Chapter 18 - Kerbau

1058 Kata
Retno wanita kampung. Dia bisa berhitung sederhana tapi dia tak bisa melakukan pembukuan yang terperinci untuk warung kecilnya. Dia tak punya catatan berapa besarnya pembelian yang dia lakukan dan juga besarnya penjualan yang berhasil dia terima. Itu artinya, Retno tak pernah tahu berapa besaran laba yang dia hasilkan dari usahanya setiap hari. Tapi, pesugihan tak serumit teori akuntasi yang diajarkan di akademi atau perguruan tinggi. Setiap hari, ketika Retno menutup warungnya, dia akan selalu mendapati kotak uangnya selalu penuh dengan uang. Retno pernah mencoba menghitungnya, tapi jumlahnya tak masuk akal. Sama sekali tak sesuai dengan hasil penjualan di hari itu. Bahkan, Retno pernah mengalami sebuah kejadian aneh. Pada hari itu, hujan tak kunjung berhenti dari pagi hingga malam. Tak ada pembeli yang datang ke warungnya sama sekali. Tapi kotak uang Retno tetap penuh seperti kemarin dan kemarinnya lagi. Karena itulah, Retno tetap membuka warungnya meskipun hanya sebatas formalitas saja. Lagipula, setelah Astuti tinggal bersama Joyo, Retno juga memperkerjakan seorang anak gadis tetangga untuk membantu di warungnya sehingga Retno bisa lebih leluasa untuk mengurusi pembangunan rumahnya. Sekalipun Retno tak pandai pembukuan, tapi bukan berarti Retno orang yang bodoh. Dia culas dan ambisius. Sedari awal, Retno memang sudah mencari cara agar perubahan ekonominya tak dicurigai tetangga. Mungkin pada awal-awalnya, tetangga tak akan curiga akan perubahan Retno, tapi setelah bertahun-tahun, mereka akan curiga. Seberapa sih hasil jualan kopi, hingga bisa membuat Retno kaya raya? Karena alasan itu, Retno sangat menerima kedatangan Joyo saat si Bandot tua itu melamar Astuti. Retno juga tak perlu lagi menahan diri untuk menggunakan uang hasil pesugihannya. Dia dengan bebas leluasa membeli dan menikmati apa pun yang dia mau lalu menggunakan Joyo sebagai alasannya. Saat Edi menanyakan alasan Retno menerima Joyo sebagai menantunya, tentu saja Retno marah. Joyo adalah faktor penting yang akan menyelamatkan Retno dari tuduhan dan kecurigaan warga desa akan perbuatan Retno yang memang durjana. “Sudah sampai, Mbak,” kata Edi pelan. Tanpa berkata apa-apa, Retno membuka pintu mobil Edi dan berjalan ke arah warung dan rumahnya. Beberapa pelanggan yang terlihat asyik duduk di dalam warung Retno terlihat sumringah ketika melihat kedatangan wanita itu, tapi mereka melirik sinis ke arah Edi yang mengantarnya. Retno seolah pemain sinetron yang sudah lihai memerankan aktingnya. Wajah yang marah dan memerah saat berada di dalam mobil tadi langsung berubah cerah dan penuh senyuman ketika dia kembali melayani para pelanggan di warung kopinya seolah tak pernah terjadi apa-apa. ====== Retno berdiri dan melihat ke arah sekelilingnya dengan tatapan puas. Rumah megah yang selalu diimpikannya kini sudah terlihat bentuknya. Sekalipun masih berupa dinding batu-batu yang belum difinishing, tapi Retno sudah bisa membayangkan betapa megahnya rumah ini. Edi berdiri diam di belakang Retno. Matanya merah, nyalang dan selalu terarah ke bagian belakang tubuh Retno yang begitu menyiksa angan dan khayalnya selama ini. Hasrat dan desakan yang menggelegak di dadanya begitu membakar dan ingin meledak kapan saja. Retno melirik ke belakang dan melihat Edi yang matanya terpaku ke arahnya. Retno hanya tersenyum sinis. Edi bukan orang pertama dan terakhir yang menatapnya seperti itu. Retno sudah begitu terbiasa menjadi sasaran tatapan lapar dari laki-laki di sekitarnya. “Ini berapa hari lagi bisa selesai Mas?” tanya Retno. “Mmm. Mmm. Anu… Mungkin 3 bulan lagi Mbak,” jawab Edi tergagap. “Ooo,” jawab Retno sambil menganggukkan kepalanya. “Mas Joyo sering ke sini?” tanya Retno. “Jarang Mbak,” jawab Edi. Retno langsung memalingkan tubuhnya dan menatap tajam ke arah Edi, “Lalu, pembayaran tagihannya?” “Pak Joyo memang jarang ke sini, tapi semua pembayaran lancar Mbak,” jawab Edi tersengal-sengal. ===== “Aku kangen Mas…” “Apa apaan ini?” bentak Joyo sambil mendorong tubuh wanita yang tiba-tiba memeluknya itu. Retno kaget. Ini kali pertama Joyo mendorong tubuhnya. Dulu, biasanya Joyo yang akan selalu menempel lalu mulai melakukan semua tindakan tak senonoh kepada Retno, sang Janda. Tapi sekarang? Joyo sendiri juga heran dengan tingkahnya. Entah kenapa, saat tadi Retno memeluknya, seluruh tubuhnya merinding dan dengan reflek dia mendorong tubuh wanita itu. Padahal Joyo sendiri tahu seberapa menariknya tubuh wanita di depannya itu. Joyo sendiri juga sudah merasakan betapa hebatnya Retno ketika sedang berlatih silat di atas ranjang. Astuti, istrinya, tak ada apa-apanya jika dibandingkan Retno. Meskipun Joyo harus memaklumi jika semua itu adalah karena buah dari pengalaman dan perjalanan panjang selama bertahun-tahun mengarungi kehidupan. Astuti jelas kalah dalam hal itu. Tapi, Astuti adalah istrinya dan dia sedang mengandung anaknya. Ada sesuatu yang berteriak di dalam d**a Joyo untuk menolak janda kesepian di depannya ini. Retno yang tadinya kaget dan sempat memperlihatkan wajah marah, dengan cepat menghapusnya. Dia justru tersenyum manis ke arah Joyo, “Mas kok jahat sih? Emangnya Mas nggak kangen sama aku?” “Aku ini sekarang menantumu, Retno,” jawab Joyo. “Hmmm. Memangnya kenapa? Bukannya kemarin-kemarin juga sampeyan mau?” jawab Retno sambil menatap manja ke arah Joyo. Joyo tak menjawab tapi matanya melirik ke arah tubuh Retno yang berjalan mendekatinya. Merasa diperhatikan, Retno membusungkan dadanya dan menatap tak berkedip ke arah Joyo, seolah menantang laki-laki itu. Entah kenapa, Joyo merasa kalau Retno berubah menjadi wanita yang sangat cantik. Bahkan saat ini, dia merasa kalau tak ada yang bisa menandingi pesona wanita yang ada di depannya itu. Apalagi saat Joyo memperhatikan lekuk tubuh Retno, liukannya saat berjalan, gemulai pinggulnya, lambaian tangannya, semua gerakan kecil itu membuat Joyo makin terbius dan terpesona. Joyo menarik napas panjang. Dia ragu dan bingung. DIa berusaha menahan gejolak rasa yang sekarang melandanya sebagai laki-laki normal. Apalagi dia tahu seperti apa rasanya tubuh wanita di depannya ini. Kenikmatan yang dia berikan seperti candu yang selalu membuatnya rindu. “Tidak!!!” Joyo berusaha berteriak sekuat tenaga tapi tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Dia tetap diam di tempatnya tak bergerak. Dia juga tetap diam saja tak melawan ketika Retno meraih tangannya. Joyo seperti kerbau yang dicocok hidungnya ketika Retno menuntunnya pelan, menuju ke kamar tamu yang ada di rumah Joyo. Tak lama kemudian, pintu kamar itu ditutup dan dikunci dari dalam. Tanpa sepengetahuan mereka, Astuti menangis tanpa suara di dalam kamarnya. Retno menggoda Joyo di depan pintu kamar tidur utama, dimana Astuti sekarang berada. Astuti terduduk di lantai sambil menyandarkan punggungnya ke pintu. Dia berpikir, hidupnya sudah terlepas dari si iblis betina itu ketika ikut tinggal bersama Joyo di sini. Tapi tak disangka, si iblis itu mengikuti mereka ke sini dan kembali merobek kehidupan Astuti yang terasa mulai membaik lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN