“Maaf, aku tidak bisa menahan diri. Aku sangat kangen padamu,” desis Bramasta, tangannya yang hangat masih menyusuri punggung Kirana yang basah oleh keringat. Kirana mencoba mengangkat tubuhnya, namun pelukan Bramasta mengencang, menahannya. “Tetaplah seperti ini… satu menit saja,” pintanya, suaranya serak dan penuh keinginan. Kirana pun luluh, menyerah pada permintaan itu. Tubuh mereka masih berpadu, lengket oleh hasrat dan keringat, dalam keheningan kabin mobil yang hangat. Setelah satu menit yang terasa singkat namun penuh makna, Kirana perlahan membebaskan diri. Dengan gerakan lembut, ia membersihkan sisa-sisa percintaan mereka dengan tisu basah sebelum akhirnya mereka berjalan kaki kembali ke apartemen, meninggalkan ruang rahasia mereka di dalam mobil. Namun, begitu pintu apartemen

