Drrttttt ....
Ponsel Adrian pun berdering, membuat Adrian tak bisa melanjutkan ucapannya.
"Aku mau menjawabnya dulu, kamu ...." Adrian menatap lengannya yang masih dipeluk oleh Raisa.
"Raisa, kapan kamu mau melepaskannya?" tanyanya dengan tegas.
Raisa tersenyum, dia malah mengeratkan pelukannya.
"Aku akan melepaskan kalau kamu setuju dengan permintaan aku," jawabnya, matanya terus berkedip-kedip penuh harap.
Adrian menarik napas panjang, lalu perlahan menghembuskannya, namun dalam hatinya dia tertawa gembira.
"Yes, ini pertama kalinya aku bisa pergi berduaan dengannya, aku tidak boleh membuat kesalahan supaya Isa tidak kapok pergi sama aku," gumamnya sambil tersenyum kecil tapi segera dia sembunyikan, takut Raisa melihatnya.
"Baiklah, karena kamu yang memaksa, jadi aku tidak bisa menolaknya! Aku akan menemani kamu, sekarang cepatlah pergi bersiap, setelah selesai menelpon, kita bisa langsung pergi," ucap Adrian dengan tegas.
Raisa tersenyum cerah.
"Hore! Terima kasih mas karena sudah mengabulkan permintaan aku, kalau begitu ... Aku mau siap-siap sekarang! Aku mau cari pakaian yang sedikit layak digunakan, hehehehe ... Pakaian yang aku lihat di lemari tadi benar-benar sangat memalukan! Kamu juga pasti jijik kan kalau aku memakai pakaian kurang bahan dan norak seperti itu kan?" tanya Raisa.
"Hhhmmm ... Sudah bisakan melepaskan tanganku?" pinta Adrian.
Raisa segera melepaskan lengan Adrian yang dia peluk sejak tadi.
"Hehehehe ... Ya sudah aku siap-siap dulu ya mas! Nanti kalau sudah selesai beritahu aku! Pokoknya tidak boleh ingkar janji," tegas Raisa dan tanpa aba-aba, dia mengecup pipi Adrian.
"Terima kasih mas, aku sangat menyukaimu," ucapnya dengan wajah bersemu merah, Raisa bergegas masuk kembali ke dalam kamarnya dan meninggalkan Adrian dengan posisi berdiri kaku dan ponselnya masih terus berdering.
"Ta-tadi dia ... dia mencium pipi aku?" Ucapnya sambil menyentuh pipinya.
"Dia ta-tadi .... mencium aku? I-Isa! dia ... dia tadi mencium aku!" Ucap Adrian, dia tertawa sendiri seperti orang gila.
"Isa cium aku? Isa ... Hahahaha ... Isa cium aku!" Adrian terus berkata seperti itu berulang kali, dia benar-benar sangat bahagia.
Namun suara dering ponsel yang kembali menyala, membuat dirinya kesal.
"Sial! Benar-benar mengganggu sekali! Kalau tidak penting, aku habisi kamu!" gerutunya.
Adrian pun berjalan sedikit menjauh dari depan pintu kamar Raisa, lalu melihat layar ponselnya.
"Kalau tidak penting, awas kamu!" umpatnya, dia pun menekan tombol 'ok' lalu menjawabnya.
"Halo!" jawab Adrian dengan suara dingin.
"Halo Bos! Sore ini ada meeting di Hotel Ariston, anda mau berangkat dari rumah atau ...."
"Batalkan!" Sela Adrian, dia tak mungkin melewatkan moment yang sangat berharga dalam hidupnya, karena ini pertama kalinya Raisa ingin pergi berdua dengannya.
Sedangkan sang asisten, yaitu Harsa langsung terkejut.
"Hah! Bos anda tadi bilang apa? Ba-batalkan? Maksud anda bagaimana ya Bos, saya tidak mengerti sama sekali?" tanya Harsa, dia tak percaya jika atasannya bisa membatalkan janji tanpa alasan, karena selama ini atasannya itu sangat gila kerja membuat dirinya harus lembur terus.
Adrian memijat dahinya.
"Ya, Batalkan! Atur ulang jadwalnya lagi, hari ini saya tidak kembali ke kantor, ada urusan yang jauh lebih penting," jawab Adrian.
Harsa makin terkejut, mulutnya terbuka lebar membentuk huruf O besar.
"Hah, u-urusan sangat penting? Sepenting apa memangnya? Bukannya urusan Bos yang paling penting hanya tentang pekerjaan dan tentang ...." mulut Harsa terkatup, dia baru ingat kalau istri atasannya itu sedang sakit dan Harsa juga tahu perasaan Adrian yang sebenarnya.
"Bos, apakah anda mau menemani nyonya di rumah seharian? Atau mungkin anda mau ke pengadilan untuk ... Ahh! Bos, anda yakin mau bercerai dengan nyonya? Bukannya anda sangat mencintainya dan anda .... "
"Tutup mulut kamu Harsa! Siapa yang mau bercerai? Saya tidak akan melepaskan dia, sampai matipun Raisa akan selalu menjadi milik saya! Jangan bicara sembarangan lagi!" bentak Adrian, dia sangat membenci mendengar kata bercerai.
Harsa menghela napas lega, dia mengelus d**a berkali-kali.
"Syukurlah kalau bukan Bos! Kalau begitu, bolehkah saya tahu, apakah nyonya mau ditemani anda di rumah? Bukannya biasanya selalu marah jika melihat anda?" tanya Harsa, dia ingin tahu mengapa atasannya tidak seperti biasanya.
Adrian menghela napas panjang, dia malas menjelaskannya.
"Pokoknya hari ini saya tidak kembali ke kantor, saya ada urusan penting dengan istri saya dan .... " Adrian melihat dirinya yang masih memakai pakaian kerja.
"Tidak mungkin aku pergi keluar berdua dengannya dengan pakaian seperti ini, nanti orang menyangka kalau aku bukan suaminya, ya kan?" gumam Adrian dengan suara kecil tapi terdengar oleh Harsa.
"Bos, anda mau pergi sama nyonya? Anda mau pergi kencan ya?" tanya Harsa secara refleks.
Adrian terdiam sejenak dan tiba-tiba tersenyum sendiri.
"Kencan? Memangnya kalau pergi berdua itu sama dengan kencan ya?" tanyanya dengan polos.
"Ya tentu saja Bos, kalau pergi berdua ya sama saja dengan kencan, apalagi anda dan nyonya semenjak menikah, kalian belum pernah pergi menghabiskan waktu berdua kan?" ucap Harsa, dia langsung bersemangat dan ikut senang mendengarnya, walaupun dia juga masih belum percaya jika istri bos nya itu tiba-tiba baik.
"Tapi Bos, nyonya mengajak anda pergi berdua pasti ada maunya, jangan bilang kalau nyonya memaksa lagi ingin bercerai?" tanya Harsa.
Adrian berdehem, dia menjawab dengan tenang.
"Tidak! Dia tidak memaksa lagi untuk minta cerai tapi dia mengatakan kalau dia tak mau bercerai dengan saya, berjanji akan mencintai saya untuk selamanya, tapi saya ...." Adrian masih meragukan ucapan Raisa.
"Bos, anda harus hati-hati! Takutnya ini cara baru nyonya untuk memaksa anda menceraikannya, anda juga harus waspada jangan terbuai dengan rayuan sesaatnya, kecuali jika anda sudah merelakan nyonya untuk si b******k itu, mungkin ...."
"Tidak! Saya tidak rela Isa bersama dengannya, Isa hanya milik saya! Jika dia ketahuan dekat lagi dengan si b******k itu, saya akan mengurung dia lagi, bila perlu saya ikat dia agar terus bersama saya," tegas Adrian, dia bukan hanya terlalu mencintai Raisa tapi sudah terobsesi dengannya, karena Raisa satu-satunya wanita yang dia inginkan.
Harsa hanya memijat dahinya, dia tak bisa mengatakan apapun lagi.
"Baiklah, Bos! Saya mengerti, kalau begitu anda segeralah bersiap, dandan yang tampan supaya nyonya terpesona dan segera melupakan si b******k itu! Saya heran, apa bagusnya si Kevin-Kevin itu! Anda seratus kali lebih tampan, lebih kaya lebih segalanya, tapi kenapa nyonya bisa menyukai muka seperti setan itu!" ucap Harsa, dia sangat membenci Kevin yang sudah membuat atasannya jadi menderita seperti itu.
"Hahahaha ... Terima kasih atas pujiannya, bonus bulan depan saya tambah dua kali lipat! Kalau begitu, saya siap-siap dulu!" ucap Adrian, suasana hatinya sangat baik ditambah mendengar pujian dari asisten pribadinya, membuat hatinya semakin gembira.
Harsa sangat gembira mendengar bonusnya bertambah dua kali lipat.
"Terima kasih Bos! Saya doakan semoga kencan hari ini berhasil! Semangat Bos, anda pasti bisa mendapatkan hati nyonya," ucapnya.
"Ya! Kamu urus sisa kerjaan di kantor!"
"Baik bos! Semuanya pasti beres!" Jawab Harsa penuh semangat.
Tut' tut' tut
Panggilan telepon pun berakhir.
Adrian tersenyum penuh semangat dan segera bergegas masuk ke dalam kamarnya.
Karena selama ini, dari semenjak mereka menikah, kamar mereka terpisah atas permintaan Raisa yang sejak awal membenci Adrian.
Adrian pun segera masuk ke dalam kamarnya, dia membersihkan diri takut bau keringat akan mengganggu kencannya dan mencari pakaian, sampai mengeluarkan isi lemari untuk mencari pakaian yang cocok, dia tak mau terlihat tua ataupun jelek di depan Raisa.
"Pakai yang mana? Semuanya jelek!" umpat Adrian, dia sudah mengeluarkan isi lemari nya dan menaruhnya diatas tempat tidur tapi belum menemukan yang cocok.
"Sial! Bagaimana ini? Aku tidak mungkin kan .... " Adrian belum selesai bicara.
Terdengar suara ketukan yang membuat konsentrasinya buyar saat itu juga.