Saat Raisa sedang melihat beberapa pakaian yang menarik perhatiannya, dia tersenyum gembira dan disampingnya ada Adrian yang juga tersenyum secara diam-diam.
"Menyenangkan sekali bisa menemani Isa berbelanja," gumam Adrian, dia terus menatap wajah Raisa sambil tersenyum secara diam-diam.
Sedangkan Raisa, dia terus memilah dan ada yang cocok dia langsung mengambilnya.
"Mbak, saya mau ini ... Ah ini juga! Mau ini juga!" ucapnya sambil memberikan semua pakaian yang dia pilih.
Raisa begitu gembira karena semua pakaian yang dia pilih adalah sesuai kriteria yang dia inginkan.
Pakaian yang sopan, elegan dan tentu saja menunjukkan bahwa dia adalah istri yang baik untuk Adrian.
Raisa penuh semangat terus memilah dan Adrian sibuk menatapnya tak mengeluh sama sekali.
Namun, kebahagiaan itu terganggu karena tiba-tiba saja, ada suara yang memanggilnya dari arah belaka
"Kakak!" Panggilnya.
Suara itu sangat familiar ditelinga Raisa, membuat tangannya yang menyentuh pakaian itu pun terhenti.
"Sial! Jangan bilang kalau itu ...." Raisa pun langsung menoleh dan benar saja, orang yang tak mau dia temui untuk saat ini, telah muncul di hadapannya, orang yang paling dia benci dan juga salah satu target balas dendamnya.
Raisa tak menjawab, dia menatap wanita itu dengan tatapan penuh kebencian.
Sedangkan wanita itu dengan tidak tahu malunya langsung datang menghampiri Raisa.
"Kak! Kenapa ada di sini?" tanyanya dengan senyuman sok polosnya.
"Humm, kamu lihat sendiri kan aku sedang apa?" jawab Raisa dengan ketus.
Wajah wanita itu yang tak lain Renata sang adik tiri pun langsung berubah memerah, menahan amarah di dalam hatinya.
"Siapa juga yang mau ketemu sama kamu Raisa! Jangan terlalu percaya diri!" gerutunya di dalam hati.
Raut wajahnya seketika berubah menjadi tersenyum lagi.
"Kak, bukannya kakak tidak suka ya dengan model pakaian di toko ini? Kenapa kakak bisa ada di sini?" tanyanya yang langsung meraih tangan Raisa.
Namun Raisa segera menepisnya.
"Rena, Kenapa kamu juga ada disini? Jangan bilang kamu juga mau beli pakaian di sini?" tanya Raisa dengan tatapan penuh kebencian, Raisa berusaha menahan semua emosi yang bergejolak di dalam hatinya, dia menyipitkan matanya dengan tatapan menyelidik.
Renata langsung salah tingkah.
"Karena kebetulan kita dipertemukan, sepertinya lumayan jika aku memulai misi balas dendamku" gumam Raisa, dia tersenyum dingin, menatap Renata dengan tatapan tegas.
Renata merasakan ada yang aneh dengan Raisa, tapi dia tetap tenang.
"A-aku sedang jalan-jalan sama teman, pas sekali ya kak kita ketemu di sini, tapi ...." Renata menatap ke arah samping Raisa dan dia baru menyadari jika Adrian yang ada di samping Raisa apalagi melihat Raisa memeluk erat lengannya.
Membuat Renata mengepalkan tangannya.
"Sial! Kenapa mereka bisa bersama? Harusnya kan Adrian membencinya, kenapa bisa mereka bisa pergi bersama? Dan kenapa Raisa memeluk lengannya?" gumam Renata, dia terus menatap tangan Raisa yang memeluk erat lengan Adrian.
Renata menggertakkan giginya, dia sekuat tenaga menyembunyikan rasa benci dihadapan Raisa.
"Ah, kak! Kok tumben kakak pergi bareng Kak Adrian? Bukannya seharusnya kakak sedang ada janji ya dengan Kak Kevin? Dia ...." Renata terus tersenyum dan mendekati Raisa, dia ingin mempengaruhi Raisa yang sebelumnya gampang terpengaruh oleh ucapannya.
"Kak, kak Kevin bilang sama aku kalau dia ingin bertemu sama kakak, bukannya kakak juga sangat merindukan kak Kevin?" Ucapnya dengan sengaja supaya Adrian mendengarnya.
Mata Raisa langsung melotot kesal.
"Jangan bicara sembarangan kamu Rena! Aku tidak ...." belum selesai Raisa bicara, Adrian menarik lengannya dengan marah.
"Raisa, kalau kamu sibuk, aku mau pergi banyak kerjaan di kantor," ucapnya dan hendak berbalik untuk bergegas pergi.
Namun Raisa segera menarik lengan Adrian lagi.
"Mas, bukannya kamu bilang tidak ada kerjaan apapun hari ini? Kenapa bisa jadi tiba-tiba ada kerjaan?" tanya Raisa dengan mata berkaca-kaca, dia memohon agar Adrian tidak pergi.
Adrian melihat tatapan Raisa dan rasa marah serta cemburu yang sebelumnya membakar hatinya perlahan luluh.
"I-itu ... Tadi aku ...." Adrian bingung mau menjawab apa, karena di depan Raisa dia akan melemah tak bisa tegas seperti saat menghadapi orang lain.
"Mas! Jangan pergi! Kamu kan sudah janji mau temani aku belanja dan kamu menyetujui juga kan kalau hari ini kita mau berkencan!" Rengek Raisa, dia langsung memeluk lengan Adrian dengan manja.
"Mas, jangan dengarkan omongan Rena, dia hanya iri karena melihat kita bermesraan," ucap Raisa dia menatap ke arah Renata dengan senyuman lemah.
"Ya kan Rena," ucapnya.
Renata melotot terkejut melihat Raisa yang ternyata bisa berakting seperti dirinya.
"Eh, aku ...." Renata tersenyum canggung, dia segera memalingkan wajahnya.
"Sial, sejak kapan wanita sialan ini berpura-pura? Bagaimana ini? Jika aku terus memprovokasi dengan membawa nama Kevin takutnya Adrian akan mencurigai aku, kalau akulah yang terus mendorong Raisa supaya jatuh cinta sama Kevin," gumam Renata, dia berpikir sejenak untuk menimbang yang harus dia lakukan sekarang.
Sedangkan Raisa, dia diam-diam tersenyum kecil, melihat Renata.
"Memangnya kamu saja yang bisa bersikap sok polos, manis dan manja, hah?! Aku juga bisa Renata, sekarang aku tidak akan membiarkan kamu membuat priaku marah lagi," gumam Raisa, dia terus memeluk lengan Adrian.
Adrian tersenyum kecil, dia tak lagi marah.
"Isa kamu menggemaskan sekali! Bagaimana mungkin aku bisa marah kalau kamu seperti ini," gumam Adrian, dia pun mengusap lembut rambut Raisa.
"Baiklah! Aku tidak akan pergi, aku akan menepati janjiku tapi dengan satu syarat," ucap Adrian.
Raisa mendongakkan kepalanya.
"Syarat? Syarat apa mas? Cepat katakan," ucap Raisa.
Adrian tersenyum kecil, dia segera memalingkan wajahnya.
"Sial! Aku benar-benar tidak tahan lagi, Isa terlalu menggemaskan! Rasanya aku ingin mencium bibirnya yang lembut itu," gumam Adrian, dia menggosok hidungnya berkali-kali dan kembali menatap wajah Raisa dengan tatapan seperti biasanya.
Padahal di dalam hatinya jauh berbeda.
"Syaratnya, aku ingin ...." Adrian menatap ke arah Renata dengan tatapan tidak suka.
"Jauhi dia, aku tidak suka kalau dia ada di sekitar kamu," ucap Adrian dengan tegas
Renata terkejut mendengarnya, dia segera melihat ke arah keduanya.
"Kak Adrian, kenapa melarang kak Raisa menjauhi aku? Kami ini saudara, tidak mungkin kalau kita ...."
"Aku setuju mas! Aku berjanji akan menjauhinya," sela Raisa.
Membuat Renata melotot.
"A-apa? Kak! Kenapa kakak setuju? Kakak kamu tidak boleh menyetujuinya, pokoknya tidak boleh!" teriak Renata, dia menatap Adrian dengan tatapan penuh kebencian.
Raisa langsung tertawa kecil.
"Ckckck ... Kenapa aku harus tidak setuju dengan syarat yang diberikan oleh suamiku sendiri dan harus mendengarkan ucapan kamu Rena?" tanya Raisa.
Renata gelagapan, dia hampir menunjukkan sifat aslinya di depan keduanya.
"A-aku ... Aku tidak setuju saja kak! Kita kan saudara, bagaimana mungkin kakak menjauhi aku karena ucapan dari kak Adrian? Dia tidak berhak mengajukan syarat semacam itu, dia ...." Belum selesai Renata bicara, Raisa maju dan ....
Plak!
Raisa menampar wajah Renata.
"K-kak ... Kamu menampar aku?" teriak renata saat rasa perih dan sakit menjalar di pipinya.
Raisa tersenyum tanpa menunjukkan rasa menyesal sama sekali.
"Iya! Aku menampar kamu karena sebagai kakak, sangat wajar memberikan pelajaran kepada adiknya yang tidak tahu sopan santun, apalagi kamu berani menyela ucapan kakak ipar kamu!" ucap Raisa dengan tegas.
Renata memegang pipinya, matanya memerah menahan tangis dan rasa malu karena semua orang melihat ke arahnya.
"Kak, kamu tega sekali! Aku akan melaporkan semuanya sama mama dan papa!" teriaknya.
Raisa masih tersenyum.
"Laporkan saja!" Jawab Raisa dengan santai.
Membuat Renata semakin marah dan dia menghentakkan kakinya berkali-kali.
"Arrgghh! Awas kamu Raisa!"
Renata pun langsung berlari keluar meninggalkan Raisa yang tertawa puas dan Adrian, dia juga ikut tertawa dengan suara yang sangat kecil.
"Hahahaha, itu baru permulaan Renata, masih banyak waktu untuk aku menangani kamu," gumam Raisa yang terus tertawa hingga Renata pun hilang dari pandangannya saat ini.