Bab 3. Masih Jadi Istri

1017 Words
Kirana mengubah ekspresi wajahnya dari yang sebelumnya terkejut menjadi datar dan biasa saja. "Aku tahu Anda adalah pimpinan perusahaan ini?" Perempuan itu melipat tangan di depan d**a dan menatap tajam pada pria itu. Membalikkan keadaan, gantian dia yang maju membuat Ryan terpaksa mundur. "Terus kalau kamu pimpinan perusahaan ini, aku enggak boleh kerja di sini, gitu?" "Kalau aku bilang enggak boleh, kamu mau angkat kaki dari perusahaan ini?" Ryan membalas tatapan tajam Kirana dengan cara yang sama. "Enggak masalah. Aku masih bisa cari kerja di tempat lain." Perempuan itu berusaha terlihat berani menghadapi pria itu. "Aku akan membuatmu merasa seperti berada di neraka selama bekerja di perusahaan ini. Kita lihat berapa lama kamu sanggup bertahan!" Ryan meninggalkan Kirana di tangga darurat. Setelah pintu tertutup, kaki Kirana mendadak lemas. Tubuhnya luruh ke lantai. "Udah capek-capek menghindar selama lima tahun, sekarang kenapa harus ketemu di perusahaan yang sama?" gumam Kirana. Dia merasa kesal setelah bertemu Ryan. Ingin rasanya dia mengundurkan diri saat itu juga. Namun, itu semua tidak mungkin, citranya sebagai karyawan bisa tercoreng karenanya. Kirana menguatkan kakinya, dia berdiri menuju ruang kerjanya. Dia pikir pasti teman satu ruangannya sudah kembali ke ruangan. "Kamu ke mana aja? Kok bisa tiba-tiba sakit perut, padahal kita mau ngajak kamu ketemu CEO ganteng kesayangan para staf," tanya Silvi saat melihat Kirana duduk di kursinya. Mendengar kata CEO perusahaan itu, Kirana kehilangan minat membahas pria itu. Dia paksakan tersenyum pada Silvi. "Kapan-kapan aja deh, Mbak. Nanti juga kan bisa ketemu kalau ada meeting atau enggak sengaja ketemu pas antre lift atau ke parkiran." "Iya juga sih, ya udah ayo kerja lagi." Kirana menatap layar komputer yang ada di hadapannya. Namun, pikirannya terus memutar kejadian di tanggal darurat tadi. Saat dia bertemu dengan Ryan Adhitama. "Aku harus cari cara agar dia tidak mengganggu aku, apa aku cari cowok lain, ya?" Kirana terus berpikir. "Tapi kalau dia tetap ganggu, gimana? Ah sudahlah, dicoba dulu, siapa tahu bisa hasilnya efektif." Kirana memantapkan hati untuk membuka diri, menerima dengan baik pria mana pun yang mau mendekatinya. *** Pulang kerja kali ini, Kirana berjalan menuju parkiran. Hari ini dia berangkat ke kantor dengan mengendarai motor. Saat sudah dekat motornya seorang pria mendekatinya. "Kamu ke kantor baik motor?" Suara berat pria itu mengagetkan Kirana. "Kenapa emang? Salah kalau naik motor?" "Kamu tinggal di mana?" "Bukan urusan Anda!" Pria itu pergi menjauh. Hilang dalam waktu beberapa saat kemudian, Ryan datang lagi. Tiba-tiba pria itu menusuk ban motor Kirana dengan paku. Kirana marah melihatnya. "Dasar cowok b******k!" Dia pukul pria itu menggunakan tasnya dengan keras. Selama beberapa kali sampai Ryan merasa kesakitan dan meminta maaf. Kirana meremas rambut dan meringis. "Gimana mau pulang kalau ban motor kempes kayak gini?" "Tanggung jawab! Gantiin ban motor saya yang kempes!" Kirana berteriak pada Ryan. "Emang gue pikirin. Sudah aku bilang, aku akan membuat kamu seperti berada di neraka." Pria itu melenggang pergi meninggalkan Kirana. Perempuan itu hanya bisa menatap ban motornya yang bocor. Saat dia akan membawa motornya meninggalkan kantor sebuah mobil berhenti di dekatnya. "Motor kamu kenapa? Bannya kempes?" "Iya, ban depannya kempes. Kira-kira di dekat sini ada tambal ban motor enggak ya, Pak?" Kirana memanggil pak karena menghormati pria itu. Dia pikir pasti mereka bekerja di kantor yang sama. "Jangan panggil Pak, panggil aja Mas. Kamu ikut saya saja. Saya antar ke rumah. Motornya tinggalin di sini, besok saya bawa ke tempat servis buat ganti ban." "Enggak usah deh, Pak. Biar saya jalan ke tukang tambal ban aja. Terima kasih untuk tawarannya." Kirana memberikan senyuman. "Masa perempuan secantik kamu dorong motor jalan kaki? Kasian dong. Ayo ikut saya aja. Tinggalkan motor itu di sini. Keburu malam. Enggak baik perempuan jalan malam-malam dorong motor, nanti ada yang gangguin di jalan." Sebenarnya Kirana merasa tidak enak pulang bersama pria yang tidak dia kenali. Namun daripada dia merasa lelah mencari tukang tambal ban lebih baik dia ikut pria itu. Kirana masuk mobil bersama pria itu. "Terima kasih untuk bantuannya, Pak." "Jangan panggil pak, panggil saja mas." "Baik, Mas." "Di mana alamat rumah kamu?" tanya pria itu sambil menyetir. Kirana memberitahu alamat tempat tinggalnya. Dia tinggal di rumah kost yang letaknya agak jauh dari kantor. Pria itu mengantar Kirana sampai depan rumah kost. Dia turun dari mobil. "Makasih ya, Mas udah dianter sampai kost jadi enggak enak." "Enggak apa-apa. Boleh minta nomor HP kamu?" Kirana memberikan nomor ponselnya pada pria itu dan mereka pun berkenalan. "Nama saya Agus." "Baik Mas Agus. Sekali lagi terima kasih untuk bantuannya. Hati-hati di jalan. Selamat Malam." *** Esok harinya, Kirana datang ke kantor bersama Agus. Tadi pagi pria itu sudah ada depan kos Kirana, perempuan itu tidak kuasa menolak. Tidak mungkin dia menolak orang yang sudah ada di depan rumah kosnya. Saat Kirana turun dari mobil ada seseorang yang melihatnya turun dari mobil Agus. Pria itu mengerutkan dahi. Agus berjalan lebih dulu. Dia mengatakan pada Kirana harus cepat datang ke ruangan karena ada pekerjaan mendadak. Belum masuk ke gedung kantor, lengan Kirana ditarik oleh seseorang. Dia tidak terkejut melihat pria yang sekarang ada di hadapannya. "Kenapa lagi?" Tanya Kirana kesal. "Kamu pergi ke kantor dengan Agus?" "Iya. Kenapa? Mau bilang aku enggak boleh deket dengan cowok di kantor ini?" "Bukan itu. Aku cuma mau bilang, jangan terlalu dekat dengan Agus, bahaya." "Dekat-dekat dengan Ands jauh lebih berbahaya bikin darah tinggi!" Kirana melengos. "Kamu masih marah sama aku?" "Enggak! Kenapa harus marah sama Anda?" "Yakin? Terus kenapa tadi bilang dekat-dekat aku bikin darah tinggi." "Aku permisi, banyak kerjaan." Kirana menghindar karena malas menjawab pertanyaan dari Ryan. Pria itu menahan langkahnya. "Tapi kali ini aku serius. Agus itu bukan orang baik. Kamu harus hati-hati, harus bisa jaga diri kalau dia berani macem-macem sama kamu." Pria itu terlihat khawatir. "Tumben Anda bersikap begini? Jangan-jangan itu juga salah satu dari neraka yang kamu buat? Supaya aku enggak pernah dekat dengan pria mana pun? Bukan begitu?" "Kamu enggak mau dengerin aku sama sekali?" "Enggak usah capek-capek khawatir sama aku, aku cuma karyawan di sini, bukan siapa-siapa. Lagi pula katanya anda punya istri, lebih baik Anda khawatir pada istri sendiri daripada khawatir pada perempuan lain." "Kamu masih istriku karena aku tidak pernah menceraikanmu!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD