Adnan berdiri beberapa langkah di belakang, menatap pemandangan itu dengan mata berkaca-kaca. Ada rasa lega luar biasa yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Namun berbeda dengan kemarin, kali ini ia tidak larut dalam tangis. Ia memilih menjadi tiang—tegak, kuat, menjadi sandaran bagi Indira dan Ian. Indira akhirnya menoleh ke belakang, menatap Adnan dengan wajah basah air mata. “Mas … dia sadar … Ian sadar …” Adnan melangkah mendekat, suaranya bergetar namun mantap. “Iya, Indi. Doa kamu … doa kita … dikabulkan Allah. Ian kuat. Dia berjuang.” Ian menatap ayahnya dengan senyum kecil. “Papa .…” Adnan langsung menunduk, mencium kening anaknya. “Papa di sini, Nak. Papa janji nggak akan ninggalin kamu lagi.” Indira menatap keduanya dengan d**a penuh sesak. Ada sesuatu yang menyayat s