berhasil mengusir sahabat munafik.

1486 Kata
Tok' tok' tok' Suara ketukan itu mmbuyarkan lamunan Raisa dan secepatnya dia menatap ke arah pintu. "Masuk!" teriaknya. Krekkk! Pintu pun terbuka, Bi Nur pun masuk. "Nyonya, ada teman nyonya datang berkunjung ingin bertemu," ucapnya dengan sopan. Raisa mengerenyitkan dahi, dia tahu orang yang datang itu adalah sahabat yang paling dia percaya, jika dia tidak tahu di kehidupan sebelumnya, maka dia pasti akan menganggap jika sahabatnya itu adalah orang yang sangat baik. Namun, karena Raisa sudah tahu sifat aslinya di kehidupan sebelumnya, Raisa langsung menyeringai sendiri. "Apakah orang itu Brenda?" tanya Raisa, dia pun berbaring diatas tempat tidur dan menatap luka di pergelangan tangannya, luka bekas sayatan yang dia buat sendiri. "Semua gara-gara kebodohan aku yang mau mendengarkan saran busuknya, mungkin aku tidak akan melakukan hal sebodoh ini!" ucap Raisa dengan tatapan benci. "Brenda, kalau aku tidak terlahir kembali mungkin aku akan bodoh seperti dulu lagi, tapi sekarang ... Karena aku sudah diberi kesempatan untuk memperbaiki semuanya, maka aku tidak akan terjerumus lagi oleh hasutan sialan kamu itu! Dan ...." Raisa tersenyum miring, dia mengingat di kehidupan sebelumnya, Brenda diam-diam menggoda Adrian di belakangnya bahkan sering mengadu domba agar Adrian membencinya. "Kali ini, kamu tidak akan bisa menghancurkan pernikahan aku dengan Adrian! Karena Adrian hanya boleh jadi milikku!" gumam Raisa, dia pun kembali menatap ke arah Bi Nur yang masih menunggu perintahnya. "Bi, saya tidak mau bertemu dengannya! Katakan saja kalau saya sedang istirahat, oh ya! Lain kali jangan biarkan dia masuk secara sembarangan! Kalau dia datang kemari, suruh tunggu di depan pintu masuk saja!" perintah Raisa. Bi Nur terkejut mendengarnya. "Hah! Nyonya ... Sa-saya sedang tidak salah mendengar kah? Anda ingin nona Brenda untuk menunggu di depan pintu masuk? Bukannya anda sendiri yang mengatakan kepadanya, jika anggap saja rumah ini seperti rumahnya sendiri? Tapi mengapa anda ...." Bi Nur semakin aneh dengan perubahan sikap Raisa yang begitu tiba-tiba itu. "Nyonya kenapa aneh sekali hari ini? Apa mungkin karena kepalanya terbentur, membuatnya jadi seperti ini?" gumam Bi Nur, dia menundukkan kepalanya, dia sibuk dengan pikirannya yang dipenuhi tanda tanya itu. Raisa mendengus kecil mendengarnya. "Huft! Itu dulu bi, sekarang saya tidak mau dia menginjakkan kakinya ke rumah ini lagi! Dia itu tidak layak untuk menjadi sahabat saya, bahkan jika menjadi pelayan pun saya tidak sudi sama sekali, jadi ...." Raisa segera duduk dan menyentuh telapak tangan Bi Nur. "Usir dia sekarang juga! Saya sungguh tidak ingin melihat wajahnya lagi," ucap Raisa dengan sungguh-sungguh. Bi Nur menatap ke arah Raisa, dia tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Baik nyonya, saya akan melakukan sesuai dengan perintah anda, syukurlah nyonya akhirnya sadar juga," ucapnya dengan tatapan berbinar. Raisa mengerenyitkan dahinya. "Sadar? Maksud Bibi apa? Apakah bibi mengetahui sesuatu tentang dia?" tanya Raisa. Bi Nur menundukkan kepalanya. "Sa-saya ... Saya tidak bermaksud untuk mengadu domba anda dengan nona Brenda dan saya juga tidak bermaksud untuk menghancurkan persahabatan anda dengannya, tapi saya kesal saja nyonya, saya kesal dengan sikapnya yang semena-mena kalau nyonya sedang tidak ada di rumah, di-dia sering datang kemari tanpa sepengatahuan nyonya dan sering mencari keberadaan tuan, dengan alasan ingin simpati, katanya kasihan sudah disia-siakan oleh nyonya dan dia ....." belum selesai Bi Nur bicara. Tiba-tiba saja. Orang yang sedang mereka bicarakan pun masuk tanpa permisi ke kamar Raisa. "Raisa, kamu baik-baik saja kan? Aku terkejut saat mendengar kalau kamu mau bunuh diri," ucapnya yang langsung datang menghampiri Raisa, dia berakting seolah dia adalah sahabat yang paling perhatian kepada Raisa. Raisa mengerenyitkan dahinya, dia terkekeh kecil melihat akting buruk sahabatnya. "Kenapa dulu aku tidak menyadari kalau akting dia itu buruk sekali! Bahkan keliatan sekali, dari raut wajahnya tidak ada kesan sedih sama sekali, malah lebih terlihat sedang menertawakan aku," gumam Raisa, dia menutup mulutnya dengan telapak tangannya Bi Nur melihatnya, dia terkejut melihat sikap Raisa yang biasanya ikut merengek sedih, bahkan sangat berlebihan di depan sahabatnya itu. "Nyonya ... Nyonya menertawakan sikap nona Brenda? Apakah nyonya sudah sadar kalau nona Brenda sedang pura-pura?" gumam Bi Nur, dia melihat ke Raisa lalu memutar tatapannya ke arah Brenda. "Sepertinya nyonya sudah menyadarinya? Syukurlah, akhirnya nyonya tidak akan terus dibodohi oleh orang jahat ini," gumam Bi Nur sambil tersenyum kecil. Sedangkan Brenda, dia yang tak tahu kalau Raisa sudah tahu kepura-puraannya itu, masih terus berakting sedih. "Raisa, bagaimana keadaan kamu? Kamu jangan begini dong! Aku tahu kalau kamu sangat mencintai Kevin dan tak menyukai suami kamu itu, tapi kan tidak harus melakukan hal seperti ini!" Brenda segera duduk di sisi tempat tidur Raisa lalu merebut tangannya yang masih menggenggam Bi Nur. "Raisa, jangan pegang tangan pelayan rendahan ini! Kamu nyonya disini kamu tidak ...." belum selesai dia bicara. Raisa segera menarik tangannya dari genggaman Brenda. "Ada perlu apa kamu kemari? Aku masih lemas, kata dokter harus banyak Istirahat," ucap Raisa, dia kembali berbaring dan dibantu Bi Nur untuk menyelimuti tubuhnya. Brenda menggertakan giginya, namun dia tetap tersenyum menyembunyikan rasa kesalnya. "Ah ... Raisa aku datang kemari karena mendengar kamu mau bunuh diri, kamu menyayat tangan kamu untuk mengancam suami kamu agar mau bercerai dan ah iya! Tadi aku ketemu sama Kevin, dia juga sangat mengkhawatirkan kamu, jadi dia titip salam untuk kamu," ucap Brenda. Dia sengaja membawa nama Kevin padahal sebenarnya, dia tak bertemu dengannya. "Oh!" Raisa hanya mengatakan itu dan segera memejamkan matanya. "Kalau tidak ada hal yang penting lagi yang mau kamu bicarakan, kamu boleh pulang sekarang juga! Aku mau istirahat," ucap Raisa. Brenda mengepalkan tangannya, dia masih ingin lebih lama di rumah itu karena tujuannya sebenarnya adalah ingin bertemu dengan Adrian. "Emmm ... Raisa, sebagai sahabat kamu, aku ingin sekali menemani kamu lebih lama, kamu kan disini sendirian pasti kamu kesepian sekali kan? Bagaimana kalau ...." "Tidak usah, aku mau istirahat! Kamu pulang saja, aku juga tidak merasa kesepian kok, di sini ada Bi Nur yang menemani aku," usir Raisa, dia tak mau mendengar ocehan busuk dari Brenda. "Dasar munafik! Bilang saja kamu sedang mencari kesempatan untuk bertemu dengan Adrian? Ckckck ... Tidak akan aku membiarkan kamu mendapatkan kesempatan itu!" guman Raisa, dia segera mengubah posisi tidurnya jadi menyamping. "Aku mau istirahat! Kamu pulang saja," usir Raisa lebih tegas dari sebelumnya. Brenda mendengus dan segera bangun dari duduknya, dia menatap Raisa dengan tatapan kesal lalu menghentakkan kakinya berkali-kali. "Baiklah kalau kamu mau istirahat, aku pergi dulu! Tapi kalau kamu butuh aku untuk menemani kamu, kamu harus segera menghubungi aku," ucapnya yang segera berjalan pergi menuju pintu. Namun, langkah kakinya terhenti ketika Raisa memanggilnya lagi. "Tunggu dulu!" Brenda langsung tersenyum, dia segera menoleh ke arah Raisa. "Ada apa Raisa? Apakah kamu berubah pikiran? Kamu mau aku menemani disini kan?" tanyanya dengan penuh semangat. "Tidak! Bukan itu, aku hanya mau memberitahu kamu, lain kali jika ingin bertamu ke rumah ini tolong jaga sikap kamu, jangan asal masuk saja seperti tadi," ucap Raisa dengan tegas. Mendengar itu, senyuman diwajah Brenda langsung menghilang. "Apa maksud kamu Raisa? Kita kan sahabat dan kamu juga sudah menganggap aku seperti saudara sendiri, bagaimana mungkin aku harus seperti tamu asing yang ...." Raisa langsung menyela. "Ya walau bagaimanapun kamu tetap orang asing, walaupun kamu sahabat yang aku anggap sudah seperti saudara, tapi kamu tahu sendiri kan kalau ini bukan rumah aku saja, tapi ini rumah milik suamiku dan dia tidak nyaman ada orang lain yang keluar masuk rumahnya, apalagi kamu tahu kan kalau suamiku itu mysophobia, dia tidak suka barang-barangnya disentuh orang lain selain dirinya atau aku, jadi ...." Raisa tersenyum dengan polosnya. Brenda mengepalkan tangannya dengan erat, dia ingin sekali memaki Raisa tapi dia tak mungkin melakukan itu, karena dia masih membutuhkan Raisa entah uangnya, ataupun jalan untuk mendekati Adrian dan merebutnya serta ada perjanjian dari Renata untuk membantunya menghancurkan hidup Raisa. "Jadi apa Raisa? A-aku ...." Raisa langsung duduk kembali, dia menyilangkan kedua tangannya di d**a. "Jadi, lain kali kalau mau kemari kamu harus mematuhi aturan di rumah ini! Kamu tunggu di pintu luar seperti tamu pada umumnya dan jika belum dipersilahkan masuk, tidak boleh asal masuk!" tegas Raisa, kali ini tatapannya berubah tajam, membuat Brenda mendadak bergidik. "A-aku! Baiklah aku akan mengikuti ucapan kamu! Aku tidak akan masuk sembarangan lagi, kamu jangan menyesal karena sudah membuat aku kesal!" ucapnya yang kembali menghentakkan kakinya berkali-kali lalu segera pergi meninggalkan kamar Raisa saat itu juga. "Tenang saja, aku tidak akan menyesal! Hati-hati di jalan! Awas ketemu anjing galak!" teriak Raisa, dia tertawa kecil. "Akhirnya bisa mengusirnya," ucap Raisa dia kembali berbaring dan menatap ke arah Bi Nur. "Bi, ikuti dia! Takutnya dia mengambil barang berharga di rumah ini," ucap Raisa. Bi Nur tersenyum penuh semangat, dia mengangguk patuh. "Baik nyonya, saya akan mengawasi dia sampai dia benar-benar pergi dari rumah ini," jawabnya yang bergegas pergi menyusul Brenda. Meninggalkan Raisa di kamar yang masih tertawa sendiri. "Hahahaha ... Ini baru saja permulaan untuk kamu Brenda, setelah ini akan ada kejutan lain untuk kamu yang lebih luar biasa," ucap Raisa yang terus tertawa sendiri. Tapi luka ditangannya tak sengaja tersentuh. "Aduh! Sakit!" Raisa meringis tapi tertawa lagi, dia masih belum puas menertawakan Brenda yang kini pasti sedang memaki dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN