“Nanti malam aku mau!” Hanya mengucapkannya saja, Bima Ardelio melakukannya susah payah. Tenggorokannya terasa sangat sakit, seolah ia tengah dicekik oleh tangan tak kasatmata, hingga suaranya tercekat. Fatalnya, jantungnya pun tak mau kalah. Jantungnya jedag-jedug, berdegup sangat kencang, hingga suaranya terdengar sangat jelas. Bima Ardelio yakin, sang istri yang juga tengah menatapnya, bisa mendengar kekacauan yang diciptakan oleh pemompa darahnya. Sampai detik ini, meski hampir satu menit berlalu dari ucapannya, kedua mata Bima Ardelio masih menatap kedua mata Shanum penuh keseriusan. Harapan besar sengaja ia siratkan melalui tatapannya, agar permintaannya meminta jatah dari Shanum, disetujui. Di sebelahnya dan masih membalas tatapannya, Shanum jadi menggeragap. Shanum tidak tahu p