Hotel Kenanga Udara pagi belum sepenuhnya mengusir dingin sisa malam. Aroma teh celup dan nasi goreng instan yang dihangatkan kembali memenuhi ruangan makan kecil hotel bintang tiga itu. Lampu neon di langit-langit memancarkan cahaya kekuningan yang membuat suasana semakin suram. Di meja dekat jendela, Priscilla duduk bersandar lemas, hanya menatap piring di hadapannya yang hampir tak tersentuh. Di sebelahnya, Emma menyuap nasi perlahan, sambil sesekali mencuri pandang ke arah temannya yang dari tadi hanya mengaduk-aduk telur dadar dengan garpu. Ya, akhirnya kemarin sore mereka memilih mencari penginapan setelah lihat penampakan. “Cilla, kamu yakin nggak papa? Muka kamu pucat banget dari tadi,” tanya Emma pelan. “Biasa. Kurang tidur, banyak pikiran,” gumam Priscilla tanpa menoleh.