Kembali ke rumah sakit, siang semakin merambat. Sinar matahari menembus tirai tipis kamar VIP, membuat suasana terasa lebih hangat. Indira duduk di tepi ranjang, sesekali menyuapi Ian dengan bubur lembut. “Nak, makan sedikit lagi ya … supaya cepat sembuh,” bujuknya. Ian menurut, meski wajahnya masih lelah. “Mama … abis ini … oleh kan Ian tidul peyuk Mama?” Indira tersenyum sambil mengelus rambut anaknya. “Boleh, Sayang … boleh banget.” Adnan yang duduk di kursi dekat jendela memperhatikan pemandangan itu dengan hati bergetar. Ia bangkit, mendekati mereka. “Indi, biar aku yang suapi Ian. Kamu makan juga.” Indira menoleh, sedikit kaget. “Aku … belum lapar.” Adnan menghela napas, lalu dengan suara tegas namun lembut berkata, “Indi … aku nggak mau lihat kamu jatuh sakit. Ian butuh kamu s