Chapter 17 - Perjalanan

1061 Kata
Vina keluar dari kantor Anton sambil tersenyum senang. Tak lama kemudian, dia sudah kembali duduk di kursinya yang ada di ruangan depan. Di sebelah Vina terdapat dua kursi lagi yang dipisahkan oleh sekat setinggi d**a orang dewasa. Ada dua orang gadis seusia Vina dengan tampilan yang sama-sama menariknya duduk di sana. Mereka bertiga adalah customer service di BPR tempat Anton bekerja. “Bos manggil kenapa, Vin?” tanya Siska, rekan CS Vina, ke arahnya setelah dia duduk. “Kepo!” jawab Vina sambil mencibir ke arah Siska. “Ish!” decak Siska kesal. Siska lalu kembali asyik dengan keyboard dan layar komputernya. Rini, rekan CS Vina yang lain, sama sekali tak berkomentar dan hanya mendengarkan percakapan mereka berdua saja. Rini juga sebenarnya ingin tahu, tapi melihat reaksi Vina, dia mengurungkan niatnya. Vina yang sudah duduk kembali di kursinya lalu asyik mengetik di smartphonenya. Dia terlihat serius sedang melakukan sesuatu dan tak mempedulikan kedua rekan di sebelahnya. ===== Apa yang paling seseorang takutkan sebagai karyawan ketika mereka mendapatkan berita bahwa akan ada atasan baru yang memimpin mereka? Mereka tentu saja akan kuatir dengan posisi mereka masing-masing. Atasan baru mencerminkan dua hal, peluang baru atau bisa jadi masalah baru. Bagi karyawan lama yang bisa menyesuaikan diri dengan atasan baru mereka, atau bahkan berhasil mendekatinya, bukan tak mungkin ini adalah sebuah peluang baru bagi mereka. Bagi frontliner di sebuah kantor perbankan, baik besar ataupun kecil, penampilan adalah yang utama. Kita harus mengakui hal itu. Penampilan adalah nomor satu. Tak mungkin sebuah kantor perbankan meletakkan frontliner seperti customer service ataupun teller dengan penampilan yang buruk. Secara jujur, kita bisa katakan bahwa mereka memang bekerja di posisi itu karena wajah mereka yang cantik. Lalu, untuk seorang wanita, akan tiba masanya di mana penampilan fisik mereka akan mulai mengalami penurunan, kulit mereka tak lagi kencang, wajah mereka tak lagi cantik, dan mereka tak lagi berpenampilan menarik. Itu sudah lumrah sesuai dengan kodrat alam karena sebuah konsep yang bernama usia. Karena itulah, terkadang ada sebuah peraturan di sebuah dunia perbankan yang mungkin sedikit berbeda bagi para frontliner seperti CS dan Teller. Mereka hanya bisa bekerja hingga umur 35-36 tahun. Alasan yang digunakan mungkin bisa bermacam-macam. Salah satunya, karena stamina mereka tak lagi dianggap mampu untuk memberikan pelayanan kepada konsumen dan sebagainya. Tapi mari kita akui saja, mungkin alasan yang tepat karena mereka tak lagi dianggap berpenampilan menarik. Salah satu cara untuk bisa tetap bekerja di perbankan setelah melewati batasan usia tersebut bagi para frontliner adalah dengan ditarik ke back office. Mereka tak lagi bekerja sebagai garda depan untuk melayani para konsumen tapi bekerja di belakang layar yang sifatnya lebih ke administrasi, akuntansi dan lain sebagainya. Tapi, untuk bisa mendapatkan kesempatan itu, mereka harus punya koneksi dan rekomendasi dari atasan. Bukan semata-mata karena keinginan masing-masing orang. Di sinilah muncul konflik dan persaingan. Saat Anton datang, hampir semua frontliner di BPR tempatnya bekerja sekarang melihat itu sebagai peluang. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan kesempatan agar bisa lebih dekat dengan atasan baru mereka, dengan harapan tentu saja masa depan mereka aman di tangan sang atasan baru. Tak terkecuali Vina dan kedua rekannya. Karena itu, sekalipun di atas kertas mereka terlihat dekat dan sering bercanda, tapi sesungguhnya ada persaingan yang ketat di antara mereka. Terkadang, mereka bahkan melakukan sesuatu yang mungkin terlihat di luar norma demi memenangkan persaingan. Siska sudah menikah sedangkan Rini masih bertunangan. Vina sendiri saat ini masih berhubungan dalam status pacaran. Mungkin karena status mereka itu, Vina yang paling agresif di antara mereka bertiga dan tanpa sungkan memberikan sinyal-sinyal keras ke atasan barunya. Dan tentu saja, Vina yang paling dekat dengan Anton untuk saat ini. Dunia kerja itu kejam. ===== “Ma…Mmm… Anu, ini aku dapat info dari si Vina. Katanya dia kenal sama orang pintar. Habis kerja nanti aku mau coba datangi dulu. Siapa tahu bisa bantu soal masalah rumah kita,” kata Anton melalui panggilan telepon ke Lina. “Rumahnya jauh nggak, Pa? Nanti pulangnya kemaleman nggak?” tanya Lina. “Nggak, nggak jauh kok. Mungkin nanti jam sembilan atau sepuluh, Papa usahakan sudah di rumah, dan kalau bisa Papa ajak orang pintar itu ke rumah kita. Toh besok weekend kan,” jawab Anton. “Oke deh kalau gitu. Papa ati-ati ya?” jawab Lina. “Hu um. Love you, Ma,” kata Anton. “Love you too,” jawab Lina mengakhiri panggilan teleponnya. ===== “Mau cari makan dulu?” tanya Anton ke arah Vina yang duduk di sebelahnya. Vina menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, “Iya, Mas.” Anton cuma menarik napas panjang. Sejak mereka keluar dari kantor tadi, Vina tak lagi memanggilnya ‘Pak’ lagi. Anton sebenarnya ingin mengoreksi Vina, tapi dia serba salah. Dia takut dikira sebagai atasan yang gila hormat karena meminta anak buahnya tetap memanggilnya dengan panggilan ‘Pak’ di luar jam kantor, karena itu Anton hanya membiarkannya saja. “Mau makan apa?” tanya Anton. “Vina suka apa saja, Mas. Nggak suka pilih-pilih makanan kok,” jawab Vina. “Oke,” kata Anton sambil membelokkan mobilnya ke arah sebuah restoran yang menyajikan masakan sop ikan dan ayam. Tak lama kemudian, mereka berdua sudah menikmati hidangan makan di dalam restoran tersebut. “Siapa namanya?” tanya Anton saat mereka selesai makan. Dia menanyakan nama si orang pintar yang direkomendasikan Vina dan sekarang menjadi tujuan mereka berdua. “Kata temen Vina, dia sering dipanggil Gus Akbar, Mas,” jawab Vina. “Oooo,” Anton menganggukkan kepalanya. Dia sendiri tak begitu paham dengan panggilan ‘Gus’ yang sering didengarnya itu. Padahal sejatinya, Gus adalah sebuah panggilan terhormat untuk putra-putra dari ulama-ulama yang jasanya luar biasa dalam mengabdikan dirinya untuk agama yang biasanya dilakukan dengan mendirikan sebuah pondok pesantren. Gus bukan sebuah gelar sembarangan yang bisa dipakai dan digunakan oleh semua orang. “Masih jauh?” tanya Anton. “Lumayan sih, Mas. Kira-kira sejam lagi,” jawab Vina, “Tapi habis ini jalannya agak jelek. Habis gitu penerangannya kurang. Harus ekstra hati-hati, Mas.” “Oke. Kalau udah, kita lanjut lagi yuk? Biar ndak kemalaman,” ajak Anton sambil berdiri dari kursinya. Vina menganggukkan kepalanya. Mereka berdua lalu berjalan ke arah kasir untuk membayar makanan mereka sambil berbincang-bincang. Mungkin orang akan menyangka kalau mereka berdua adalah pasangan suami istri, karena entah kenapa, Vina kini tak lagi sungkan untuk menggandeng lengan Anton saat menuju ke mobil mereka. Dan entah kenapa juga, Anton terlihat membiarkannya bahkan mungkin mulai merasa nyaman dengan tingkah manja Vina yang semakin merajalela.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN