Harus bertahan mengendalikan diri (Adrian)

1156 Kata
"Ahemmm!" Suara seorang pria membuat Bi Nur menghentikan ucapannya, dia pun langsung menoleh ke arah pemilik suara itu dan ternyata dia adalah Adrian. "Tu-tuan!" bi Nur tergagap, dia langsung ketakutan. Adrian yang hanya memasang ekspresi dinginnya langsung menatap Bi Nur. "Tinggalkan saya berdua dengannya!" perintahnya. Bi Nur mengangguk. "Baik Tuan!" Bi Nur pun menatap ke arah Raisa. "Nyonya saya pamit pergi dulu," ucapnya yang langsung bergegas pergi meninggalkan keduanya. Kini, hanya tinggal Adrian yang diam-diam menatap Raisa tanpa mengucapkan satu patah katapun. Membuat Raisa tersenyum kecil. "Masih dengan ego yang masih tinggi ya? jika aku tidak terlahir kembali mungkin aku tidak akan tahu kalau sikap dingin dan cuek kamu itu sebenarnya untuk menutupi perasaan cinta kamu padaku," gumam Raisa, dia menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "Puft! Dipikir-pikir Adrian kamu lucu juga ya? tapi tenang saja, kali ini aku saja yang lebih dulu menunjukkan kalau aku yang mencintaimu walaupun nanti orang lain mengatakan aku gila, aku tidak peduli, pokoknya kali ini kamu tidak akan kecewa padaku seperti di kehidupan sebelumnya," gumam Raisa, dia masih menutup mulutnya dan terus menatap Adrian. Adrian merasa canggung, dia segera memalingkan wajahnya. "Ka-kamu kenapa?" tanyanya dengan suara gagap. Raisa tersenyum dan melepaskan telapak tangan yang menutupi mulutnya. "Aku? Aku tidak kenapa-kenapa kok mas, hanya saja aku .... " Raisa berjalan mendekati Adrian dan segera memeluknya. Membuat Adrian terkejut sampai matanya melotot menatap ke arah Raisa. "Raisa! Apa yang sedang kamu lakukan? Ka-kamu .... " Adrian berhenti bicara, ketika Raisa mendongakkan kepalanya, menatap dirinya dengan senyuman manja. "Aku ingin bermanja pada suamiku sendiri, memangnya tidak boleh kah?" rengeknya dengan suara khas manjanya. Jantung Adrian berdegup sangat cepat, ketika mendengar ucapan yang membuat dia hampir melepaskan gengsinya yang setinggi gunung itu. Glek! Adrian menelan kasar ludahnya, dia segera memalingkan wajahnya. "Sial, Raisa apa yang kamu inginkan? Kenapa kamu jadi seperti ini? Kalau seperti ini terus aku takut tidak bisa melepaskan kamu!" gumamnya, dia berusaha tetap bertahan dan tak mau menunjukkan perasaan aslinya pada Raisa. Sedangkan Raisa, senyuman di wajahnya langsung menghilang, dia mengeratkan pelukannya dan menyandarkan kepalanya di d**a Adrian. "Mas, aku tahu kalau kamu tidak percaya sama ucapan aku! Aku juga sadar jika sudah banyak mengecewakan kamu, tapi ...." Raisa mengelus lembut d**a Adrian, menggerakkan jarinya menulis sebuah nama di sana, nama dirinya dan juga adrian dengan lukisan hati di dalamnya. "Sial!" gumam Adrian, dia menggertakkan giginya. Sedangkan Raisa, dia tak peduli. Dia terus menggoda Adrian. "Mas, aku akan membuktikan kalau aku sungguh mau berubah, aku tidak menyukai si b******k itu lagi, aku hanya menyukai kamu mas! Ah, bukan hanya menyukai tapi aku sangat mencintaimu mas!" ucap Raisa dia menggerakkan tangannya. "Mas, kamu bisa merasakan kan kalau aku ...." Adrian tak bisa menahannya lagi, dia takut dirinya hilang kendali dan tanpa sadar dia akan mencium Raisa. "Raisa, jangan main-main! Aku tidak bisa mengendalikan diriku kalau kamu terus seperti ini!" teriak Adrian sambil mendorong kedua bahu Raisa. Pelukan itu pun terlepas, Raisa cemberut. "Mas kenapa kamu mendorong aku?" rajuknya. Adrian tak berani menatapnya, dia masih memalingkan wajahnya, pura-pura melihat ke arah yang lain. "Aku tidak suka kamu terlalu dekat seperti tadi, a-aku ... Aku pokoknya tidak suka!" ucapnya sambil mengelus dadanya, menenangkan degupan jantung yang semakin kencang tak terkendali itu. "Maafkan aku Isa! Aku tidak bermaksud untuk melakukannya, semua ini aku lakukan karena takut aku terlalu dalam mencintaimu dan tak bisa merelakan kamu bersama Kevin, pria yang kamu cintai itu!" gumam Adrian, dia menghela napas panjang berkali-kali untuk menenangkan dirinya. Raisa terdiam sejenak, dia pikir jika Adrian jijik padanya karena pernah bersentuhan dengan Kevin, membuatnya perlahan menitikkan air matanya. "Mas, kamu pasti jijik sama aku?" Ucapnya bersamaan suara isak, Raisa berusaha mengusap air matanya. Adrian pun langsung menoleh ketika mendengar suara isak yang begitu jelas di telinganya. "Raisa kamu jangan bicara sembarangan! Aku tidak seperti itu! Aku hanya ...." Adrian menarik napas panjang, dia bingung harus mengatakan apa, karena disisi lain dia ingin menjelaskan semuanya tapi dia takut Raisa makin membencinya. "Sial! Aku tidak boleh mengatakan yang sebenarnya! Raisa sudah mulai baik padaku, jika aku mengatakannya dia pasti membenciku lagi! Tapi ... Aku juga tidak mau membuat dia salah faham dan ...." Adrian memijat dahinya, dia menatap Raisa dengan tatapan sendu. "Aku ...." Adrian pun segera mengulurkan kedua tangannya dan menyentuh bahu Raisa dengan tatapan sulit diartikan oleh Raisa. "Jangan menangis! Aku hanya tidak terbiasa saja! Kamu tiba-tiba memeluk aku dan aku ... Ahemm! Aku sedikit terkejut saja tadi," ucap Adrian. Raisa menghentikan isakannya, dia menatap Adrian. "Benarkah itu mas? Kamu tidak berbohong kan? Kamu tidak jijik sama aku kan?" tanya Raisa. Adrian mengangguk. "Iya, aku bicara jujur kok! Sekarang jangan menangis lagi ya!" ucap Adrian, dia mengusap sisa air mata dari kedua sudut mata Raisa. Hatinya terasa sesak melihat Raisa seperti itu. "Sudah ya, jangan menangis lagi! Kamu juga belum sehat dan luka kamu .... " Adrian pun melihat perban yang masih melingkar di pergelangan tangan Raisa. Membuat hatinya berubah sakit ketika mengingat alasan Raisa rela menyakiti dirinya sendiri. "Isa, jika yang kamu lakukan saat ini hanya pura-pura atau menarik agar aku menyetujui permintaan gila kamu itu, aku rela!" gumam Adrian, perlahan dia melepaskan tangannya yang sedang menghapus air mata di wajah Raisa. "Sekarang kamu istirahat saja! Aku mau kembali ke perusahaan dan mungkin pulangnya sangat larut, kamu ...." "Mas jangan kembali ke Perusahaan! temani aku di sini ya!" Pinta Raisa. Adrian menyipitkan matanya. "Tapi aku harus ...." "Mas, aku mohon! Tolong jangan kembali ke perusahaan ya! Temani aku sehari saja!" rengek Raisa. "Oh ya! Tadi mas mengatakan mau kembali ke Perusahaan tapi sekarang, kamu masih di sini mas! Jangan bilang kalau mas sebenarnya tidak ada niat kembali ke Perusahaan kan? Pasti mengkhawatirkan aku, ya kan?" ucap Raisa, dia mengedipkan matanya berkali-kali dengan senyuman manisnya. Membuat Adrian jadi canggung sendiri. "A-aku ... Aku memang mau kembali ke Perusahaan tapi tadi ada yang ketinggalan, jadi aku bergegas kembali lagi dan aku .... " Adrian terkejut saat Raisa langsung memeluk lengannya. "Mas! Temani aku ya! Aku mohon! Oh ya .... " Raisa langsung teringat jika dia ingin membeli banyak pakaian baru dan membuang semua pakaian memalukannya itu. "Mas, temani aku beli pakaian baru dan keperluan lainnya, ya mas! Mau ya?" rengek Raisa. Adrian kembali melotot, dia benar-benar kembali terkejut. "Kamu minta aku temani kamu belanja? Raisa kamu tidak sedang bercanda kan?" tanya Adrian, dia segera menyentuh dahi Raisa. "Suhu badan kamu normal, tidak panas," ucapnya. Raisa menggoyang-goyangkan lengan Adrian dengan manja. "Mas, ih ... aku serius! Pokoknya aku mau mas antar aku belanja, aku mau buang semua pakaian jelek yang ada di lemari itu! Sepatu, make up dan semuanya yang memalukan mau aku buang semua! Aku mau beli pakaian yang cocok untuk aku sebagai istri kamu mas," ucap Raisa. Adrian mengerenyitkan dahi, dia benar-benar semakin bingung dengan sikap Raisa. "Tadi apa yang Kamu katakan? Kamu ingin mengganti semua gaya berpakaian kamu untuk menunjukkan kalau kamu itu istriku? Lalu dengan Kevin, dia ...." belum selesai Adrian bicara. Ponselnya berdering, membuat Adrian harus menghentikan pembicaraannya dengan Raisa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN