Mulut Tajam Kana

1380 Kata
Kana benar-benar tak menganggap Keyra seorang istri, melainkan musuh. Meskipun tujuan pulang mereka saat ini sama, yaitu rumah Kakek-Neneknya yang tak lain adalah orangtua angkat Kana, perempuan yang sudah bukan lagi gadis itu di tinggalkan begitu saja. "Mana Keyra?" "Dia masih di jalan, Yah." "Kalian tidak pulang bersama? Aneh sekali. Nanti masuk ke ruangan Ayah setelah Keyra sampai, ada yang ingin saya sampaikan." "Baik." Kana masuk ke kamarnya, tanpa menunggu apa yang hendak ayahnya bicarakan dia sudah tahu, tempatnya bukan di sini lagi setelah di mata mereka semua ia telah membuat kesalahan fatal. "Om, kok aku di tinggal? Padahal buat jalan aja masih susah, perih banget, bisa-bisanya disuruh naik taksi sendirian." Gerutu Keyra begitu sampai rumah dan masuk kamar Om-nya. Kana menengok Keyra sekilas setelah keponakannya itu masuk kedalam kamarnya tanpa permisi. "Om, kalau aku ngomong di jawab kenapa? Kayak yang biasanya nggak cari perkara duluan aja," keluh Keyra. Perkara yang Keyra maksud adalah Kana sering mengadukan hal-hal remeh pada Kakek dan Neneknya agar keponakannya ini kena marah. Memang sedekat itu hubungannya dengan Keyra sebagai paman. "Kemasi bajumu setelah itu ke ruangan Kakek. Jangan harap kamu bisa menemukan aku yang dulu Keyra. Sekarang aku bukan lagi pamanmu, melainkan suamimu. Jangan samakan perkara kecil yang aku buat untuk sekedar bercanda dengan perkara fatal kamu yang membuatku kehilangan segalanya." "Aku berbuat begini demi cinta." "Dan aku berubah karena rasa benci." "Apaan sih, katanya suami, tapi kok kata-katanya tidak mencerminkan adab seorang suami terhadap istrinya? Galak banget, awas nyesel." Keyra berjalan menuju kamar yang dia tempati selama satu tahun belakangan ini. Kamar di rumah kakek-neneknya yang membawa ia menjadi istri Kana. Setelah selesai mengemasi pakaian, Keyra masuk ke ruang rapat Kakeknya yang ada di rumah. Keyra masuk kesana dengan sebisa mungkin menormalkan jalannya. Tidak ingin kebohongannya terbongkar dan mereka tahu Kana baru menyentuhnya semalam. Di dalam sana sudah ada kedua orangtua, adik lelakinya, serta Kakek-Nenek mereka. Sementara Kana sendiri belum ada di sana. Keyra duduk di sana tanpa berkata apa-apa, dia menundukkan kepala karena merasa bersalah. Menjadi istri Om-nya sendiri bukanlah sesuatu yang membuat mereka bahagia. Bahkan sudah membuat aib bagi nama baik Kakeknya yang bukan orang sembarangan. Irwan melempar gulungan kertas yang ada di tangannya ketika matanya menangkap sesuatu di leher Keyra. Semalam otaknya sudah berhasil dia dinginkan, berusaha mempercayai Kana yang mengatakan tidak melakukan apa-apa terhadap keponakannya. Ia menyadari bisa jadi Keyra berbohong dan bertindak nekad hanya karena tak ingin Om yang begitu menyayanginya menikah dan hidup bersama wanita lain. Tapi melihat banyaknya bercak merah di leher putih Keyra, sekarang ia tahu siapa yang berbohong. Dan yang Irwan lempar itu adalah dokumen-dokumen perlengkapan menikah Keyra. Irwan akan melakukan pembatalan nikah jika dugaannya benar. Jika memang apa yang terjadi hanya kegilaan Keyra saja, dia juga sudah menyiapkan dokter untuk memeriksa kehamilan Keyra palsu atau tidak. Namun, sepertinya apa yang di katakan Keyra benar, mereka melakukannya atas dasar suka sama suka, dan sama-sama menjadi orang yang tidak tahu diri. Irwan sudah tidak perlu melakukan apa-apa lagi. Semuanya sudah terlihat jelas di matanya. "Setelah ini, kamu bukan cucu Kakek lagi Keyra, pergilah dengan suami pilihanmu itu. Jangan kembali ke rumah ini, ataupun rumah anak saya. Nikmatilah hidup bersama dia, laki-laki miskin yang tidak punya apa-apa." "Yah, jangan kayak gini. Tolong maafkan Keyra, jangan mengucilkan Keyra dari keluarga kita. Sampai kapanpun Keyra tetap cucu Ayah, beda sama Kana yang memang pada dasarnya bukan siapa-siapanya kita." Sebagai seorang Ibu Wina tidak tega mendengar ucapan Ayahnya. Dia takut putrinya akan hidup menderita di luar sana. "Darah yang mengalir di tubuh Keyra memang darahku, tapi dia lebih memilih orang yang bukan siapa-siapanya kita, Wina. Dia lebih memilih Kana dibanding kita. Ini juga jadi pelajaran untuk kamu Leo, jangan jadi anak tidak tahu diri seperti kakakmu." "Mama tenang aja, nggak usah khawatir, aku akan baik-baik saja. Aku yakin untuk hidup sama Om Kana, maafkan caraku yang buat kalian menanggung malu." "Kamu bisa berkata seperti ini karena belum pernah merasakan seperti apa perut kelaparan, Keyra. Belum tahu jika makan cinta tidak akan membuatmu kenyang," sahut Kakeknya. "Maafkan aku, aku sayang kalian semua." Keyra segera bangkit dari duduknya, ia tak ingin menangis di hadapan mereka semua. Siapa yang tidak sedih harus berpisah dari keluarga yang disayanginya dan tak boleh datang untuk bertemu? Di depan pintu Keyra berpapasan dengan Kana yang hendak masuk ke ruangan Kakeknya. Ia menyesal air matanya tertangkap mata Om Kana. "Tidak perlu duduk, kamu tandatangani saja berkas-berkas ini, Kana." Kana menurut, dia menandatangani beberapa dokumen yang ia tahu adalah untuk melepaskan kuasa dirinya atas posisinya di beberapa perusahaan. Ia mengertakan giginya. Ia tidak akan memberi ampun pada orang-orang di keluarga ini yang sudah membuatnya terbuang. "Silakan kamu pergi dari rumah ini dan jangan pernah kembali, apalagi sebagai anak saya. Saya bukan lagi ayahmu, keluarga ini bukan lagi keluargamu, dan rumah ini bukan lagi rumahmu." Kana segera undur diri dari sana, tidak mengucap kata permisi apalagi permintaan maaf, karena dia sama sekali tidak salah. Seharusnya mereka yang meminta maaf, Keyra, dan seluruh keluarganya. *** Walaupun anaknya salah, tapi sebagai orangtua Wina dan suaminya tak bisa melepas putri satu-satunya begitu saja. Mereka tetap melepas Keyra dengan pelukkan sayang. "Maafkan Mama yang nggak bisa bantu kamu buat tetap ada di sini." "Nggak apa-apa, Ma. Keyra nggak marah karena ini pilihanku sendiri. Walaupun nggak tahu kapan bisa pulang, kita masih bisa telponan 'kan?" Wina menangguk. Dulu dia tidak mengizinkan Keyra kuliah di luar negeri karena tak ingin berpisah sejauh ini, tapi takdir tetap membawanya dalam keadaan seperti ini. "Janji ya sering kasih kabar. Nanti Mama akan penuhi terus saldo e-wallet kamu biar bisa beli kuota terus." "Iya Ma, makasih. Aku sayang sama Mama, Papa, Leo, Kakek sama Nenek juga." "Jaga baik-baik anak saya, Kana." Ucap Wina pada mantan adik angkatnya. Sama seperti pada kedua orangtuanya, pada kakak angkatnya Kana juga diam saja. Tidak menjawab kata-katanya, dan mengucap maaf atau pamit. Dia segera masuk ke sebuah mobil yang sudah dia sewa untuk mengantarkan dirinya dan Keyra ke suatu tempat. Kana tidak membawa harta apapun dari rumah itu karena memang tidak ada seseorang yang ingin dia bahagiakan hidupnya. Kalau untuk dirinya sendiri dia masih punya dana tersembunyi. "Om, kita mau kemana kok nggak sampai-sampai? Jalannnya sih aku senang karena vibes-nya kayak kita mau buka madu." Ucap Keyra yang baru bangun dari tidurnya. Sejak masuk mobil dia langsung memejamkan mata karena mengantuk. "Emang mau bulan madu Key, namanya juga pengantin baru." Bukan Kana yang menjawab, melainkan Nino sahabat Kana. Mobil yang Kana sewa untuk mengantarkan dirinya memang milik Nino, dengan Handi sebagai sopir cadangan karena perjalanannya cukup jauh. "Tapi kalau perjalanannya sejauh ini belum di apa-apain badanku udah remuk duluan, Om," ucap Keyra. "Minum jamu Key, biar kuat dan nggak pegel-pegel." "Ide bagus. Nanti beliin ya, Om?" Kana menepis tangan Keyra yang memeluk lengannya. "Mahal banget disentuh dikit aja nggak mau." "Yang murahan itu kamu." Keyra segera menyingkir dari samping Kana, dia duduk menempel pada badan mobil. Bohong jika kata-kata pedas Kana tak ada yang masuk ke hatinya. Keyra memejamkan mata berusaha untuk tidur lagi. Terlalu banyak bicara dengan Om Kana bisa merusak kesehatan hatinya. "Mulutnya di jaga Ka, jangan kelewatan gitu. Dia salah tapi punya hati juga," ucap Handi yang ketar-ketir mendengar kata-kata tajam dan yang keluar dari bibir Kana. Keyra yang di-katai tapi hatinya ikut merasakan sakit. "Kalau dia memang punya hati seharusnya bisa menjaga hati orang lain juga. Bukan malah memaksakan keinginannya sendiri dengan menghalalkan segala cara tanpa memikirkan kerugiannya pada orang lain." "Udah-udah, baik-baik lo sama istri Ka. Di bawa hidup miskin boleh karena lo memang nggak mampu, tapi jangan disakitin. Biar gimana pun dia pernah jadi keponakan tersayang lo. Satu-satunya orang yang lo ingat buat di kasih oleh-oleh setiap ke luar kota, ke luar negeri," imbuh Nino. Dia menyarankan Kana untuk memperlakukan Keyra sebagai istri biar tidak rugi. Membawa perempuan itu hidup miskin supaya menyerah dan meninggalkan Kana, tapi kalau di rundung secara verbal begitu Nino juga tidak setuju. Takutnya suatu hari Kana menyesal. "Nanti kalau ada kamar mandi umum berhenti dulu ya Om Nino, aku mau pipis." "Iya Key, siap." Kana menoleh kesamping begitu Keyra bersuara. Ternyata dia hanya menutup wajahnya dengan jaket, bukan tidur. Dan dari suara seraknya, sepertinya dia menangis. Tapi sekali lagi, Kana tidak peduli. Disini bukan Keyra korbannya, tapi ia dan Laras. Mau seberapa pun banyaknya Keyra mengeluarkan air mata, tidak akan berarti apa-apa untuknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN