“Rea...” panggil Putra pada Rea yang sedang berbaring. Pria paruh baya itu benar-benar bahagia melihat putrinya yang telah sadar. “Papa..” Rea pun tidak kalah bahagia melihat seseorang yang ia rindukan. Putra memeluk Rea dengan lembut, “Papa senang kamu sudah sadar. Jangan buat papa takut lagi” “Maafin Rea, Pa..” gumam Rea. Putra mengurai pelukannya, “Papa yang harusnya minta maaf karena membuat kamu menderita selama ini” “Kenapa papa bicara seperti itu?” “Selama ini kamu pasti merasa di benci oleh papa, kan? Sayang, sekalipun papa tidak pernah membenci kamu dengan kepergian mama kamu. Papa hanya tidak sanggup melihat sosok mama kamu dalam diri kamu, Rea” “Papa...” seketika air matanya mengalir mendengar ucapan Putra. “Jangan pernah berpikir seperti itu, nak. Papa sayang sa

