Bab 5. Mahkota Yang Terenggut

1251 Kata
Genta tahu ini salah. Tapi, apa daya dia juga terlanjur tersulut birahi. Alkohol dan Rhea, dua hal yang membuatnya tak lagi sanggup untuk tetap waras. Sejak dari nightclub tadi dia sudah mati-matian bertahan. Terus mengingat penggoda kurang ajar ini, adalah anak gadis tantenya yang tak boleh disentuh. Namun, sampai sini justru Rhea sendiri yang datang ke kamarnya. Dia juga pria normal. Hanya berduaan di kamar dengan gadis cantik bertubuh sintal, dalam keadaan sama-sama teracuni alkohol. Bukankah malah aneh, jika dia tidak kelimpungan terangsang oleh ciuman juga sentuhan Rhea? Panas! Hawa terasa engap. Deru nafas Genta memburu terengah. Rasa manis dari lumatan bibir Rhea seperti candu, hingga dia kembali mengulum dan menyesapnya penuh minat. Belum ada kata sepakat. Rhea masih bungkam untuk ajakannya. Melepas lumatannya, Genta kembali mengecup dan mengendus ceruk lehernya. Satu dari bagian paling seksi tubuh Rhea, yang sanggup membuat Genta sedari tadi blingsatan menelan ludah hanya dengan menatapnya saja. “Mau? Mandi bareng? Hm?” bisiknya di telinga Rhea. Gadis itu mendesis saat lidah Genta menjilatnya di sana. Melepas cekalan tangannya, Genta masih memepet tubuh Rhea. Sapuan bibirnya mengecup leher dan tengkuk, sampai kemudian tanpa sadar Rhea meliuk saat resletingnya ditarik turun. Jemari Genta mengelus punggung mulus di hadapannya. Ciumannya kini hinggap di bahu telanjang Rhea. Gadis itu makin gemetar. Terpekik lirih ketika gaunnya dihempas lepas dari lekuk tubuhnya. Pelukan Genta dari belakang mengantar sengat panas bersama kulit mereka yang bersentuhan tanpa penghalang. “Mau ke kamar mandi atau ranjang, hm?” bisik suara serak Genta di telinga Rhea. Tangannya mengelus perut. Ribuan kupu-kupu terasa berterbangan di sana. Jantung Rhea berdegup menggila, manakala tangan besar Genta keranjingan merayap naik dan meremas pelan bongkahan dadanya. “Arghhhh ….” Rhea mendesah lirih. Tubuhnya menggelinjang menyandar Genta yang makin menggila mencumbu lehernya. Sampai erangan dari bibir Genta terdengar seperti frustasi. Tangannya dengan tidak sopan menyelinap ke balik kutang dan menyentuh disana. Meremas lembut tanpa peduli Rhea yang meronta mencengkram tangannya memohon untuk berhenti. “Aku sudah gila menginginkanmu, Rhe! Biarkan aku menyentuhmu, menikmati keindahanmu. Rheeaaaa ….” desisnya menekan pinggulnya dan menarik pinggang Rhea merapat. Denyut sialan itu membuatnya luar biasa tersiksa. “Gen … Taaaa …! Jangan gila! Haish ….” Rhea tak bisa berkutik saat jemari pria sinting itu menggeseknya di bawah sana. Tubuhnya makin menggelinjang, begitu tanpa permisi jari keranjingan Genta menyapa masuk dan menyentuhnya di sana. Deru nafas Genta terdengar bergemuruh. Rhea sampai menjerit ketika dibuat gemetar hebat. Gigitan di lehernya terasa perih. Genta benar-benar gila menyeretnya dalam permainan birahi sejauh ini. Tidak! Rhea sendiri juga merasa sinting mau ditelanjangi dan disentuh oleh pria arogan ini. “Mau lanjut dimana? Mandi bareng atau aku tiduri?” bisiknya dengan tangan masih meremas dan menyentuhnya di sana. “Jangan gila kamu, Gen!” Parau, suara Rhea seperti tercekat di tenggorokan. Kakinya masih tremor. Jantungnya terasa mau meledak. “Hm … aku sudah gila dan tidak peduli apapun lagi, karena menginginkanmu!” Genta tidak menampiknya. Sekarang apapun resikonya dia tidak peduli. Rhea harus jadi miliknya. “Mandinya nanti, ya? Aku tidak bisa menahannya lagi!” Lalu, tubuh Rhea dibalik hingga saling berhadapan. Begitu wajahnya mendongak, Genta menyambar bibirnya dan melumat panas. Tidak memberinya kesempatan protes ataupun menolak. Dia didorong mundur. Tangan Rhea memeluk leher Genta, kewalahan menghadapi kelakuan buasnya. Beberapa detik kemudian Rhea melotot kaget tiba-tiba tubuhnya dihempas hingga jatuh terlentang di atas ranjang. Disusul Genta yang kemudian merangkak naik ke atas tubuhnya. “Jangan minta aku berhenti, Rhe! Sekarang kamu tidak punya kesempatan untuk mundur lagi! Jadilah milikku!” bisik Genta sebelum menunduk menindih tubuh Rhea dan mulai menciumnya. Otak Rhea sudah blank. Dagunya dibawa mendongak. Bibirnya dicium dan dilumat rakus. Film dewasa Rhea jelas sudah pernah menontonnya. Fifty shades of Grey, 365 days, Through my window atau film lain. Tapi, bahkan sejauh ini dia pacaran hanya sebatas pelukan atau cium kening. Kalau bukan karena drama perselingkuhan dua manusia terbangsat itu, ditambah alkohol sialan yang membuatnya ngelantur begini. Rhea juga tidak mungkin bertindak gila, membiarkan pria sinting ini menyentuhnya. Bukan, bukan lagi menyentuhnya! Rhea sepertinya juga bakal pasrah, tak kuasa menolak Genta. Membiarkan dia melakukan apapun yang dia mau, karena sialnya Rhea malah menikmatinya. Desah mereka terdengar bersahutan di sana. Rhea sampai mendongak saat Genta yang telah melucuti semua pakaiannya, menikmati setiap jengkal lekuk tubuhnya. Sesekali tangan Rhea sampai mencengkram apa pun yang bisa diraihnya saat Genta membawanya melambung tinggi dan terhempas dalam nikmat yang membuatnya gemetar. Dia masih terengah dengan tubuh panas seperti terbakar, ketika Genta melepas cengkraman di pahanya dan merangkak naik. Bibirnya dibungkam ciuman. Lidahnya dibelit dan dicumbu. “Nikmat, kan? Aku bahkan belum mulai, tapi sudah membuatmu menjerit berkali-kali!” bisiknya menyeringai. “Sialan!” Rhea meronta hendak menjambak rambut pria bermulut m***m itu, tapi tangannya ditekan ke atas hingga tak berkutik. “Jadi milikku, Rhe? Ya?” bisik Genta dengan tatapan memohon. Dia tersenyum, lalu mengecup lembut. Rhea meringis tegang merasakan benda keras itu menggeliat di pahanya. Apalagi Genta sengaja menekan dan menggeseknya. “Diam, aku anggap setuju!” gumamnya melepas cekalan tangannya. Dan permainan mereka pun akhirnya dimulai. Genta mencumbu Rhea dengan ciuman, lumatan, dan remasannya. Setiap sentuhannya tak pernah gagal membuat Rhea mengerang. Sampai kemudian desahan Rhea berubah jadi jerit kesakitan. Genta berhenti. Matanya mengerjap saat baru sadar gadis ini masih perawan. Itu kenapa dia kesakitan saat hendak dia masuki. “Kamu belum pernah melakukannya? Ini yang pertama?” tanyanya dengan hati-hati, takut salah bicara dan malah membuat Rhea tersinggung. “Hm,” angguk Rhea. “Haish, sialan!” umpat Genta lirih. Seketika merasa b******k sudah membawa gadis ini dalam hal terlarang. “Rheeee …” panggilnya nyaris putus asa. Di satu sisi Genta bisa gila jika harus berhenti, tapi disisi lain dia tidak tega mengambil apa yang bukan jadi haknya. Yang di bawah sana masih berkedut nyeri. Posisinya yang masih menempel saling gesek, membuat itunya makin tegang. Apalagi tadi sempat masuk, meski kemudian berhenti karena pintu masih tersegel. Genta masih kelimpungan, ketika Rhea malah mulai menciumnya. Mata mereka saling bertaut. “Cantik!” sanjungnya menatap wajah merona Rhea. Genta hanya takut, besok Rhea akan mengamuk saat sadar sudah kehilangan segalanya saat dalam keadaan mabuk. Tangan Rhea yang memeluk pungggung Genta pun mengelus. Entah keberanian dari mana hingga menggerayangi tubuh Genta, sebelum meremas bokongnya. Genta menggeram. Kembali menekan dan menghentak keras hingga Rhea benar-benar menjerit mencakar punggungnya sakit seperti dirobek. Genta meringis nyeri. Dengan lembut mencium bibir Rhea yang sampai gemetar dengan air mata merembes. Nafasnya memburu. Desis lirih terdengar dari bibirnya. “Maaf ….” gumam Genta mengecup dan membelai wajah Rhea sampai dia merasa benar-benar tenang. Hilang! Mahkota yang Rhea jaga terenggut oleh pria yang bahkan bukan siapa-siapanya. Sakit hati dan ulah gilanya yang kini harus Rhea bayar mahal dengan kehilangan kehormatan. Di antara temaram hening kamar Genta, keduanya bergumul panas saling tindih. Desah saling sahut. Nafasnya kian terengah. Rhea kembali mendesah keras dengan tubuh menggelinjang. Sementara Genta juga terus menghentak dan menikmati keindahan lekuk tubuh Rhea. Erangannya terdengar bersama tubuhnya yang kaku gemetar. Wajahnya mendongak oleh gelenyar nikmat saat dia meraih pelepasannya. “Aku tidak akan lari dari tanggung jawab, meski harus bonyok dulu di tangan mamamu!!” bisik Genta yang berbaring memeluk Rhea. “ Nggak butuh” gumam Rhea dengan mata terpejam. Genta menunduk menatap dia yang justru mulai tertidur di pelukannya. Tangannya mengelus wajah Rhea, lalu menciumnya. Butuh atau tidak? Mau atau menolak? Dia pasti akan membayar kesalahannya malam ini. Apalagi barusan dia tidak menggunakan pengaman. Genta menghela nafas panjang mengeratkan pelukannya. Bukan perkara takut hamil, tapi dia tahu jalannya tak kan mudah untuk memiliki gadis ini!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN