Di rumah sederhana Indira, suasana yang seharusnya tenang di siang itu justru ricuh oleh suara tangisan dan teriakan kecil seorang bocah tiga tahun. “Iyaaaan au Papa! Papa atang cekalang!” Ian menjerit sambil melempar mobil-mobilan kecilnya ke sudut ruangan. Mainan yang biasanya jadi favoritnya kini berserakan di lantai, sebagian bahkan menghantam kaki kursi hingga menimbulkan suara berisik. Indira yang duduk di lantai berusaha meraih tangan putranya. “Sayang, Papa akan datang sore nanti. Sekarang masih siang, Nak. Kita tunggu sebentar lagi, ya?” Suaranya lembut, meski wajahnya tampak letih. Namun Ian tak peduli. Ia menghentakkan kakinya, lalu mengambil boneka dinosaurus dan melemparkannya ke arah pintu. “Ndak au! Au Papa cekalang! Papa boong telus!” Indira menahan napas panjang, menco