Pesan itu akhirnya terkirim setelah Kirana menatap layar ponselnya selama hampir satu jam, jemarinya gemetar, air matanya jatuh membasahi keyboard virtual. Dia tidak ingin melakukan ini tapi dia harus melakukannya, tentu saja dia takut dengan ancaman Nurma, bagaimana kalau perempuan itu menyakiti Kaila atau keluarganya yang lain? Tidak. Dia tidak akan siap. [Kirana: Pak Bram, kita perlu bicara. Aku butuh waktu untuk diri sendiri. Mohon mengerti.] Hanya tiga puluh menit kemudian, ponselnya berdering. Bramasta. Kirana memejamkan mata, menarik napas dalam sebelum akhirnya mengangkat. "Kirana, apa maksud pesanmu?" suara Bramasta terdengar tegang di seberang. "Persis seperti yang Pak Bram baca. Aku... butuh jeda," ucap Kirana, berusaha menjaga suaranya tetap stabil. "Jeda? Apa yang kau ma

