Gue bener-bener pengen pindah ke timnya Pak Karnaka. Kayaknya anak buahnya enggak ada yang mengenaskan kayak kita begini.”
Wilson yang masih duduk di sebelah Kilara pun menoleh dan ikut angkat suara, “Emang lo ngerti masalah proyek minta pindah ke Pak Karnaka?”
Kilara menatap Wilson dan menggelengkan kepalanya sambil memasang wajah memelas membuat Wilson mendengus dan ikut berdiri hendak meninggalkan ruang meeting, menyisakan Kilara, Bagas dan Ivan yang masih duduk di kursi mereka masing-masing sementara Putri, Bimo dan Wilson sudah pergi meninggalkan ruangan itu.
Wilson berdiri dan menepuk pelan bahu Kilara beberapa kali kemudian berucap, “Deadline kita makin mepet. Kita harus gerak cepet supaya bisa kirim ke klien dan bonus cair, Ki.”
Si duo B, Bimo dan Bagas pun mengangguk membenarkan ucapan Wilson lalu keduanya berdiri dari kursi yang mereka duduki meninggalkan Kilara seorang diri. Kilara paham kalau sebuah proyek harus dikerjakan sesuai dengan keinginan klien dan harus selesai sesuai waktu yang sudah ditentukan tapi masalahnya Kilara dan timnya sudah berusaha semaksimal mungkin dan Kilara merasa pekerjaannya sudah memenuhi apa yang diinginkan oleh klien mereka namun sialnya sepertinya tidak hanya harus memenuhi keinginan klien tapi mereka harus memenuhi standar Tarendra.
Kilara berdiri dari kursinya meninggalkan ruang meeting dan baru keluar dari ruang meeting sebuah pesan masuk dari kakak laki-laki kesayangannya membuat Kilara tersenyum hangat. Kakaknya mengirimkan sebuah pesan yang isinya mengingatkannya untuk tidak lupa makan siang karena ia memang suka lupa makan siang yang berujung pada kambuhnya penyakit lambung yang ia miliki.
Kakaknya Kilara memang pria idaman. Kilara bahkan menjadikan Kakaknya sebagai standar yang harus dimiliki oleh pria yang hendak mendekatinya. Kakaknya tidak pernah berbicara dengan nada tinggi, begitu perhatian dan jelas selalu bersikap baik berbanding terbalik dengan temannya.
Ah, ya… Sialnya. Tarendra Demonio Bagaskara adalah teman kakaknya. Pria yang pada pertemuan pertama mereka setelah sekian lama, pria itu malah meremehkannya dengan menganggapnya ingin meminta bantuan pria itu perkara lolos interview ke Track Construction itu adalah teman kakaknya yang memiliki kelakuan berbanding terbalik dengan kakaknya dan semakin sial ternyata pria itu adalah atasan langsungnya saat ini.
“Kerjaan kamu enggak akan selesai kalau kamu cuma berdiri peganging hp buat pacaran begitu, Kilara.”
Suara yang berasal dari alam ghaib itu membuat Kilara mendelik sengit. Si Kulkas dua pintu, Yang Mulia Tarendra yang menyebalkannya itu berbicara asal njeplak membuatnya kesal setengah mati. Kilara mendadak serius mempelajari bagaimana caranya nyantet orang. Kilara kesal padahal tadinya perasaannya sudah membaik karena membaca pesan yang dikirimkan kakak kesayangannya.
“Gak usah sok tau, Pak!”
Kilara meloyor pergi meninggalkan bosnya begitu saja. Sebenarnya kalau saja di pertemuan pertama mereka dulu, Tarendra tidak bersikap menyebalkan dengan meremehkan dirinya dan menganggap dirinya ingin melakukan tindakan nepotisme hanya karena ia mengingat pria itu adalah teman kakaknya, mungkin sekarang Kilara tidak akan bersikap seperti ini pada Tarendra.
Sementara itu Tarendra yang melihat aksi Kilara pun menggelangkan kepalanya pelan sambil memandang datar wanita itu dan melanjutkan langkahnya menuju ruang kerjanya sambil berpikir apa lagi yang terjadi pada wanita itu. Tarendra merasa ucapannya tidak ada yang salah. Bagaimana pekerjaan wanita itu mau selesai kalau ia hanya berdiri dan diam saja memandangi ponselnya. Betul bukan? Tapi kenapa wanita itu malah sewot seperti itu?