Sepanjang jalan, Raisa terus memeluk lengan Adrian dan kepalanya terus menyandar dibahunya.
Membuat Adrian terus menelan ludah berkali-kali.
Adrian yang menyetir tidak bisa fokus menatap depan tapi diam-diam sering menoleh ke arah Raisa dan bergumam di dalam hatinya.
"Aku suka sikap Isa yang seperti ini tapi apakah aku boleh berharap jika dia bisa selamanya seperti ini padaku? Tapi ...." Adrian kembali menatap ke arah depan, hatinya kembali goyah, dia takut Raisa menipunya seperti sebelumnya.
"Tapi aku tidak yakin, pasti ada sesuatu yang dia inginkan, apalagi sekarang dia terus memeluk lenganku dengan sikapnya yang manja, membuat aku jadi berpikir kalau dia benar-benar mencintaiku, tapi aku tidak boleh luluh, aku takut nantinya kecewa lagi seperti sebelumnya, aku takut kalau .... " Adrian terkejut ketika dia melihat seseorang melintas di depannya, membuat dia langsung menginjak rem secara mendadak dan Raisa berteriak karena terkejut juga.
"Mas!"
Raisa langsung melepaskan pelukannya dan kepalanya menegak, menatap ke arah Adrian.
"Ada apa mas? Kenapa kamu tiba-tiba menginjak rem mendadak?" Tanyanya dengan tatapan khawatir, tak ada raut kemarahan di wajahnya.
Adrian melongo, karena tak menyangka jika Raisa tidak marah-marah padanya bahkan sering mengeluarkan kata-kata yang sangat menyakiti hati Adrian.
Tapi kali ini.
"Mas! Kamu kenapa diam saja? Kamu baik-baik saja kan?" tanya Raisa, dia melambaikan tangannya berkali-kali di depan wajah Adrian.
Adrian pun tersentak.
"A-aku ... Aku baik-baik saja! Kamu tidak perlu khawatir," jawab Adrian, dia segera menatap ke arah depan, untuk menghindari tatapan Raisa yang tidak aman buat jantungnya.
"Syukurlah kalau kamu baik-baik saja mas, tapi tadi kenapa kamu tiba-tiba menginjak rem? Apakah tadi sedang banyak pikiran jadi kamu tidak fokus?" tanya Raisa.
Adrian berdehem, dia tetap harus menjaga wibawa dan gengsinya.
"Aku baik-baik saja, tadi orang yang menyeberang itu saja yang tidak hati-hati, untung saja aku bisa menginjak rem tepat waktu," jawabnya dengan tegas.
"Oh! Jadi seperti itu, aku pikir kamu sedang banyak pikiran jadi tidak fokus menyetir, kalau kamu sibuk di kantor, seharusnya tadi aku tidak mengajak kamu ikut mas, biar saja tadi aku pergi sendiri saja," ucap Raisa yang berusaha untuk bijaksana tak mau menjadi beban Adrian lagi.
Secepatnya Adrian menoleh dan menatap Raisa dengan tatapan marah.
"Aku tidak sibuk! Aku baik-baik saja! Jangan pernah berpikir kamu bisa pergi sendirian, atau memang sebenarnya kamu ingin pergi sendirian supaya kamu bisa bertemu dengan pria kesayangan kamu itu, ya kan?" ucap Adrian, matanya melotot dan membuat suasana berubah menjadi tegang.
Raisa segera menggelengkan kepalanya, dia tak mau Adrian salah faham.
"Tidak! Aku tidak bermaksud seperti itu mas! Aku hanya ... Aku hanya tidak mau merepotkan kamu saja! Aku tahu, kalau kamu sangatlah sibuk dan aku tidak ...." Raisa belum selesai bicara, karena Adrian segera memegang kedua bahunya dengan erat.
"Raisa, aku tidak akan membiarkan kamu pergi sendirian lagi! Aku tidak mengizinkan kamu bertemu dengan si b******k itu! Mulai sekarang kamu tetap tinggal dirumah, tanpa seizin aku kamu tidak boleh keluar! Kalau kamu berani pergi secara diam-diam maka ...." Adrian tidak bisa melanjutkan ucapannya, karena tiba-tiba saja Raisa mengecup pipi nya.
Cup!
Satu kecupan yang membuat Adrian langsung diam tak bergerak.
"Iya mas, aku akan mematuhi semua yang katakan! tenang saja, aku tidak akan lagi menemui pria b******k itu lagi, apalagi diam-diam pergi, kemanapun aku pergi pasti minta izin dulu sama kamu dan .... " Raisa mengelus lembut pipi Adrian membuat tangan Adrian yang mencengkeram erat kedua bahu Raisa perlahan mengendur.
"Dan hari ini, aku mau menghabiskan waktu sama kamu mas! Maafkan aku, karena sudah membuat kamu salah faham dengan ucapan aku tadi," ucap Raisa, dia tersenyum lembut membuat Adrian tak lagi terbawa api amarah lagi.
"Benarkah itu? Kamu tidak sedang berbohong padaku kan? Kamu .... "
"Ssstt! Aku bersumpah mas, aku tidak akan menemui dia lagi dengan sengaja, kalau aku berbohong aku rela mati disambar petir," ucap Raisa dan secepatnya Adrian menutup mulut Raisa.
"Jangan bicara sembarangan! Aku tidak mengizinkan kamu mati! Kamu harus tetap hidup," ucap Adrian.
Raisa tersenyum serta menganggukkan kepalanya.
Sehingga Adrian pun melepaskan telapak tangannya yang membungkam mulut Raisa.
"Baguslah kalau kamu mengerti! Sekarang ... Kita masih tetap lanjut ke tujuan semula atau .... "
"Lanjutkan mas! Aku tidak punya pakaian sama sekali, pakaian yang ada di lemari itu sekarang hanya sampah saja, aku tidak mau memakainya lagi," ucap Raisa.
Adrian menghela napas panjang, lalu menatap lagi ke arah depan.
"Syukurlah kalau kamu sudah membuang semua itu," ucap Adrian sambil tersenyum kecil secara diam-diam.
"Hummm! Aku tidak mau memakainya lagi, melihatnya saja memalukan kalau dipakai di depan orang lain, kecuali .... " Raisa tersenyum dan kembali mengecup pipi Adrian.
"Kalau aku mengenakannya di depan kamu, aku tidak merasa malu sama sekali," ucapnya dengan santai.
Mata Adrian langsung melotot dan detak jantungnya langsung berdetak sangat cepat.
"Ra-Raisa, ka-kamu ...." Adrian memutar kepalanya, dia menatap ke arah Raisa yang tersenyum manis kepadanya.
"Mas mau lagi? Aku bisa kasih ciuman lebih banyak dan ...."
"Tidak tahu malu! Kamu itu seorang wanita, seharusnya kamu tidak asal cium!" sela Adrian.
Raisa langsung tertawa mendengarnya.
"Hahahaha ... Kenapa harus malu mas? Aku kan mencium suamiku sendiri dan disini juga hanya ada kita berdua dan aku merasa kalau aku sudah melakukan hal yang benar kok!" jawab Raisa, dia kembali mendekati pipi Adrian membuat telinga Adrian memerah.
"Raisa kendalikan diri kamu! Kamu tidak boleh asal mencium pria, ka-kamu ...." Adrian langsung memalingkan wajahnya, dia benar-benar tidak tahan melihat wajah Raisa yang sangat dekat dengannya.
"Raisa jangan terus menguji kesabaran aku! Kalau kamu terus seperti ini, aku takut kehilangan kendali!" Gumam Adrian.
"Sudahlah! Berhenti bercanda! Aku harap kamu tidak seperti ini lagi! Takutnya aku .... "
Raisa malah semakin dekat dan dia berbisik di dekat telinga Adrian.
"Mas kalau kamu menginginkan aku, katakan saja dengan jujur jangan terus menghindar," bisik Raisa yang tersenyum lebar lalu kembali duduk dengan patuh.
Deg!
Seluruh tubuh Adrian membeku, dia benar-benar terkejut dengan ucapan Raisa.
"Raisa! Kamu kendalikan ucapan kamu! tahukan konsekuensinya kalau kamu terus menggoda aku? Dan aku tidak akan bertanggung jawab kalau aku lepas kendali! Karena setelah kamu seutuhnya jadi milikku, aku tidak akan melepaskan kamu selamanya!" Ancam Adrian.
Raisa malah tertawa lagi.
"Hehehehe ... Tentu saja aku tahu mas konsekuensinya dan aku siap menerimanya," jawab Raisa dengan santainya.
Membuat Adrian hanya bisa menepuk dahinya.
"Kamu benar-benar aneh Raisa! Aku menyerah! Terserah kamu saja deh!" ucap Adrian yang segera menginjak pedal gas dan melanjutkan perjalanan menuju pusat perbelanjaan yang jadi tujuan utama Raisa sejak tadi.
Selama perjalanan, suasana jadi hening tak ada satu patah katapun keluar dari mulut Keduanya dan Raisa terus menatap wajah Adrian sambil tersenyum sendiri.
"Kenapa dulu aku bisa bodoh sekali! Pria setampan Adrian aku sia-siakan malah mengejar pria yang tampangnya pas-pasan seperti Kevin? Aku ini benar-benar buta saat itu!" Gumam Raisa, dia kembali teringat betapa gilanya mengejar Kevin bahkan rela melakukan apapun asal Kevin mau membalas perasaannya.
"Bodoh!" gumam Raisa, setelah puas menatap wajah tampan suaminya, dia pun mengalihkan pandangannya ke arah jendela, menatap pemandangan diluar sana sambil memikirkan strategi apalagi yang harus dia lakukan agar Adrian percaya padanya.
"Adrian, aku akan melakukan semua cara agar kamu percaya kalau aku juga mencintaimu dan di kehidupan ini, aku dan kamu harus bahagia," gumam Raisa dia sibuk dengan pikirannya sendiri.
Sampai, tidak menyadari jika mereka pun sudah berada di tempat tujuan.
"Raisa, kita sudah sampai!" Ucap Adrian sambil melepaskan sabuk pengaman miliknya.
Raisa tersentak.
"Ah, sudah sampai ya mas!" ucapnya yang gelagapan sendiri.
Adrian mengerenyitkan dahi.
"Ada apa? Kamu baik-baik saja kan? Luka kamu bagaimana?" tanya Adrian dengan tatapan khawatir.
Raisa menggelengkan kepalanya.
"Aku baik-baik saja mas! Tadi aku ... Hanya sedikit mengantuk saja," ucap Raisa.
Dia melepaskan sabuk pengamannya dan segera membuka pintu.
"Ayo mas!"
Adrian pun segera keluar dari dalam mobil dan Raisa segera meraih tangannya.
"Mas, hari ini anggap saja kita sedang kencan," ucap Raisa dengan wajah bersemu merah, Raisa menggenggam tangan Adrian.
Pipi Adrian ikut bersemu merah, dia mengangguk setuju.
"Baiklah! Aku akan ikutin keinginan kamu," jawabnya sambil membalas genggaman tangan Raisa.
Keduanya pun berjalan secara bersamaan masuk ke dalam gedung pusat perbelanjaan itu.
Adrian merasakan perasaan sangat bahagia, karena ini pertama kalinya Raisa mau menggenggam tangannya di tempat umum dan itu sudah menjadi kebahagiaan terbesar dalam hatinya.
Adrian terus tersenyum sambil menatap genggaman tangan itu tanpa sepengatahuan Raisa tentunya.
Sehingga, keduanya terus berjalan seperti sepasang kekasih yang sangat romantis.
Keduanya berjalan menyusuri tiap sudut pusat perbelanjaan untuk mencari semua barang yang diinginkan Raisa.
Sampai akhirnya menemukan toko pakaian wanita dengan brand ternama namun terkenal dengan design yang sangat cantik nan elegan.
"Mas, ayo kita masuk ke sini!" Ajak Raisa sambil menarik tangan Adrian untuk ikut masuk bersamanya.
Adrian tersenyum dan mengikuti keinginan Raisa untuk masuk ke dalam.
Namun, saat keduanya baru masuk dan melihat melihat beberapa design pakaian yang cukup menarik perhatian Raisa.
Tiba-tiba saja.
Ada seseorang dari arah belakang memanggil Raisa.