Leon berangkat ke kantornya, Dilla yang tahu kepergiannya, segera bangun guna membersihkan dirinya, setelah selesai, Dilla memakai pakaian milik Naomi karna bajunya dirobek oleh Leon. "Astaga! Mana yang harus aku pakai?! Semua terbuka di bagian atasnya, dan lagi! Sangat pendek! Apa tidak ada baju sopan di rumah ini?! Huh! Apa gunanya kaya kalau pakaian saja tidak tertutup sepenuhnya?! Gak bisa beli bahan, ya?!" ejek Dilla, saat menatap pakaian seksi di depannya.
Baju Naomi memang tidak pas di tubuh Dilla, bahkan bisa dibilang kekecilan, Naomi sering memakai pakaian mini semasa hidupnya. Meski begitu, Dilla tetap memakainya karna dia tidak memiliki apa-apa. Tak lupa salah satu jas Leon juga menempel di tubuhnya, Dilla tidak ingin orang lain memandang pakaian agak terbuka di bagian dadanya. Untunglah ada salah satu pakaian Naomi yang panjang dan Dilla langsung memakainya, tapi tetap saja, terbuka di bagian d**a. Itulah sebabnya jas Leon harus Dilla kenakan di bagian atas tubuhnya.
"Huft ... sangat pas, untunglah salah satu pakaian Naomi ada yang panjang sampai ke mata kaki, kalau tidak! Aku pasti akan kebingungan menutupi bagian bawahnya." Gumam Dilla, lega dengan penampilannya.
Setelah selesai, Dilla turun ke bawah dan matanya melebar dengan sempurna saat menatap keindahan rumah Leon atau suami dari wanita hantu yang tadi malam merusak hidupnya.
"Astaga! Lampu kristal, peralatan mewah, lukisan mahal, lantai marmer, gorden yang indah, jendela yang luas dan ... foto itu, itu foto pria yang tadi malam merenggut kesucianku?! Keterlaluan!" Geram Dilla, sambil mengatupkan kedua bibirnya. Emosi memuncak di dalam hatinya.
Tapi ...
Pria itu sangat berkuasa, bagaimana mungkin dia mampu melawannya. Bentuk tubuhnya sangat mempesona, selain tampan, dia juga tinggi besar bak pangeran, rahang yang kokoh, tatapan mata yang tajam, dan sikap penuh percaya diri membuat wanita manapun pasti akan melemah jika berhadapan dengannya.
"Huh ... apa yang kau pikirkan, Dilla?! Cepat keluar! Meski tampan, dia lelaki yang tidak punya perasaan! Berani merenggut kesucian orang meski tahu aku bukan istrinya." Keluh Dilla, sambil mengepalkan kedua tangannya.
"Selamat pagi, Nona. Anda sudah bangun? Mari, sarapan dulu." Ajak seorang wanita tua yang menatapnya dengan penuh kelembutan.
"Eh, Anda siapa?" Tanya Dilla, kaget dengan sikapnya.
"Kau bisa memanggiku dengan sebutan, Nenek Mira, Nak."
"Nenek Mira?! Oh, maaf, Nenek. Dilla harus pergi dari rumah ini. Terima kasih atas ajakan sarapan paginya, tapi Dilla tidak lapar." Jelas Dilla membuat nenek itu membulatkan kedua mata tidak percaya.
"Dilla?!" serunya menatap Dilla.
"Iya, memangnya ada masalah, Nenek? Kenapa seperti tampak kebingungan?" tanya Dilla, harap-harap cemas menatap nenek Mira.
"Eh! Tidak! Maafkan aku, Nak. Hanya saja ... bukankah tadi malam kau menyebut namamu, Naomi?"
"Naomi?!" ganti Dilla yang kaget. "Ti-tidak mungkin, Nek. Nenek pasti salah dengar." Bantah Dilla, tidak tenang.
"Benarkah?" Nenek Mira menggaruk tengkuknya.
"Mungkin saja," lirih Dilla, bingung harus berkata apa?!
"Ya sudah, makanlah! Lupakan kejadian semalam, Nak!" perintah nenek Mira, takut membuat Dilla kepikiran, bagaimanapun juga, Leon bersama Dilla semalaman. "Pasti ada sesuatu diantara mereka," pikir Nenek Mira.
"Tapi Dilla tidak lapar, Nenek."
"Mungkin kau tidak lapar, Nak. Tapi kau harus makan! Kalau tidak! Tuan akan memarahiku! Beliau sudah mewanti-wantiku agar memastikanmu makan setelah bangun tidur. Kalau kau tidak makan, Nenek tua ini akan berada dalam masalah." Ucap nenek Mira, pura-pura sedih di hadapan Dilla, hanya itulah kemampuannya, dilihat dari cara bicara Dilla, Nenek Mira tahu bahwa Dilla tidak tegaan orangnya! Itulah sebabnya Dilla gelisah.
"Astaga! Ada-ada saja pria b******k itu! Kalau aku membuang waktuku buat makan, aku takut dia keburu datang. Aku tidak ingin melihat wajahnya! Kurang ajar!" Batin Dilla, semakin jengkel dengan atasan atau majikan nenek Mira.
"Baiklah, Nenek. Mari kita makan," ajak Dilla tidak sabar ingin segera keluar.
"Bukan kita, tapi hanya kau saja, Nak. Aku sudah makan." Bantah nenek Mira membuat Dilla menghembuskan nafas kesalnya, Dilla benar-benar tidak sabar ingin keluar.
"Baiklah ... katakan! Dimana Dilla harus makan?" Tanya Dilla dan Mira langsung menunjukkan meja makan padanya. Dilla langsung lapar melihat berbagai macam makanan lezat tersedia dihadapannya, demi agar bisa cepat pulang, Dilla makan dengan lahap.
Setelah selesai, Dilla pergi meninggalkan rumah tanpa pamit, dia tidak mau nenek Mira menghentikan langkahnya. Tapi saat sampai di gerbang kokoh milik rumah Leon, penjaga di rumah Leon menghadang jalannya. Dia kembali cemas dengan keadaannya.
"Em ... permisi, Pak. Saya mau keluar," ucap Dilla, berusaha menenangkan suaranya.
"Maaf, Nak. Kalau tidak ada hal yang penting, sebaiknya tunggu Tuan besar datang."
"Pak, ayolah ... buka gerbangnya. Dilla benar-benar ada hal yang harus Dilla selesaikan," Pinta Dilla, mengharap kemurahan hatinya.
"Maaf, Nak. Tuan besar sudah melarang. Beliau bilang, Anda boleh pulang setelah beliau datang," jawab penjaga itu semakin membuat Dilla gelisah. Dia mencari cara agar penjaga ini mau membuka pintunya.
"Em ... itulah masalahnya, Pak. Tuan besar ingin aku pergi ke kantor dan menemuinya di sana. Kalau aku tidak datang, beliau malah akan semakin marah." Bohong Dilla membuat penjaga itu gelisah.
"Mana mungkin? Jelas-jelas tadi pagi Tuan Leon bilang, jangan buka pintu jika wanita yang tadi malam datang kerumahku ingin pulang, tunggu aku datang. Begitu katanya, Nona."
"Oh ... padahal baru aja, dia menelponku untuk segera pergi buat menyusulnya kesana. Ya sudah! Aku masuk saja, tapi jika beliau marah, itu salah, Anda." Protes Dilla membuat penjaga itu salah tingkah.
Dilla berjalan dan akan kembali memasuki rumah Leon, tapi penjaga itu langsung menghentikannya. "Tunggu! Mungkin Anda benar, silahkan keluar, Nona." Ucapnya membuat Dilla bahagia.
"Astaga! Benarkah?! Terima kasih," serunya lega.
"Tapi Anda tidak akan keluar sendirian." Ucap penjaga itu membuat Dilla langsung menghentikan senyumannya.
"Em ... maksud, Anda?" Tanya Dilla, cemas.
"Supir Tuan Leon akan mengantar, Anda."
"Astaga! Apa lagi ini?! Tidak Naomi! Tidak Leon! Mereka berdua sama saja! Suka bertindak semaunya dan bisa membuatku gila! Keterlaluan!" Geram Dilla, dalam hatinya.
"Baiklah, sesuai dengan keinginan, Anda, Bapak Penjaga." Pasrah Dilla, malas berdebat dengannya.
"Terima kasih atas pengertiannya, Nona." Jawab penjaga itu sambil berusaha menahan tawa.
"Ck! Bawahannya saja keras kepala!Bagaimana dengan atasannya?!" Bathin Dilla, semakin kesal pada dua orang yang mengusik hidupnya.
Eh! Salah. Bukan dua orang, tapi satu orang, karna yang satunya adalah manusia jadi-jadian. Naomi.
Mobil mewah berhenti dihadapannya, Dilla segera masuk saat penjaga itu membukakan pintu mobil untuknya. Setelah berada di dalam, gerbang yang tak ubahnya seperti penjara bagi Dilla itu mulai terbuka.
"Huft ... akhirnya aku bisa keluar." Lega Dilla, dengan senyuman aneh dibibirnya. Dia berniat kabur saat mobil mewah yang membawanya saat ini tiba ditengah jalan.
***
JUDUL : I'm Not Her
PENULIS : Dilla 909
*****
TEKAN LOVE AND FOLLOW, SAYANG ....
TBC.