Setelah selesai sarapan, Arga memilih bersantai setengah rebahan di sofa yang empuk itu sambil menonton televisi.
Waktu masih sangat pagi dan baru saja berbunyi menandakan pukul enam pas.
Shila sedang berada di luar kamar untuk mencuci smeua perabotan masak dan peralatan amkan yang kotor.
Theo sengaja mendekati Shila dan mengajak gadis itu bicara sambil membuat kopi seperti biasa.
"Cuci piring?" tanya Theo basa basi.
"Iya Kak," jawab Shila dengan sopan.
Shila masih meletakkan semua piring yang sudah di cuci ke rak piring. Ia lalu membuat masakan lagi untuk makan siang Arga dan bekal untuk dirinya sendiri ke tempat kerja.
Shila tidak memiliki uang sepersen pun. Takutnya ia kelaparan di saat jam istirahat dan tidak ada yang memberikan dirinya makan sebagai sumber energi. Shila baru mulai bekerja hari ini, jadi belum tahu aturan main di kafe baru tempat ia bekerja itu.
"Kerja?" tanya Theo lagi semakin penasaran ingin mengenal lebih jauh dengan Shila.
Tadi sudah berhasil deketin Arga dan meminta ijin. Walaupun Arga belum memberikan respon dan jawaban apapun. Setidaknya sudah ada pembicaraan tentang masalah ini. Makanya dengan percaya diri, Theo berani mendekati Shila.
"Hah? Shila? Iya kerja. Itu airnya sudah matang," ucap Shila yang memberitahu Theoo. Karena Theo malah tidak fokus dengan air yang direbusnya dipanci. Padahal lelaki itu datang ingin mmebuat secangkir kopi.
"Oh iya. Sampai lupa kakak sama air, terima kasih ya, Shila sudah mengingatkan," ucap Theo malah menjadi gugup dan canggung.
Theo ematikan kompor dan menuangkan air ke dalan cangkir kopi dan mengaduknya sambil dicicipi dengan begitu nikmatnya.
"Enak?" tanya Shila mengulum senyum.
"Enak banget. Mau coba?" tanya Theo menyodorkan cangkir itu pada Shila.
Shila menggelengkan kepalanya pelan.
"Gak perlu. Terima kasih," jawab Shila singkat.
Shila membuat makanan untuk makan siang. Ia mulai memotong bahan dan beberapa bumbu yang dibutuhkan.
"Aku memang penyuka kopi," ucap Theo memperkenalkan sosok dirinya.
"Oh ya?" jawab Shila singkat.
"Kamu suka sama kopi? Atau pernah minum kopi?" tanya Theo.
"Suka dan pernah," jawab Shila singkat. Ia memasukkan sosis dan bakso ke dalam panci. Siang ini, Shila mau membuat sup bakso dan sosis.
"Kopi apa yang paling kamu suka? Mungkin next time kita bisa nongkrong sambil ngopi bareng?" pinta Theo pada Shila.
"Boleh idenya. Lebih suka kopi racikan sendiri sih," ucap Shila menoelh ke arah Theo sambil tersenyum manis sekali.
Senyuman Shila begitu mendebarkan. Mmebuat jantung Theo semakin tidak aman berada lama -lama di dekat Shila. Tapi, namanya lagi penasaran dan sedang usaha untuk PDKT. Theo berusaha membuang perasaan tak nyamannya itu.
"Racikan sendiri? Kamu bisa?" tanya Theo cukup terkejut.
Shila terlihat alim, poolos tetapi bisa segalanya. Lihat, masak bisa, ngurusin kerjaan di kost juga begitu telaten dan rapi. Diam -diiam, Theo memantau gerak gerik Shila selama berada di rumah.
"Bisa. Dikit kok. Gak banyak," jawab Shila tertawa untuk menghilangkan keterkejutan Theo.
"Wah kapan -kapan bisa cicip dong?" tanya Theo lagi.
"Boleh ... Boleh ... Kalau ada bahannya, sekarang pun bisa Shila buatkan," ucap Shila singkat.
Shila memasukkan beberapa bumbu penyedap untuk membuat sop itu semakin mantap rasanya.
"Oke nanti pulang keraj aku bawakan bahannya. Eum ... Kamu pintar masak ya?" ucap Theo basa basi.
"Enggak ah ... Dikit aja," jawab Shila tertawa lagi.
"Kamu itu ketawa mulu dari tadi kalau jawab," ucap The mendekati Shila dan mencium aroma sop yang menggoyang lidahnay dan membuat perutnya semakin berbunyi.
Krukkkk ... Krukkk ....
Spontan Shila menoleh dan tertawa ke arah Theo yang menunduk malu sambil mengusap perutnya yang berbunyi tadi.
"Belum sarapan, Kak?" tanya Shila sopan.
"Belum," jawab Theo jujur.
"Ada nasi goreng di kamar. Kak Theo mau? Biar Shila ambilin," ucap Shila lagi.
"Bo -boleh Shila. Memang gak apa -apa?" Theo merasa tidak enak pada Arga.
"Gak apa -apa. Emang kenapa? Lagi pula, Shila dan Om udah makan," ucap Shila yang keceplosan memanggil Arga denagn sebutan Om.
"Apa tadi? Om?" tanya Theo membulatkan kedua matanya pada Shila.
Shila pun terkejut. Nampaknya ia salah ucap.
"Eh ... Maksudnya Kak Arga," ucap Shila tertawa membuat rasa penasaran Theo masih tetap ada. Theo tak bergeming sama sekali dengan tawa Shila. Ia merasa ada yang aneh gengan hubungan Arga dan Shila.
Jangan -jangan mereka kumpul kebo? Atau Shila memang wanita simpanannya Arga? Secara Arag itu memang sanagt tertutup sekali. Selama berada di kost ini, ia terkenal pendiam dan alim serta tidak neko -neko. Membawa perempuan saja tidak pernah. Walaupun memang pernah ada yang datang untuk bertamu dan masuk ke kamarArga. Paling cuma ibunya yang sudah cukup dikenal oleh smeua anak kost dan Selvira, gadis yang katanya pacar Arga. Sekarang hadirlah Shila yang tiba -tiba memanggilnya Om.
"Mau gak? Kalau mau, Shila ambilkan? Masih ada sepiring lagi?" tanya Shila yang membuyarkan lamunan Theo tentang dirinya.
"Ekhem ... Boleh deh kalau gratis. Belum gajian juga," ucap Theo begitu jujur.
"Tunggu ya," ucap Shila yang berbalik ke kamar untuk mengambil sisa nasi goreng di kamar.
Shila mengambil nasi goreng dan sisa telur lalu memberi beberapa kerupuk. Arga yang sejak tadi mengintip dari jendela kamarnya pun mulai curiga pada Shila. Arga tidak suka melihat Shila terlalu dekat dengan Theo. Ada perasaan aneh di dalam lubuk hatinya. Perasaan tidak terima melihat kedekatan itu. Apalagi mereka terlihat bahagia, bercanda dan tertawa. Se -asik itu mereka mengobrol dan melupakan Arga yang selalu kesepian di kamarnya. Apa aku harus belajar menjadi orang yang se -asik Theo? Agar bisa mendapatkan perhatian Shila? Oh ... Perasaan amcam apa ini? Aneh sekali.
"Buat siapa?" tanya Arga dnegan suara mengintimidasi.
"Eh ... Om belum tidur? Ini buat Kak Theo. Boleh kan?" tanya Shila yang sudah akan keluar dari kamar Arga.
"Terus? Saya makan apa siang ini?" tanya Arga tanpa basa basi. Arga jadi manja dan senang dengan pelayanan Shila pada dirinya. Arga merasa seperti berada di rumah. Ada yang mengingatkan, ada yang menyiapkan, semuanya teratur, disiplin dan terjadwal.
"Eum ... Shila udah masak sop buat makan siang nanti," ucap Shila dengan cepat.
"Oke. Kasihkan saja pada Theo. Pokoknya saya tidak mau, saya sampai kelaparan. Kamu harus ingat itu," ucap Arga menasihati Shila.
"Iya Om. Gak akan," uap Shila sopan.
Shila pun membawa piring itu ke arah dapur dimana Theo sedang menunggunya.
Shila merasa aneh dengan Arga. Selama ini, bukannya Araga itu tinggal sendiri? Seharusnya apa -apa ia lakukan sendiri termasuk makan? Pasti ia akan beli makanan di warung makan, bukan? Kenapa sekarang seolah Shila menjadi pembantunya. Harus masak, harus nyuci, harus bersih -bersih kamar. Emang sih, Shila itu numpang. Tapi, gak gini juga kali. Shila sedikit mengumpat. Niatnya yang tulus malah menjadi suatu keharusan.
Padahal Shila bukan tipe orang yang suka dipaksa. Shila lebih suka melakuakn sesuai denga keinginan hatinya.