Pukul empat sore. Langit mulai bergeser dari biru menyengat menjadi jingga pucat, memantul lembut di kaca jendela kantor lantai sembilan. Indira berdiri di depan meja kerjanya, mengecek kembali dokumen presentasi. Ia menatap pantulan wajahnya di layar laptop—lipstik merah menyala menghiasi bibirnya dengan sempurna. Adnan masuk tanpa mengetuk. "Siap?" tanyanya datar. Indira mengangguk. “Tentu. Sejak sepuluh menit yang lalu.” Namun, mata Adnan tidak fokus pada dokumen. Tatapannya terpaku pada bibir Indira. "Lipstik itu ...," ujarnya dengan nada menyelidik. "Kamu pakai sekarang?" Indira menaikkan alis. “Ada masalah?” "Kamu tahu kita akan rapat dengan direktur perusahaan afiliasi. Saya tidak mau kamu terlihat seperti sedang—berusaha mencuri perhatian,” tudingnya. Indira tersenyum mani