Seraphina terbangun dari tidurnya yang gelisah. Cahaya pagi yang redup menembus tirai tipis, menerangi kamar. Ia mengerjapkan matanya, merasakan kehangatan selimut, dan untuk sesaat, ia merasa damai. Namun, keheningan di sekitarnya membuatnya sadar. Ia sendirian. Jantungnya berdebar kencang saat ia memikirkan kemungkinan terburuk. Apakah Damien benar-benar meninggalkannya? Ia melompat dari tempat tidur, mengenakan jubah mandi, dan berlari ke ruang tamu. Di sana, ia melihatnya. Damien duduk di sofa, memegang sebuah tablet di tangannya, matanya terpaku pada layar. Punggungnya tegap, bahunya rileks. Ia terlihat begitu tenang, begitu tidak terpengaruh, seolah ia tidak pernah pergi ke mana-mana. Rasa lega yang membanjiri Seraphina dengan cepat berubah menjadi amarah. Amarah yang membara di da

