Samran yang mendapat pertanyaan tersebut dari Asha, langsung tersenyum sinis, lalu menarik paksa Asha agar masuk ke dalam tahanan, dan mendorong tubuh Asha agar ia masuk ke ruang tahanan tersebut. Yah, Ibu Samran membawa Asha ketempat yang lumayan jauh hanya untuk menahan Asha. Bagi Ibu Samran, menahan Asha ditahan tengah hutan itu jalan yang tepat agar Asher tidak menemukan keberadaan Asha.
"Ibu, lepaskan aku, Bu. Lepaskan Asha Bu. Aku tidak mau tinggal disini, aku tidak mau Bu! Aku takut, Bu!" teriak Asha ketakutan saat Ibu Samran mengunci sel yang menjulang tinggi mengelilingi Asha.
"Ini tempat yang pas untuk bersembunyi menantu tercintaku." Ujar Ibu Samran sambil mengelap tangannya seperti banyak debu yang mengotori tangan nya dengan penuh kepuasan. Ibu Samran merasa puas karena Ibu Samran bisa menjalani hari-harinya dengan penuh ketenangan tanpa harus memikirkan Asher yang akan menemukan Ashana, karena ibu Samran sudah menempatkan Asha di tempat yang menurut Ibu Samran sangatlah aman. Asha menangis sesenggukan menjatuhkan tubuhnya di tanah dengan kasar. Yah, ruangan tersebut tidak ada keramik atau semacamnya yang bisa dikatakan cukup layak untuk ditempati. Lantainya saja masih tanah, dan bahkan tidak ada sesuatu yang bisa menghangatkan tubuhnya untuk tidur dimalam hari sebagai pelindung dari dinginnya angin malam. Yang namanya di tengah hutan tidak akan ada kehangatan kalau tanpa memiliki sesuatu yang memang sudah disiapkannya untuk menghangatnya.
"Ibu benar-benar kejam, aku bersumpah akan mengingat semua perlakuan Ibu, dan bahkan aku akan membalas perlakuan Ibu yang jauh lebih kejam daripada ini." Gumam Asha penuh dendam, sambil menatap Ibu Samran yang mulai keluar dari pintu luar. Ruangan itu hanyalah ada tembok tanpa jendela seperti ruangan lainnya. Kalau dilihat dari luar, bangunan itu seperti bangunan rumah sederhana, nyatanya, setelah membuka pintu bangunan itu, langsung tertuju pada sel tahanan, dan gedung itu hanyalah terdapat sel tahanan saja.
"Pah. Papa yang tenang ya disana, Papa tidak perlu merasa sedih karena penderitaan Asha saat ini, apalagi Papa melihat Asha ditahan seperti hewan kayak gini, aku harap Papa jangan bersedih. Pah, aku janji, aku janji akan membalas semua perlakuan Ibu Samran terhadapku, dan juga perlakuan buruk ibu Samran terhadap Papa. Tidak hanya Ibu Samran yang akan ku balas, bahkan Mas Asher juga harus merasakan pembalasannya. Jadi, Papa tidak perlu mengkhawatirkan keadaan Asha, karena Asha akan membalasnya dengan lebih kejam dari pada ini." Ujar Asha sambil mencengkram kuat salah satu besi kokoh yang mengelilingi dirinya untuk melampiaskan kemarahannya.
Karena di ruangan tahanan tersebut tidak terdapat kasur, atau hanya sebuah selimut untuk penghangat Asha, akhirnya Asha memilih mengistirahatkan tubuhnya di pojokan dengan bersandar pada besi kokoh yang mengurung dirinya. Menyedihkan memang, nasib Asha kali ini benar-benar sangat menyedihkan, jangankan Asha mendapat pertolongan untuk keluar dari tahanan tersebut, untuk istirahat saja Ashana tidak mendapatkan selimut atau bahkan hanya sekecil bantal saja. Ashana memeluk kedua lututnya dengan erat sambil mengingat semua perlakuan buruk keluarga suaminya. Setelah cukup lama Asha menangis, Asha tertidur tanpa Asha sadari karena terlalu lama menangis.
Jam 03.00 pagi, Asha terbangun dengan kagetnya karena ada seseorang yang menarik rambutnya dengan kasar.
"Ibu!" Lirih Asha pelan saat melihat Ibu Samran lah yang menarik rambutnya dengan kasar.
"Oh. Apa kamu semalaman hanya menangis saja?" tanya Ibu Samran dengan nada mengejek saat melihat mata sembab Asha, namun tidak mendapat jawaban apapun dari Asha. Ibu Samran melepaskan rambut Asha dengan kasar, hingga Asha benar-benar merasa pusing dengan perlakuan kasar Ibu Samran. Namun meski begitu, Asha tetap diam saja, tidak melawan atau memohon agar Ibu Samran berhenti menyakitinya. Asha seakan-akan tidak merasakan sakit atau merasa terluka hatinya saat mendapat perlakuan buruk dari Ibu Samran, karena Asha tidak mengeluh apapun terhadap Ibu Samran. Ibu Samran mulai melangkah mendekati pintu pertama, lalu mengambil sesuatu dengan wadah gelas berisi cairan putih seperti air s**u. Ibu Samran kembali mendekati Asha, dan menjepit kedua pipi Asha dengan kuat, lalu menyodorkan gelas tersebut pada mulut Asha, memaksakan Asha agar Ashana menelan air tersebut, yang Asha sendiri tidak tahu itu air apa.
"Minum! Minum!" teriak Ibu Samran dengan kerasnya, bersamaan dengan tangan ibu Samran yang terus memaksa Asha agar minum isi dari gelas tersebut.
Uhuk uhuk uhuk
Asha langsung terbatuk-batuk, saat ibu Samran menjauhkan gelas yang sudah kosong itu dari mulut Asha.
"Bagus. Sekarang, kamu sudah makan, jadi sekarang istirahat lah." Ujar Ibu Samran dengan penuh kemenangan, karena berhasil memindahkan isi dari gelas tadi pada perut Asha. Asha mencoba menekan dadanya, berharap dirinya masih memiliki stok kesabaran lagi, sampai dirinya bisa membalas kan dendamnya pada Ibu Samran. Asha tetap diam saja, Asha juga tidak bertanya, air apa yang diberikan oleh Ibu Samran tadi, karena dari segi warnanya, air itu seperti s**u, namun tidak ada rasanya, rasanya hambar bukan seperti rasa s**u seperti dugaannya, makanya Asha ingin tahu air apa itu sebenarnya, hanya saja Asha tidak mampu melayangkan pertanyaan tersebut. Setelah Ibu Samran berhasil memaksa Asha minum air yang dibawanya dari rumah, Ibu Samran segera keluar dari ruang tahanan Asha tanpa permisi. Ibu Samran langsung meminta supirnya agar segera pulang ke rumahnya sendiri. Yah, Ibu Samran memilih tinggal di rumahnya sendiri, daripada tinggal dirumah Asher namun dipenuhi oleh kalimat tanya setiap harinya.
"Langsung pulang kerumah, Pak. Tidak perlu ke rumah Asher karena semua urusan wanita itu sudah selesai." Titah Ibu Samran pada sang supir, meminta agar sang supir langsung menuju ke rumah nya tanpa mampir ke rumah Asher terlebih dahulu. Supir pun langsung mematuhi perintah nyonya nya, yakni membawa mobil menuju alamat dimana Ibu Samran tinggal. Mobil melaju dengan kencangnya, karena Ibu Samran ingin segera sampai di rumahnya. Benar saja, perjalanan Ibu Samran cukup cepat dari biasanya, karena pada intinya Ibu Samran memang ingin segera sampai dan beristirahat.
Mobil yang membawa Samran sudah berhasil masuk melewati gerbang rumahnya. Ibu Samran pun langsung turun dari mobil nya dengan penuh kesenangan, karena apa yang selama ini Ibu Samran inginkan sudah tercapai.
Baru saja Ibu Samran berhasil membawa langkahnya mendekati pintu rumah, tiba-tiba mata Ibu Samran melotot sempurna saat melihat keberadaan sang putra di dekat pintu rumahnya, atau bisa dikatakan, sudah masuk ke teras rumahnya.
"A-asher. Asher kamu disini, Nak?" tanya Ibu Samran terbata, saat melihat keberadaan putranya di rumahnya sendiri, membuat Samran mulai dilanda kepanikan, takut Asher tahu dirinya datang dari mana.