> Murka Leon <

1042 Words
Dilla meremas kesepuluh jarinya dengan gelisah, ingin kabur dari pria bernama Leon tapi tidak bisa! Rasanya sangat sesak meski pria itu tidak mengurungnya, bagaimanapun juga! Dilla tetap tidak nyaman dengan perlakuannya! Ingin kabur sejauh mungkin darinya. Ditambah lagi .... Sopir pribadi Leon benar-benar susah diajak berbicara, dia hanya patuh pada perintah atasannya saja. Sementara Dilla!! Malah semakin cemas memikirkan keadaannya. "Em ... Pak! Saya haus, boleh berhenti di depan sebentar?" Tanya Dilla berusaha mencari cara agar bisa kabur darinya. Tanpa menjawab pertanyaan Dilla, sopir pribadi Leon langsung menghentikan mobilnya. Dia keluar dari mobil dan tak lama kemudian mengunci pintunya, Dilla masih berada di dalamnya. "Hoi!! Kenapa harus dikunci, sih?! Kamu pikir aku tahanan apa?! Bukaaaa!!" teriak Dilla, mengoyang-goyangkan ganggang pintunya, tapi tak bisa terbuka. "Astaga! Dia itu tuli atau bagaimana, sih?! Masak iya dia keluar dari mobil, sementara aku dia tinggal di dalam! Dikunci lagi! Huh! Kertelaluan!" Geram Dilla, semakin kesal. "Kalau seperti ini, bagaimana aku bisa keluar?!" gerutu Dilla lagi, tidak tahan. Dia terus mencari cara sambil menoleh kesana kemari untuk kebebasan! Tapi tak ada cara satupun yang membuatnya bisa kabur. Tak lama kemudian, sopir Leon kembali datang. Dia membuka pintu mobil dan memberikan sebotol minuman pada Dilla. "Ini, Nona. Silahkan bilang saja kalau Anda ada perlu apa-apa," ucapnya membuat Dilla jengkel dan ingin sekali meninju mukanya. "Huh! Sok dingin! Atasan sama bawahan sama saja! Menjengkelkan!" batin Dilla, geram menatap sopir di depannya. "Apa ada yang masih Anda perlukan, Nona?!" serunya mengagetkan Dilla. "Oh! Tidak! Terima kasih, Pak. Anda baik sekali ... ngomong-ngomong, siapa nama, Bapak?" Tanya Dilla, pura-pura baik kepadanya, padahal dalam hati ingin memukulnya. "Suta. Nona bisa memanggilku dengan sebutan Suta! Saya sopir pribadi sekaligus tangan kanan, Tuan Leon." "Oh, tangan kanan yang sangat setia dan buruk sekali," gumam Dilla, enggan. "Anda mengatakan sesuatu?" "Ah!! Tidak! Cepat jalankan mobilnya, aku sudah tidak sabar dan ingin sekali bertemu dengan kekasihku. Leon ... " Dilla menggerutu sementara sopir itu tidak peduli. Dia menjalankan mobilnya dan langsung pergi kekantor atasannya. Dengan geram Dilla meminum sebotol air putih di tangannya. Tangan yang mulai gemetar, keringat dingin membasahi dahi Dilla. Bagaimana kalau dia gagal kabur darinya? Otomatis mau tidak mau Dilla harus berhadapan dengan orang yang telah merenggut kesuciannya. Dengan pemikiran itulah Dilla cemas menatap Suta. "Astaga! Aku harus cepat cari cara! Kalau tidak! Sopir resek ini akan membawaku padanya! Pada orang yang tadi malam ... ah sudahlah!" Dilla terus membathin dengan meremas kesepuluh jarinya. Dia sangat cemas. Sebelum sopir ini sampai dikantor atasannya, Dilla kembali membuat alasan. "Bapak Suta ... bolehkah saya mampir ke toilet umum sebentar? Saya sudah tidak tahan, aduh ... " rintihnya pura-pura kesakitan. Suta hanya diam mendengarkan ucapannya. Tapi saat sampai di pom bensin, dia menghentikan mobilnya dan membukakan pintu untuknya. "Silahkan Nona, saya akan mengantar, Anda." Ucapnya datar. "Kau gila! Mana mungkin kau akan mengantarku pergi ke toilet?! Tidak sopan!" Geram Dilla, lama-lama tidak sabar dengan perlakuannya. "Maaf, Nona. Tapi saya hanya menjalankan tugas." "Tugas-tugas! Bilang aja mau ambil kesempatan!" Gertak Dilla membuatnya menggelengkan kepala. "Anda terlalu banyak bicara, Nona. Saya akan meminta izin pada, Tuan." "Apa?! Ti-tidak usah. Baiklah! Terserah kau saja." Ucap Dilla, gelisah jika harus berbicara dengan Leon. "Bagus, mari saya antar." Ajak Suta membuat Dilla mengepalkan kedua tangannya tidak terima. Dilla pergi ke toilet bersamanya, dia sengaja berlama-lama agar sopir itu merasa jengah dan meninggalkan dirinya. Saat seperti itu akan mempermudah Dilla buat kabur darinya. Tok... Tok... Tok... "Maaf, Nona! Apakah Anda masih lama?" Tanya Suta membuat Dilla tertawa. "Em ... masih lama kayaknya, tunggu sebentar ya?" Jawab Dilla berusaha mengelabuhi dirinya. Suta mengusap kepalanya, karna menunggu terlalu lama, dia memasuki toilet Pria dan Dilla langsung kabur meninggalkannya. Dia berlari secepat mungkin. Dia menaiki taksi dan menunjukkan alamatnya pada pak sopir. "Syukurlah ... akhirnya aku bisa bebas juga," gumam Dilla, tersenyum bahagia. ******** Kantor LEONARD NASUTION. "Apa-apan ini, Suta?! Bagaimana bisa kau kehilangan jejaknya?!" Murka Leon sambil menatap orang kepercayaannya. "Maaf, Tuan Leon, wanita itu sangat cerdik, dia bilang ingin ke toilet wanita, saat aku menunggunya, dia sangat lama, aku memasuki toilet pria sebentar dan dia langsung menghilang." Jelas Suta membuat Leon kecewa. "Sudahlah! Semua sudah terjadi, kita harus cari cara buat menemukannya." Ucap Leon membuat Suta menganggukkan kepalanya. "Tapi, Tuan ... kenapa Anda begitu memperhatikannya? Lagi pula dia memasuki rumah Anda dengan identitas sebagai Nyonya Naomi. Apa Anda mengerti apa yang sedang terjadi?" "Entahlah, Suta. Logikaku mengatakan, di zaman modern seperti ini, tidak mungkin ada kejadian orang kerasukan, itu hanya tipu daya saja. Tapi saat melihat dia tadi malam, aku jadi bimbang, mana mungkin gadis itu tahu dimana letak tanda lahirku? Kebiasaanku? Cara melayaniku? Semua benar-benar mirip seperti Naomi. Tapi yang pasti, gadis itu bisa membantu kita tentang di mana letak jasad Naomi berada. Aku berharap, Naomi benar-benar merasuki dirinya dan menunjukkan apa sebab kematiannya. Menurutku kematiannya sungguh tidak wajar, mobil itu jelas-jelas masuk jurang. Tapi jasadnya tidak di temukan dimana-mana." Jawab Leon, dengan hembusan nafas lelah di wajahnya. "Semoga saja, Tuan. Aku akan mengerahkan semua anak buahku buat mencarinya." Janji Suta, memantapkan ucapannya. "Bagus, kau harus menemukannya Suta. Karna kalau tidak! Kau akan tahu akibatnya!" Ancam Leon, tidak main-main. "Tentu saja, Tuan. Aku pasti bisa menemukannya. Aku janji." "Aku akan pegang janjimu, Suta. Kau tidak tahu. Betapa gadis itu bisa membuatku bahagia dan ingin selalu berada di sampingnya. Aku ketagihan dengan pelayanannya. Dan yang pasti, gadis itu bisa membantuku menemukan jasad Naomi." ******** Kediaman Dilla. Brak!! Dilla menutup pintu dengan keras, nafasnya ngos-ngosan. Neneknya datang dan langsung menjewer telinganya dengan keras. "Darimana saja, kau?! Kenapa tidak pulang?! Dan pakaian siapa yang kau kenakan ini?! Hah! Jawab Dilla!" Bentak Neneknya membuat Dilla salah tingkah. Matanya tampak berkaca-kaca. "Em ... Di-Dilla menginap dirumah teman, Nek. Orangtuanya pergi keluar kota, karna ketakutan, maka Dilla menemaninya." "Teman?! Teman yang mana?! Mengapa pakaianmu berubah?! Dan satu lagi?! Jas pria mana, ini?!" Tanya Neneknya sambil menarik keras jas yang dikenakannya. "Buka!!" Paksa neneknya, curiga. "Nenek?!" "Astaga! Pakaian seperti ini yang kau kenakan?! Bahkan menutupi dadamu saja pakaian ini tidak bisa! Katakan! Kau dari mana, Dilla?!" Bentak Neneknya membuat Dilla langsung menghambur kepelukannya. "Nenek ... " isaknya pelan. "Kenapa, Nak? Katakanlah!" "Tutup mata bathinku saja, aku tidak mau gadis itu terus mengganggu Dilla. Gara-gara dia aku kehilangan kehormatan!" Serunya membuat nenek Dilla melebarkan mata tidak percaya. "Apa?!" ******* TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD