CHAPTER 3

1057 Words
Andhara bergegas memacu mobil Yohana kembali ke RSUD tempat mereka dinas, beberapa porsi nasi ayam, burger dan tentu saja kentang goreng sudah ia bawakan untuk menemani Yohana menghabiskan jadwal jaganya yang nanti akan berakhir pada pukul sepuluh. Andhara melirik jam tangannya, masih pukul tujuh, lumayan lah dia nanti bisa sekedar nongkrong di IGD sekalian adaptasi dan perkenalan dengan beberapa sejawat di sana. Ia menghidupkan radio untuk mengusir sepi yang melandanya itu, sayup-sayup lagu Bad Liar dari Image Dragons itu terdengar begitu menyesakkan dadanya. Namun bukannya mematikan radio atau menganti jaringan ia malah diam menikmati sesak yang menghimpit dadanya itu. Kenapa hidupnya harus sebegini menyesakkan? Apa salahnya? Kenapa justru orang-orang yang ia cintai yang tega menyakiti dan melukainya sedalam ini? Andhara menghela nafas panjang, ia berusaha mengurai semua sesak yang ia rasakan itu. Ia harus bangkit! Tidak peduli berapa dalam dan menyakitkan luka itu, ia harus tetap melangkah dan mengadapi semua kehidupannya. 'I wish I could escape it ... I don`t wanna fake it ... I wish I could erase it ... make your heart believe ...,' "But I`m bad liar ... bad liar ... now you know ... now you know ...," Andhara setengah berteriak mengikuti irama lagu, lagu ini nampaknya sangat pas untuk menggambarkan semua yang ia rasakan sekarang. Ia mencoba untuk terlihat baik-baik saja meskipun sebenarnya ia sedang sangat tidak baik-baik saja. Seorang pembohong yang tidak ulung, tidak jago dan pembohong yang sangat buruk. Tak terasa air mata Andhara menetes, kenapa kepercayaannya yang mulai tumbuh itu harus terporak-porandakan sebegitu kejam? Andhara buru-buru menghapus air matanya ketika ia sudah sampai di halaman parkir RSUD. Ia menatap kaca mobil, menghapus sisa-sisa air mata yang menggenang itu dan memulaskan compact powder untuk menghilangkan semua sayu di wajahnya. Ia sudah lelah terlihat memprihatinkan di depan banyak orang. Ia sudah tidak ingin dikasihani, ia tidak mau dianggap lemah, cenggeng dan lain sebagainya, tidak mau! Andhara melangkah turun dari mobil sambil membawa oleh-oleh dari MCD itu. Sejenak ia menghela nafas panjang, kemudian dengan mantab melangkah masuk ke dalam IGD. Di sana nampak Yohana sedang berbincang dengan sejawat-sejawat yang lain. IGD tampak sepi. "Selamat malam, Dokter," sapa Andhara sambil tersenyum manis. "Nah ini, dokter barunya nyasar sampai IGD," Yohana bergegas bangkit lalu memperkenalkan Andhara pada beberapa koas, dokter internship dan beberapa perawat yang ada di sana, "Kenalkan ini Dokter Andhara Arunika, Sp. BS." "Hallo, salam kenal semuanya," Andhara tersenyum manis dan membungkukkan badannya. "Salam kenal, Dokter!" ujar semua yang ada di sana kompak. Andhara tersenyum, ia harap di tempat barunya ini ia bisa melupakan  semua luka hatinya dan menikmati hidup barunya. Ia bukan lagi Andhara yang dibodohi oleh kata-kata yang mengatasnamakan cinta. Ia Andhara yang kuat, tangguh dan mandiri. "Semoga betah di sini ya, Dok!" Andhara menatap perawat muda yang begitu manis dengan lesung pipitnya itu, ia hanya balas tersenym dan menganggukkan kepalanya tanda setuju. Rasanya ia memang akan lebih betah di sini, tempat yang jauh dari semua masa lalu yang menyakitkan itu. *** "Makasih banget ya, Yo buat pinjaman mobilnya," Andhara tersenyum ketika Yohana mengantarkannya ke kontrakan selepas jaga malam. Ia bahkan membantu Andhara menurunkan barang-barang belanjaan Andhara dan membawanya masuk ke dalam rumah. "Jangan sungkan. Kita sahabatan sudah lama, dulu aku malah yang sering merepotkan kamu, jadi itung-itung aku balas semua kebaikan kamu selama ini," Yohana tersenyum, ia menatap Andhara yang tampak lebih baik dari itu. "Aku bantu kamu ikhlas kok, Yo. Jangan begitu ahh!" Andhara balas tersenyum, rasanya ia beruntung punya sahabat baik macam Yohana, ia benar-benar sangat terbantu dengan semua pertolongan yang diberikan Yohana kepadanya. "Aku juga ikhlas bantu kamu, jadi jangan pernah sungkan, Oke?" Yohana menepuk lembut pundak Andhara, "Istirahatlah, besok kau sudah harus dinas bukan? Hari pertama masuk pamali kalau telat." Sontak Andhara terkekeh, apaan sih pakai pamali segala? Ia hanya mengangguk tanda mengerti dan melambaikan tangan ketika Yohana memutuskan pamit dari kontrakannya. Ia menunggu hingga mobil warna merah itu hilang dari pandangannya. Setelah mobil itu pergi dari depan kontrakannya, Andhara bergegas masuk. Mencuci bersih-bersih kaki tangannya, gosok gigi dan tidak lupa mencuci wajahnya. Jujur ia sudah tidak sabar dengan tempat dinas barunya itu. Ia harap semuanya dapat berjalan dengan baik dan tanpa kendala apapun. Andhara menatap wajah yang terpantul di cermin yang sudah menggantung di kamarnya itu. Ia tahu, pasti Yohana yang mempersiapkannya. Sungguh sahabat yang baik, bukan? Selesai ritual skincare malamnya, ia bergegas merebahkan tubuhnya. Pikirannya melayang-layang membayangkan apa yang akan terjadi padanya dikemudian hari. Apakah ia masih akan berurusan dengan laki-laki pengobral janji busuk yang mengatasnamakan cinta itu? Apakah ia bisa membuka hatinya untuk laki-laki setelah semua kejadian yang ia alami? Refleks Andhara mengelus perutnya, ada rasa pedih yang begitu menusuk dan menjalar di hatinya. Seaindanya kejadian itu tidak harus terjadi, pasti sekarang ... Andhara buru-buru memejamkan matanya, mengusir jauh-jauh bayangan-bayangan masa lalunya itu. Ia berharap pagi segera datang, dan ia harus kembali sibuk dengan pekerjaannya daripada harus meratapi nasib dan terganggu oleh bayangan-bayangan menyesakkan dada itu. *** Andhara melangkah dengan penuh rasa percaya diri ke dalam RSUD, ia tersenyum dan menyapa beberapa pegawai mulai dari pegawai administrasi hingga cleaning service yang mungkin masih asing dengan wajahnya, tentu, hari ini adalah hari pertama dia dinas bukan? Dan sepagi ini ia sudah melangkah masuk ke RSUD. Ia tidak ingin terlambat dan membuat hari pertama dinasnya jadi berantakan. "Selamat pagi, dengan Dokter Andhara?" laki-laki paruh baya itu tersenyum kemudian mengulurkan tanganya. Andhara balas tersenyum dan menjabat uluran tangan sejawatnya itu. Jika dilihat dari sneli yang ia gunakan, tentu laki-laki ini juga merupakan seorang dokter bukan? "Pagi juga, Dokter. Betul ini dengan saya Andhara." "Saya Brian, kebetulan saya penata anestesi di rumah sakit ini," gumannya memperkenalkan diri, "Saya tidak menyangka dokter bedah syaraf termuda, lulusan terbaik dari UI bersedia mengabdikan diri di rumah sakit kecil ini." "Profesi kita tidak berdasarkan pada besar kecil rumah sakit tempat kita dinas kan, Dok? Tetapi seberapa kita dibutuhkan untuk menyelamatkan hidup seseorang, untuk menjalankan dan berpegang teguh pada sumpah jabatan kita." Dokter Brian tersenyum dan mengangguk tanda setuju, dokter tidak pernah memandang besar keci rumah sakit tempat mereka dinas. Tidak memandang dari golongan mana pasiennya, miskin atau kaya, semuanya sama. Seperti apa yang sudah mereka lafazkan pada prosesi sumpah jabatan dokter mereka. "Kami merasa sangat beruntung dengan kehadiran Anda di sini, Dokter." Andhara tersenyum getir, memang iniah yang ia cari, tempat dimana ia dibutuhkan. Doanya hanya satu, semoga ia selalu dapat diandalkan dan dapat banyak menyelamatkan nyawa yang datang kepadanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD