bc

KU KEJAR KAU CINTA

book_age12+
3.2K
FOLLOW
20.7K
READ
love after marriage
drama
like
intro-logo
Blurb

Menjaga cinta setelah pernikahan bukan hal yang mudah. meski sejak kecil Bragy berkata Sidney adalah miliknya. Namun dalam suatu masa perempuan itu menjauh darinya. Menggapai cinta itu butuh perjuangan. Bahkan kadang harus melepas mimpi terindah kita.

chap-preview
Free preview
1
Sidney membereskan mejanya. Jam praktek sudah selesai, saatnya ia pulang. Begitu keluar ruangan ia pamit pada suster Dahlia dan Mega. Perawat yang membantunya hari ini. Kemudian melangkah menuju tempat parkir. Dimana mobilnya sudah menunggu dengan manis. Sudah hampir jam sebelas malam. Dengan pelan ia membelah jalanan kota Jakarta yang masih ramai. Apalagi besok hari libur. Sidney tersenyum sendirian. Pekerjaannya sebagai seorang dokter anak membuatnya harus membuka praktek. Walau sering pulang kerja selarut ini, ia suka. Karena memang menyenangkan bisa berinteraksi dengan anak kecil sepanjang hari. Sidney kembali tersenyum lega, seberapa penat pun ia, rumah adalah tempatnya pulang. Walau sudah lama rumah itu tak lagi sama. Tepatnya semenjak papa meninggal enam tahun yang lalu. Namun mama masih selalu menantinya. Karena kembarannya Ceci jarang pulang. Akibat sering bertugas ke berbagai daerah. Sesampai di rumah, lampu ruang tengah sudah dimatikan. Pertanda tidak ada lagi aktifitas. Entah kemana kembarannya Ceci. Walau mereka kembar namun pilihan profesi mereja berbeda sangat jauh. Ceci memilih menjadi jurnalis. Meneruskan profesi almarhum papa. Sementara ia, lebih suka menjadi dokter. Sesuai profesi sang kakek. Memasuki kamar ia melihat ada sebuah buket bunga terletak diatas meja riasnya. Tanpa melihat ia bisa tahu. Pengirimnya adalah Bragy, pria yang paling dibencinya seumur hidup. Dan ia juga tahu pasti, mamanya lah yang meletakkan buket itu disana. Sidney meraih kartu yang terselip Happy birthday my sidney. Walau aku terlalu jauh, tapi aku berharap akulah yang pertama mengucapkan selamat ulang tahun ke 30. Semoga sehat dan bahagia selalu, meski aku tidak boleh berada disampingmu. Note: kalau kelak aku harus pergi, maukah kamu mengunjungiku dengan membawa mawar putih seperti ini ne? Sidney menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya dengan kasar. Bragy, nama yang tidak pernah ingin didengarnya lagi. Besok memang hari ulang tahunnya. Dan laki laki itu benar. Dialah yang mengucapkan selamat ulang tahun untuk yang pertama kali. Walau delapan tahun ini tidak ada lagi dering telfon untuknya. Sebenarnya bukan tidak ada, tapi Sidney yang menolak. Ia terlalu kecewa pada Bragy. Pada setiap keputusan dan juga sikapnya. Bragy terlalu melukai Sidney dan bahkan sulit untuk dimaafkan. *** Disudut kota Catalunia Bragy dan Senja sedang duduk dengan bir masing masing. Saat ini sedang musim panas. "Gimana Sidney?" tanya Bragy sambil menatap ke kejauhan. "Elonya mas, belum apa apa yang ditanya malah mbak Sidney. Kok bukan nanya kabar gue sih?" "Gue tahu elo baik baik aja. Jadi nggak perlu ditanya." jawab Bragy lagi. "Jangan terlalu dingin mas jadi cowok. Elo anget aja belum tentu mbak Idne bisa balik lagi ama elo. Apalagi kayak gini?" Ejek Senja sepupunya Bragy hanya diam sambil terus menghisap rokoknya. Bertemu dengan Senja jelas mengungkit kenangan tentang Idne. Karena Senja dan Idne punya profesi sama dan bekerja di rumah sakit yang sama. Sidney perempuan yang selalu ia puja semenjak dulu. Tapi kesalahan itu memang tidak mudah untuk dihapus. Buktinya sudah delapan tahun, tapi kata maaf itu tak kunjung didapatkannya. "Apa dia ada dekat dengan seseorang?" Tanya Bragy lagi pada adik sepupunya itu. "Yang deketin banyak, tapi yang dekat belum ada." "Dokter Arga?" "Masih pedekate terus." "Tapi belum pacaran kan?" Tanya Bragy serius. Senja memandang kakak sepupunya itu dengan seksama. Kemudian menggeleng halus. Terlihat senyum lega di sudut bibir Bragy. "Syukurlah, gue nggak bisa bayangin kalau harus lihat dia sama orang lain Nja." "Kalau elo cuma diem disini dan nggak ngelakuin apa apa. Yang lo takutkan itu akan terjadi." Bragy kembali terdiam. Kemudian menyulut rokoknya kembali. "Kurang kurangin tuh rokok. Impoten baru tahu rasa." sindir Senja Bragy tidak peduli pada kalimat Senja. Ia kembali menghembus nafas dengan kuat. Saat ini ia tidak peduli mau impoten atau normal. Toh yang mau dihamili juga entah dimana. "Gimana persiapan pertandingan seri ini mas?" Senja berusaha mengalihkan pembicaraan "Bagus, mesin sama kru oke semua." "Kita kemarin di Jakarta kaget waktu mas pindah ke tim mc Laren. Mas nggak pernah bilang mau pindah." "Itu udah dijajaki dari musim lalu. Tapi baru sekarang direalisasi." "Mas sampai kapan mau balap?" Tanya Senja lagi hati hati. Sebenarnya pertanyaan ini adalah titipan dari tantenya Celia. Bragy terdiam, dan seperti biasa ia hanya menggeleng dengan tatapan ragu. Ya, semenjak SMP Bragy sudah menekuni dunia balap profesional. Dimulai dari ikut formula 3. Sampai kemudian bisa berlaga di formula 1. Sebuah proses yang panjang. Banyak hal yang sudah sudah terbuang karena pekerjaannya ini. Selama delapan tahun ini Bragy tidak pernah punya keinginan untuk pulang ke Indonesia. Hanya keluarganya yang datang sekalian liburan akhir tahun. Mamanya pernah menangis memintanya pulang. Tapi Bragy memilih diam. Terlalu sakit kalau harus kembali melihat air mata Sidney untuknya. *** Sidney masih duduk di balik meja kerjanya ketika suster Mega masuk. "Masih ada pasien sus?" Tanya Sidney "Tinggal dua dok. Tapi orang tuanya masih nonton tivi." "Dia kemari kan mau ngobatin anaknya. Apa tivi lebih penting daripada kesehatan anaknya." omel Sidney "Gak tahu dok, di tivi lagi rame pembalap Indonesia Bragy kecelakaan. Mobilnya terbakar karena tabrakan di sirkuit." Seketika pena yang ada dijemari Sidney terlempar. Segera ia berlari keluar ruangan. Dan Siaran langsung dari sirkuit tersebut masih ada. Walau sekarang layar terbelah dua. Yang pertama mengabarkan pertandingan yang masih berlangsung. Yang kedua mengabarkan mobil balap yang masih mengeluarkan asap sisa kebakaran. Kemudian terdengar orang tua pasien berkata "Ya ampun, kasihan banget pembalapnya." "Apa udah dikeluarkan?" Tanya Sidney "Sudah dok, barusan." Lutut Sidney terasa goyah, ia tak sanggup berdiri. Walau membenci sosok itu, namun kadar cintanya masihlah tetap sama. Sekilas ia melihat sosok Senja sepupu Bragy ada di peadock, Ia segera menghubungi sahabatnya itu. Berkali kali dihubungi ponsel Senja masih sibuk. Sidney merasa frustasi. Segera ia menghubungi ponsel mama Celia. Itupun tidak diangkat. Sampai akhirnya ia disadarkan oleh suster untuk kembali ke ruang praktek. Ia sadar harus bersikap profesional ditengah kegalauannya. Setelah pasien terakhir selesai diperiksa, akhirnya malah Senja yang menghubunginya. "Senja ada di tribun mbak waktu kecelakaan terjadi. Udah berapa malam ini memang mas susah tidur katanya. Senja juga nggak tahu kenapa. Berapa hari terakhir mas ngerokoknya kuat banget. Walau memang nggak minun. Terakhir kemarin sore kami masih nge bir bareng." jelas Senja. "Dia ada tanya tentang aku Nja?" Tanya Sidney dengan suara bergetar. "Ada mbak, dia nanya mbak sama siapa sekarang. Dan dia lega banget waktu aku bilang mbak masih sendirian dan nolak dokter Arga." Sidney menangis keras di dalam mobilnya. Dia tidak pernah berpikir kalau kalimat yang tertulis pada kartu ulang tahun itu bisa menjadi kenyataan. Apalah itu adalah bunga terakhir dari Bragy? Sidney mengendarai mobilnya dengan cepat menuju kediaman papa Azka. Disana sudah banyak wartawan yang menanti di depan pagar. Sementara satpam yang mengenal mobil Sidney segera membuka pintu pagar. Tampak dari jumlah mobil yang parkir, keluarga besar Wiratama sudah berkumpul semua. Memasuki ruang tamu Sidney disambut mamanya dengan pelukan. Tangisnya semakin menjadi. Dengan terbata ia bertanya "Mama Celia mana?" "Masih pingsan dikamar." jawab Luna "Papa?" "Sudah ke bandara, rencana dari singapura naik pesawat pribadi milik tantemu Saras tadi." "Kok aku nggak dikasih tahu?" "Mungkin papamu punya pertimbangan sendiri. Dia berangkat sama Bryan barusan. Temui mertuamu di kamar gih. Ada mbakmu Chacha juga di dalam." Sidney mengangguk, ia memasuki kamar ibu mertuanya dengan langkah lemah. Kedua iparnya ada di dalam. Melihat menantunya masuk, Celia yang baru saja sadar segera merentangkan tangannya sebagai tanda ingin memeluk Sidney. "Ma..." "Ne, Bragy ..... Mama nggak siap kalau terjadi apa apa dengan dia." mama kembali menangis Sidney hanya diam, tidak tahu harus berkata apa. Rasa sakit, sedih bercampur jadi satu. "Tadi malam dia telfon mama. Bilang kalau hari ini kamu ulang tahun. Minta mama buatin kue dan kirim buat kamu. Mama bilang ia. Terus Bragy bilang juga, apa kamu masih ingat dia. Mama jawab pasti. Walau mama nggak tahu yang sebenarnya." Gadis itu  kembali menangis dipelukan mama mertuanya. "Sebenci apapun kamu sama dia, mama mohon malam ini doakan dia supaya selamat ya Ne." pinta mama lagi Sidney mengangguk, entah kemana rasa benci itu meluap. Malam itu mereka tidak tidur, hanya menunggu kabar dari Senja. Tubuh Sidney sudah sangat letih, ia pamit untuk ke kamar. Seluruh keluarga memandang Sidney melangkah ke kamar Bragy. Kamar yang pernah mereka tempati dulu. Sesampai di dalam Sidney duduk disofa. Tak lama seorang asisten rumah tangga yang bernama Mira masuk untuk memasang sprei. Kamar ini memang sudah lama tidak ditempati. Ia sendiri juga jarang menginap semenjak perpisahan mereka. Setelah mengucapkan terima kasih pada Mira. Sidney menuju lemari. Pakaiannya masih ada di dalam. Ia mengambil sehelai handuk dan pakaian dalam. Kemudian melangkah ke kamar mandi. Ia letih, ada rasa tidak nyaman dalam benaknya. Apalagi kalau mengingat keadaan Bragy saat ini. Sebagai seorang dokter, ia tahu kondisi suaminya pasti sangat parah. Ingin rasanya Sidney terbang kesana sekarang juga.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

Aksara untuk Elea (21+)

read
836.3K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
474.8K
bc

Dependencia

read
186.6K
bc

Long Road

read
118.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook