“Buat apa Mbak Widya datang lagi ke sini?” tanya wanita tua yang baru saja menyambut kedatangan tamu yang tidak diundangnya. Oma Widya tersenyum hangat, lalu tak lama asistennya menaruh buah tangan di meja tamu. “Mbak tahu kamu tuh masih marah sama Mbak. Tapi bukan berarti silaturahmi terputus,” balas Oma Widya dengan lembutnya. Nenek Ajeng mendengus kesal seraya menatap aneka makanan kesukaannya. “Tetap saja Mbak Widya datang ke sini itu ada mau-nya, kan? Sudah aku tekan ‘kan, aku tidak mau menyakiti cucuku lagi. Sudah cukup dulu cucumu membuang cucuku dan mengatakan cucuku tidak perawan,” tukasnya. Oma Widya masih tersenyum, menerima kemarahan kerabat jauhnya itu. Memang sudah pantas jika kerabatnya itu masih kecewa padanya. “Tapi, sampai kapan Mbak tidak boleh menemui cicitku, Ajeng