Saat diumumkan bahwa arisan keluarga dua bulan berikutnya akan diadakan di rumah Zalima dan Prajaka, semua yang ada di ruang tengah langsung berseru antusias. Hanya Zalima yang mendadak bingung. Dia lalu melirik Prajaka, ingin melihat reaksinya. “Saat itu ‘kan … kita udah cerai,” bisiknya sambil sedikit mencondongkan tubuh. “Berarti kamu sama Stevani yang jadi tuan rumahnya.” “Iya. Tenang saja, kau tidak perlu memikirkannya,” jawab Prajaka, berdehem dan secara halus menjauh karena napas Zalima mengenai telinganya. Kejadian tadi malam membuat Prajaka harus lebih berhati-hati. Takut Zalima tiba-tiba menyerang lagi dan kendali dirinya tidak cukup kuat untuk menahan. Tidak lucu kalau wajahnya tiba-tiba merah dan dia kelepasan mengerang. “Kalau situasinya kurang memungkinkan, paling nanti a

