Wanita itu masih membeku di atas ranjang dalam keadaan tanpa sehelai benang, bahkan saat waktu terus berlalu, dari detik menjadi menit, tidak ada yang berubah dari kekacauan yang masih terlihat di kamar itu. Tatapannya masih kosong menatap ke arah pintu kamar, di mana pintu itu seolah menelan eksistensi sang suami dalam sekejap mata, meninggalkannya tanpa kata dengan menaburkan luka yang kini menyiksa dadanya. Air matanya jatuh, mulai dari setetes demi setetes, yang kini perlahan berubah menjadi aliran seperti anak sungai di wajahnya yang pucat. Pucat sebab kelelahan juga pucat sebab mendapati syok terapi atas apa yang terjadi. Kini, bukan hanya air mata yang menyuarakan rasa sakit di dalam d**a, namun bibirnya juga turut serta, mulai merintih dan terisak untuk menunjukkan jika dad