“Kamu marah?” tanya Ryan hati-hati. Nina mendesah pelan, menoleh. “Aku kurang mendukung kamu ya, Mas?” “Kenapa kamu berpikir begitu?” “Kemarin papa telepon.” Ada jeda sejenak. “Papa bilang, proyek klinik itu bakal dipegang kamu sama Sherly.” Ryan terkejut, tapi berhasil menguasai diri. “Iya.” “Dan kamu menolak karena kamu memikirkan perasaanku, bener?” Ryan menoleh sekilas. “Iya. Aku nggak mau kamu sakit hati apalagi sampai menangis seperti waktu itu.” “Makasih banyak, Mas. Tapi aku sekarang sadar, aku nggak mungkin bersikap egois begitu terus kan?” “Tapi aku nggak masalah, Nina.” “Aku yang merasa perlu berubah, Mas. Aku nggak mau kamu terbebani sama aku.” Nina menyentuh lengan suaminya. “Aku nggak tahu sampai kapan kamu bakal terus sabar menghadapiku yang mudah emosi ini.” Ryan