Bab 10. Perlakuan Istimewa

1186 Kata
Novia membawakan kopi untuk Galang. Dia ingin sedikit melayani majikannya itu, sebelum dia pergi ke rumah sakit hari ini. Galang yang baru saja mandi, melihat Novia berdiri di dekat meja makan, di mana di sana sudah ada secangkir kopi panas dan setangkup roti lapis untuk sarapannya. Galang melihat ke arah Novia. Wanita itu terlihat lebih berisi dari pada saat baru dia temukan dulu. Baju yang dipakai oleh Novia juga tidak tampak lusuh. Penampilannya banyak berubah. Menarik, mungkin itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan penampilan Novia saat ini. “Pagi, Pak,” sapa Novia dengan senyum mengembang. “Pagi. Kamu udah siap pergi ke rumah sakit?” tanya Galang. “Sudah, Pak. Kata Pak Aji, operasi ibu saya nanti jam 1 siang,” jawab Novia. Galang mengangguk. “Ya, gak papa. Nanti minta aja sopir antarkan kamu ke rumah sakit.” “Baik, Pak.” Galang melihat ke arah makanannya. “Bisa kamu ganti sama roti yang kayak kemaren aja gak? Kasih mentega sama gula aja.” “Oh, Bapak mau yang itu. Iya Pak, bentar, saya buatkan.” Novia segera berlari kembali ke dapur. Dia langsung membuatkan roti oles sesuai dengan permintaan majikannya. Bik Darmi yang sejak tadi ada di dapur, ikut tersenyum melihat senyum Novia yang terus mengembang pagi ini. Dia tahu, pasti Novia sudah rindu dan ingin bertemu dengan ibunya. Novia menyajikan makanan pesanan Galang. Pria itu menyuruh Novia memakan roti lapis yang sebelumnya dihidangkan kepadanya. “Pak,” panggil Novia ragu. Galang mengangkat pandangannya sebentar lalu kembali melihat ke iPad-nya. “Apa?” “Hmm ... kalo misalnya nanti malam saya nginep di rumah sakit, boleh gak?” Badan Novia mengerut, takut kena sembur. “Liat keadaan. Yang pasti, kamu harus kondisikan keadaan Niko aman.” Senyum sedikit mengembang di bibir Novia. “Baik, Pak. Makasih banyak, Pak.” Novia kembali menikmati sarapan paginya. Dia sudah sangat senang sekali mendapatkan keputusan seperti itu. Wati yang baru saja menyelesaikan tugas mengepelnya, menatap kesal ke arah Novia. Wanita itu benar-benar diperlakukan beda oleh Galang. Selama dia mengasuh Niko, dia sama sekali tidak pernah duduk satu meja dengan majikannya saat makan. Tapi Novia, meski wanita itu duduk di ujung dan tidak terlihat akrab dengan Galang, tapi tetap saja hal itu membuat dia sangat kesal. “Enak banget anak baru itu. Pake pelet apa dia bisa dapet perlakuan baik gitu dari Pak Galang,” gerutu Wati. “Gak usah banyak komentar kamu. Udah buruan kamu beresin bagian belakang. Dah kotor banget itu tempat cuciannya,” perintah Bik Darmi. Mendapatkan perintah lagi untuk bersih-bersih, Wati semakin kesal. Ingin sekali dia mengadukan masalah ini pada Vera, tapi sayangnya dia tidak memiliki nomor ponsel wanita itu. “Apa-apaan ini?! Siapa dia Galang?!” Terdengar suara menggelegar dari arah belakang Galang duduk. Velia yang datang bersama dengan tentengan di tangannya, menatap tajam ke arah Novia yang juga kaget melihat kedatangan wanita yang batu kali ini dia lihat. “Nov, selesaikan makanmu di dapur,” ucap Galang. “Iya, Pak,” jawab Novia sambil membereskan piring sarapannya. “Heh! Siapa kamu. Berani banget kamu makan di sini!” murka Velia yang tidak suka dengan kehadiran Novia. “Kamu ngapain pagi-pagi ke sini?” tanya Galang mencoba mengalihkan perhatian Velia. “Galang, siapa dia?!” Velia masih ingin tahu. “Pengasuhnya Niko. Kamu mau sarapan?” “Pengasuh? Kamu makan satu meja sama pengasuh? Galang, di mana otak kamu, hah?!” Velia memaki Galang. “Kamu mau makan ato pulang?!” bentak Galang tidak ingin kalah. Velia yang kesal hanya bisa melihat ke arah Galang. Tatapan pria itu tetap saja dingin dan seperti tidak bersahabat. Galang duduk kembali. Dia tidak peduli Velia akan ikut duduk atau pulang. Asal saja wanita itu tidak membuat keributan lagi. Melihat Galang marah, Velia pun mengalah. Dia ikut duduk dan menyuruh Bik Darmi menyajikan makanan yang dia bawa dari rumahnya. Tatapan Velia masih tertuju ke arah Novia yang makan di meja dapur. Novia yang tidak nyaman dengan tatapan Velia, memilih untuk segera menghabiskan makanannya dan kembali ke lantai dua. Velia menoleh ke arah Galang. “Kamu jangan terlalu baik sama pelayan. Bisa ngelunjak mereka nanti!” ucap Velia memperingatkan. “Dia bukan pelayan. Dia pengasih Niko,” jawab Galang tegas. “Tapi dia ha—“ “Jangan berani mengusik orang yang bekerja untukku. Kamu belum jadi bagian dari rumah ini. Ketahui batasanmu, Velia!” tegas Galang sambil menatap tajam ke arah calon istrinya itu. Velia berhasil dibungkam oleh Galang. Dia memilih mengalah dari pada rencana pernikahannya dengan Galang akan terancam lagi. Novia yang ketakutan pada Velia, memilih bermain dan menjemur Niko di balkon saja. Dia tidak berani turun, sampai dia bisa memastikan kalau Galang dan wanitanya pergi. Saat keadaan terasa tenang, Novia memberanikan diri turun dari kamar. Dia sudah rapi untuk pergi ke rumah sakit. Setelah meletakkan Niko di box bayi, Novia mendatangi Bik Darmi yang sejak tadi melihatnya dari dapur. “Bik, itu tadi siapa sih? Kok serem banget orangnya,” tanya Novia. “Itu tadi Bu Velia. Dia tunangannya Pak Galang,” jawab Bik Darmi. “Oh, tunangannya. Galak banget ya, Bik.” “Meski galak, tapi Bu Velia tetep takut sama Pak Galang. Kamu udah siap berangkat?” “Iya, Bik. Pak Ali mana ya? Lagi depan apa ya,” tanya Novia mencari sopir sekaligus tukang kebun di rumah ini. “Pak Ali mau pergi sama aku. Kamu naik taksi aja!” celetuk Wati yang tiba-tiba muncul dengan penampilan rapi juga. Bik Darmi melihat ke arah Wati dari atas ke bawah. “Kamu mau ke mana? Kamu gak boleh pergi kalo gak ada ijin dari Pak Galang.” “Aku mau ke Bu Vera. Emang kalo ada perintah dari Bu Vera, masih gak dibolehin juga?” “Bu Vera? Kok kamu bisa tiba-tiba dipanggil Bu Vera?” “Emm ... ya bisa lah. Kan aku punya nomernya Bu Vera,” jawab Wati gugup. Wati melihat ke arah Novia. “Pokoknya mobil aku pake!” tegas Wati yang kemudian langsung pergi begitu saja meninggalkan dapur. Novia dan Bik Darmi terdiam. Mereka saling berpandangan sejenak, lalu sama-sama menggelengkan kepalanya. “Udah Bik, gak papa. Aku pesen taksi online aja,” ucap Novia sambil mengambil ponselnya dari dalam tas. “Iya, Nov. Kalo nanti bantah Wati, malah gak benernya. Tapi kamu gak papa kan naik taksi sendirian?” Bik Darmi sedikit takut. “Gak papa, Bik. Tapi Mas Niko gimana ya? Mbak Wati kan pergi.” “Biar nanti Bibi yang jaga. Lagian kalo siang kan Bibi gaj ada kerjaan. Kamu konsen aja ke operasi ibumu.” Novia tersenyum. “Makasih ya, Bik. Kabari aja kalo ada apa-apa ya.” Novia memberikan petunjuk cara mengambilkan asinya di dalam lemari pendingin. Dia juga memberi tahu kapan saja anak asuhnya itu minum s**u. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya taksi yang dipesan Novia datang juga. Dia segera berpamitan pada Bik Darmi dan keluar lewat pintu garasi. Novia segera masuk ke dalam taksi setelah dia memastikan taksi itu benar untuknya. Pintu taksi terbuka dari luar, seseorang masuk dengan paksa dan menyuruh taksi berjalan. “Eh eh ... siapa kamu?!” tanya Novia kaget saat melihat orang itu masuk dengan tiba-tiba.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN