Bab 12 | Saudara Tiri

2250 Words
Ada yang bergemuruh dalam d**a Sera saat melihat suaminya itu kini melenggang menuju ke mesin kopi di sudut ruangan. Sera duduk di sofa dengan helaan napas yang panjang dan d**a yang kembang kempis. “Mau Mas buatkan kopi, Dek?” tanyanya tanpa menoleh ke arah Sera. “Mas sudah mengenalku lama? Sudah mengenal bahkan sebelum akad kita kemarin? Bahkan Mas tau aku pelanggan di sini?” Nada suara Sera terdengar frustasi, dan itu membuat Renjana langsung membalikkan badannya. “Dek …” Renjana mendekat dengan tatapan khawatir saat melihat Sera sudah menutup wajahnya. “Kenapa setiap tanya yang aku ajukan tidak pernah terjawab dengan jelas, Mas? Apa sebenarnya tujuan Mas menolongku dengan mau menikahiku? Benarkah Mas hanya ingin menolongku? Menolong seseorang dengan mengorbankan hidup Mas pada sebuah pernikahan? Rasanya tidak masuk akal, kan?” Renjana meraih kedua tangan Sera lalu mengenggamnya di pangkuan. “Dek … Bukan begitu … Maaf, ya? Tenang dulu, kita mengobrol sekarang, maaf jika kita belum saling terbuka satu sama lain. Mas tidak ada niat buruk, sungguh.” Sera menatapnya sangsi, pria yang sudah menjadi suaminya ini terlalu misterius, Sera tidak mengetahui apa pun selain apa yang ditunjukkan oleh masnya selama dua hari ini. “Mas tidak bisa dikatakan mengenal kamu. Seseorang bisa dikatakan mengenal orang lain jika mereka pernah bertegur sapa, kan? Sedangkan kita belum pernah. Mas … hanya tau kamu … sering melihat kamu saat pagi antri untuk membeli kopi, atau saat pulang kerja membeli kopi literan. Mas sering memperhatikan dari atas.” Sera menggigit bibir dalamnya, dia terlalu takut berekspektasi di saat hatinya sudah nyaman pada pria seluar biasa masnya yang meratukan dirinya dengan begitu sempurna. “Galih itu … saudara tiri Mas … Beda ibu, tapi kami tidak pernah benar-benar menjadi saudara karena satu dan lain hal. Tidak pernah saling bertegur sapa, dan mungkin Galih tidak mengenal Mas.” Kali ini Sera kembali membelalak dengan tatapan yang terkejut luar biasa. "Kamu memesan Kopi Enja sebagai salah satu stall minuman untuk acara resepsi kamu, kan? Kemarin Mas datang untuk mengecek kesiapannya, sekaligus ingin melihat pelanggan setia Mas melangsungkan pernikahan." Sera masih diam namun pandangannya lekat pada sang suami, seolah memberikan ruang pada Renjana untuk menjelaskan semuanya. “Kemarin, Mas tidak sengaja melihat kamu menangis di bridal room, Mas benar-benar ikut merasa sedih melihat kamu, karena Mas pernah ada di posisi kamu, ditinggal menikah. Meski apa yang Mas rasakan tidak ada apa-apanya dibanding kamu. Kamu ditinggalkan saat menjelang akad.” “Mas pernah ditinggal menikah juga?” Sera kembali menggigit bibirnya dengan tatapan yang prihatin. “Sudah lama, Dek. Sekitar lima tahun yang lalu.” “Maaf.” Sera langsung menunduk, merasa bersalah atas lontaran tanya sebelumnya yang bertubi-tubi dan penuh tuduhan pada pria sebaik Mas Renjana. “Tidak apa-apa, Mas yang salah tidak cerita dari kemarin. Mas menikmati dan bahagia mendengar kamu jatuh cinta pada Kopi Enja, jadi Mas ingin menunjukkannya langsung dengan mengajak kamu ke kafe alih-alih menjelaskannya pada kamu. Maaf, ya? Maaf membuat kamu berprasangka buruk.” Sera menggigit pipinya, kenapa masnya mudah sekali mengucap maaf? “Tapi aku masih ragu … Kenapa Mas mau mengorbankan hidup Mas dengan menikahiku, yang kita bahkan belum mengenal.” Renjana kembali tersenyum hangat dan mengusap lembut puncak kepala Sera. “Kan, di malam pengantin kita, Mas sudah mengatakan prinsip sebuah pernikahan menurut Mas. Kita akan saling mengenal dan saling mengusahakan keutuhan, iya, kan?” Kepala Sera otomatis mengangguk. “Satu yang Mas tau tentang kamu dan membuat Mas yakin menikahi kamu sebelum akhirnya menawarkan diri kemarin.” Bisik Renjana lagi sambil meremat tangan Sera. "A-apa?" “Kamu baik. Kamu sering berbagi pada para driver ojek online di depan kantor, kadang sampai menyebrang ke kafe Mas, kan? Mas beberapa kali melihatnya, atau Mang Udin … OB kantor kamu, yang sering kamu mintai tolong untuk membeli kopi di sini dengan brownies dalam jumlah banyak, untuk kamu bagikan juga ke anak-anak kantor, kan?” Sera membelalak, namun detik selanjutnya menunduk. Bagaimana bisa masnya mengetahui hal itu? "Bagaimana jika kebaikan yang aku lakukan hanya pencitraan? Kenapa Mas bisa menyimpulkan aku baik hanya karena satu hal baik yang aku lakukan?" Renjana menepiskan bibir mendengar penyangkalan sang istri. "Memang kamu ingin dinilai baik oleh siapa? Atasan kamu? Supaya naik jabatan? Untuk apa? Ayah kamu yang punya perusahaan." Renjana terkekeh geli, dan detik itu dia mendapat pukulan ringan di lengannya. "Kamu ingin terlihat baik di depan pria yang kamu sukai? Untuk apa? Kamu sudah memiliki Galih saat itu. Makanya, Mas simpulkan kamu memang baik dan tulus." Sera langsung mencebikkan bibirnya dan memalingkan wajah, pipinya terasa memanas lagi sekarang. “Karena hati kamu baik. Bagi Mas, itu sudah lebih dari cukup, Mas menikahi wanita yang baik hatinya. Jika seseorang sudah baik hatinya, Insya Allah, perangainya juga baik, sifat dan karakternya akan mengikuti. Jadi, hari itu Mas memutuskan untuk membantu kamu karena hati Mas menginginkannya.” Sera langsung menutup wajah dengan kedua tangannya, merasa tersentuh dengan hati yang membuncah, namun air matanya tetap tumpah. “Dek … “ Renjana kembali menarik lembut tangannya, tersenyum sambil mengusap air mata di wajah Sera. “Mas buat aku tersentuh. Masa karena sering berbagi, aku bisa dapat suami? Seperti itu bukan judul FTV yang cocok?” Kali ini Mas Renjana tergelak dan menjawil hidung Sera. “Cocok juga.” Renjana menatap lekat pada Sera dengan senyum yang tulus. Untuk saat ini, hanya alasan itu yang bisa dia sampaikan pada sang istri. Sedangkan alasan lain dibalik dia memutuskan untuk menikahi Sera, mungkin nanti, di saat hatinya telah benar-benar siap bercerita juga telah bersih dari noda-noda masa lalu. “Mas buatkan Kopi Enja, ya? Sambil Mas ceritakan tentang bisnis yang Mas bangun. Supaya kamu tidak sibuk menebak lagi?” “Eum … Boleh … Gratis, kan, kopinya?” Renjana kembali tertawa, lalu menepuk puncak kepala Sera dan beranjak kembali ke mesin kopi yang ada di ruangannya. Sedangkan Sera ikut beranjak, mengamati ruang kerja sang suami yang lagi-lagi memiliki desain simple dan minimalis namun begitu rapi dan teratur dalam penempatan setiap barang-barangnya. Mas Galih dan Mas Renjana saudara tiri beda ibu? Dan hubungan mereka tidak baik? Tanya itu muncul di hatinya, dan dia menatap punggung kokoh itu dengan hati yang kembali menyimpan banyak tanya. Bukan hanya tentang sosok Mas Renjana yang masih menyimpan banyak misteri, namun bagaimana hubungan pria itu dengan keluarganya juga menjadi hal yang terlihat kompleks. Bukankah saat di pelaminan kemarin Mas Renjana mengatakan keduanya sudah almarhum? Tapi setau Sera, orang tua Mas Galih masih lengkap, bahkan papanya datang ke rumah saat acara lamaran. “Iced, kan, Dek?” Sera mengangguk dan menerima mug kopi itu dengan senyum hangat. “Terima kasih, Mas.” Renjana mengangguk lalu menyeruput kopinya sendiri. “Mau kamu yang bertanya atau Mas yang menjelaskan, Dek?” “Mas saja, jelaskan dari awal. Aku ingin mendengar cerita pengusaha muda sukses yang kini menjadi suamiku.” Renjana kembali tertawa ringan. “Sejak kecil, Mas sudah suka hal-hal yang berbau otomotif, Dek. Lalu beranjak remaja, Mas mulai menyukai kopi dan Mas memiliki ketertarikan yang sama pada kopi sama seperti Mas menyukai otomotif. Dari sana, Mas memiliki cita-cita untuk mendirikan usaha di kedua bidang tersebut.” Sera kini menatap penuh perhatian, dan hatinya diam-diam kembali merasa kagum. “Mas mengambil kuliah jurusan management bisnis, harapannya Mas memiliki ilmu untuk mengelola bisnis yang Mas cita-citakan, dan selama kuliah Mas sering part time sebagai barista, kadang juga kerja di bengkel.” Sera semakin merasa kagum, pria itu, yang telah menjadi suaminya, benar-benar merintis semuanya dari nol. “Lalu, saat Mas semester akhir, seseorang datang dan mengulurkan tangan, mengatakan ingin menjadi investor Mas … Dari sana, Mas mulai branding REN Autoworks yang benar-benar mengutamakan kualitas dan pelayanan terbaik … Hingga tahun demi tahun bengkel itu berkembang … Tidak mudah memang, namun menjadi cerita penuh perjuangan, di tahun ke lima setelah REN Autowoks berdiri dan memiliki satu cabang lain … Mas mulai merintis Kedai Kopi Enja.” Sera kembali berkaca-kaca, dia mudah tersentuh dengan hal-hal yang berbau perjuangan, dan entah kenapa hatinya berbisik menyimpulkan, jika hubungan Mas Renjana dan Mas Galih yang tidak baik, mungkin menjadi penyebab Mas Renjana tidak bisa mendapat sokongan dari keluarga Amerta. “Menu-menunya Mas sendiri yang meracik, dengan trial & error ratusan kali, karena Mas ingin setiap pelanggan yang merasakan kopi itu mengingat rasanya dengan sempurna di lidah mereka sejak sesapan pertama, cita rasa yang tidak akan pelanggan temukan di kopi mana pun, sama seperti yang kamu ceritakan kemarin pada Mas, dan setiap mendengar testimoni dari pelanggan, Mas merasa bahagia sekali.” “Mas keren sekali ….” Sera menyusut air matanya. “Pasti perjuangannya tidak mudah sampai di titik ini. Sampai akhirnya Mas bisa belanja setengah milyar tanpa berpikir.” Renjana kembali terkekeh dengan candaan Sera di akhir kalimat yang masih saja menyindir tentang hari kemarin. “Memang … Mas butuh dua belas tahun untuk bisa sampai di titik ini, Dek. Mas dua kali akselerasi, satu kali di SMP, satu kali SMA, Mas lulus kuliah tiga setengah tahun, dan saat mulai merintis bisnis di usia dua puluh tahunan.” “Ternyata Mas jenius.” Bisik Sera dengan tatapan yang semakin takjub, Renjana kembali terkekeh lalu menyesap kopinya. “Kamu tahun ini dua puluh delapan tahun, kan?” Sera langsung mengangguk cepat. “Kalau Mas tiga puluh dua, kan?” “Iya.” “Ada berapa cabang Kedai Kopi Enja dan REN Autoworks, Mas, totalnya?” tanya Sera masih penasaran dengan sejauh apa bisnis suaminya itu berkembang. “Kalau bengkel, ada empat, Dek. Dua di Jakarta, satu di Tangerang, satu lagi di Cikarang.” “Kalau Kedai Kopi, Mas?” “Kalau di Jakarta sudah ada dua puluh dua cabang, itu Mas sendiri yang mengelola. Tapi, sejak tiga tahun lalu, Mas memutuskan mengubah management-nya menjadi sistem waralaba untuk yang di luar Jakarta. Jadi total yang tersebar di pulau Jawa ada sekitar delapan puluhan sejauh ini. Target Mas sampai akhir tahun ini sudah ada 100 gerai.” Sera sampai menganga dengan tatapan takjub. “Oh, jadi semua cabang yang di Jakarta under management langsung, begitu, Mas? Tapi di luar Jakarta sistemnya waralaba?” “Iya, itu lebih memudahkan, dan rasanya mustahil bisa berkembang pesat jika tidak dibuat waralaba, Dek. Tapi, yang di luar Jakarta, pun, kami selalu memastikan rasanya tetap otentik, karena karyawannya di-training langsung oleh pusat selama satu bulan. Biji kopinya pun langsung disuplai dari kebun mitra. Benar-benar kami jaga semuanya supaya cita rasanya tidak berubah.” “Mas keren sekali.” Sera kembali memujinya, dan itu membuat Renjana kembali tersenyum kecil. “Banyak yang lebih keren dan lebih berhasil dari Mas, Dek.” Sera langsung menggeleng. “Tapi Mas yang paling keren yang pernah aku temui sejauh ini.” Hidungnya kembali dijawil oleh masnya. “Dengan sistem waralaba itu, Mas dapat apa saja?” “Waralaba Fee yang harus mereka bayarkan di awal.” “Berapa itu, Mas?” Sela dengan cepat menyela, dan Renjana merasa gemas dengan istrinya yang selalu terlihat antusias dalam setiap obrolan mereka. “800 jutaan. Harga waralaba Kopi Enja dan biaya-biaya lain transparan ada di web perusahaan, Dek.” “Subhanallah … Aku kerja enam tahun di perusahaan Ayah saja tabungannya tidak sampai segitu.” Ucap Sera memekik yang kembali mengundang gelak tawa Renjana. “Ada royalti fee juga yang harus dibayarkan, sebesar 5% dari omset bulanan. Ada marketing support fee, ini sifatnya opsional untuk promosi nasional, besarnya 1% dari omset. Mau tau apalagi, Dek? Ini, Mas seperti sedang diinterogasi sumber pendapatan, ya?” Kali ini Sera yang tertawa sambil menggigit bibirnya. Tapi memang ucapan masnya benar! Dia seperti menginterogasi sumber keuangan suaminya sekaligus menjawab rasa penasaran bagaimana masnya itu menggelontorkan lima ratus juta dalam sehari. “Kalau omset bengkel Mas per bulan rata-rata berapa?” “Profit bersihnya untuk empat bengkel kira-kira di angka 500 juta - 800 juta, Dek. Paling bagus memang di kedai kopi, bisnis FnB itu jika sudah punya nama, uangnya cepat. Tahun depan Mas juga ada rencana ekspansi ke Malaysia dan Singapura. Doakan lancar, ya? Katanya doa istri itu mustajab.” Renjana mengusap puncak kepala Sera, permintaannya terdengar tulus dan entah kenapa membuat hati Sera menghangat. “Iya, akan selalu aku doakan, Mas.” Bisik Sera berusaha untuk menahan pandangannya supaya tidak menatap masnya begitu mendamba. Semakin dia mengenal, pria itu nyatanya sosok yang luar biasa. “Mas juga sesungguhnya menyewa lantai enam belas di Wiratama Building untuk kantor management Kedai Kopi Enja dan REN Autoworks, ini tahun kedua kami di sana, Dek. Tapi Mas datang ke kantor paling setengah hari, lebih sering bertemu client di luar atau kadang di kedai, makanya beberapa kali melihat kamu saat antri beli kopi.” Kali ini Sera kembali membelalak. “Ayah tau Mas ternyata menyewa Wiratama Building?” “Sepertinya baru tau kemarin.” Sera mengangguk-angguk paham, lalu kembali menikmati kopinya dan mengedarkan pandangan pada ruang kerja suaminya. Ini adalah obrolan terlama mereka, dan rasanya terasa menyenangkan di hati. Sera jadi mengenal lebih jauh juga alasan pria itu bersedia menikahinya. Pria itu, terlihat semakin mengagumkan tanpa cela, dan entah kenapa Sera merasa beruntung dengan bagaimana cara takdir menyatukan mereka dalam ikatan pernikahan. Namun, sisi batinnya yang lain masih dipenuhi keraguan. Benarkah alasannya hanya karena rasa empati dan sifat baik Sera yang Mas Renjana lihat sebelumnya? Kenapa Sera masih belum yakin dengan itu? Sera yang sibuk dengan pikirannya, membuat Renjana mengecek pada ponselnya, dan ibu jarinya berhenti di sana, bergerak membuka pesan dari nomor asing yang membuat hatinya mencelos seketika. -Mas Renja … Aku bercerai … Kamu masih mencintaiku dan masih menungguku, kan? Bisakah kisah kita kembali dimulai? Aku … masih mencintai kamu hingga detik ini.-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD