bc

Gairah Liar Calon Mertua

book_age18+
194
IKUTI
4.2K
BACA
revenge
dark
forbidden
love-triangle
contract marriage
one-night stand
family
HE
age gap
fated
forced
opposites attract
friends to lovers
pregnant
arranged marriage
playboy
kickass heroine
boss
single mother
heir/heiress
blue collar
drama
tragedy
sweet
bxg
lighthearted
serious
kicking
city
office/work place
cheating
secrets
affair
friends with benefits
polygamy
addiction
actor
substitute
like
intro-logo
Uraian

Seraphina Aurelia, wanita yang sudah tahu kalau tunangannya, Arthur, berselingkuh dengan teman kantornya langsung beralih ke ayahnya, Bramansyah. Seraphina yang tahu semua rencana licik Luna, istrinya Bramansyah dan Arthur yang akan menguras seluruh harta Bramansyah menawarkan kerja sama dengan Bramansyah dengan cara yang dinilai kurang pantas. Seraphina meminta dihamili oleh Bramansyah agar mereka punya alasan untuk menikah.

"Hamili aku, Om!" pinta Seraphina.

"Tidak bisa, Sera. Kami itu tunangan Arthur, putraku, tidak mungkin aku melakukan itu." Bramansyah menggelengkan kepalanya.

"Tante Luna sudah berselingkuh dari Om. Aku juga sudah tidak berhubungan dengan Arthur lagi, Om. Jadi tidak ada masalah kalau kita menjalin hubungan."

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Hamili Aku!
"Hamili aku, Om." Seraphina Aurelie, dengan gaun sutra hitamnya yang mewah, duduk tegang di tepi ranjang hotel mewah itu. Rambutnya yang panjang tergerai, membingkai wajahnya yang pucat namun tetap memesona. Di hadapannya, Bramansyah, calon ayah mertuanya, berdiri kaku, rahangnya mengeras. Udara di antara mereka terasa berat, dipenuhi ketegangan yang mencekik. "Om Bram," suara Seraphina terdengar hampir seperti bisikan. "Aku ingin meminta sesuatu." Bramansyah mengerutkan dahi. Ia mengenal Seraphina sebagai wanita yang anggun, cerdas, dan terkendali. Permintaan yang keluar dari bibirnya, ia tahu, pastilah sesuatu yang sangat tak biasa. "Aki ingin … dihamili oleh Om," Seraphina melanjutkan, suaranya sedikit gemetar namun tetap tegas. Keheningan menyelimuti ruangan. Hanya suara detak jantung Bramansyah yang terdengar nyaring di telinga Seraphina. Ia melihat wajah Bramansyah berubah drastis, dari terkejut menjadi marah, lalu kembali menjadi bingung. "Sera … apa maksudmu?" Bramansyah akhirnya berucap, suaranya berat. "Kenapa kamu meminta hal yang tidak masuk akal ini?" Seraphina menarik napas dalam-dalam. Ia sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi reaksi ini, namun tetap saja, jantungnya berdebar kencang. "Sebelumnya, Om pasti mendengarku tadi pura-pura hampir diperkosa, dan meminta pertolongan Om?" Bramansyah mengangguk, masih belum mengerti arah pembicaraan Seraphina. "Itu rencanaku, Om. Aku melakukan itu agar Om mau menemuiku di sini," jawab Seraphina, matanya menatap Bramansyah dengan penuh harap dan juga keputusasaan. Bramansyah terdiam, pikirannya berusaha mencerna semua informasi yang baru saja diterimanya. Seraphina, tunangan putranya, Arthur, meminta untuk dihamili olehnya? Ini bukan hanya tidak masuk akal, ini juga merupakan penghinaan yang luar biasa. "Sera, kamu sedang bercanda, kan? Kami tunangan Arthur, anakku. Jangan bercanda keterlaluan!" Bramansyah berkata, suaranya terdengar lebih keras sekarang. Ia merasa seperti sedang bermimpi buruk. Seraphina menatap Bramansyah dengan tatapan yang penuh perhitungan. Ia tahu, ia harus mengubah strategi. Meminta dan memohon saja tidak akan cukup. Ia harus menggunakan senjata lain. "Om juga kesepian, kan, Om?" Seraphina memulai, suaranya lembut namun menusuk. "Tante Luna jarang di rumah. Aku sering melihat Om sendirian, tampak … kosong." Bramansyah terdiam, wajahnya memerah. Seraphina memang benar. Istrinya, Luna, seorang wanita karir yang sukses, sering menghabiskan waktu untuk pekerjaannya, meninggalkan Bramansyah sendirian di rumah besar mereka yang megah namun terasa hampa. Ia tidak pernah berani mengakui kesepiannya, bahkan pada dirinya sendiri. "Itu … bukan urusanmu, Sera." Bramansyah bergumam, memalingkan wajahnya. "Tapi itu adalah urusanku, Om." Seraphina membalas, suaranya semakin mantap. Ia berdiri, mendekati Bramansyah, jarak di antara mereka semakin menipis. "Aku tahu, Om sebenarnya tertarik padaku. Aku sering melihat Om melirikku ketika aku berkunjung ke rumah. Om tidak bisa menyembunyikannya, Om Bram." Bramansyah terpaku. Ia memang sering memperhatikan Seraphina. Kecantikan, kecerdasan, dan aura seksi yang terpancar darinya selalu menarik perhatiannya. Namun, ia selalu berusaha menekan perasaannya itu, menganggapnya sebagai sebuah kesalahan yang tidak boleh terjadi. Kini, Seraphina telah mengungkapkannya dengan begitu gamblang. Ia merasa malu dan terpojok. Seraphina melihat rona merah di pipi Bramansyah, melihat keraguan dan kerentanan dalam matanya. Ini adalah senjatanya. Ia tahu, ia telah menemukan titik lemahnya. "Aku bersedia, Om," Seraphina berkata, suaranya rendah dan sensual. "Aku bersedia dihamili oleh Om." Bramansyah mundur selangkah, matanya melebar. "Sera … ini tidak mungkin. Kamj tunangan Arthur, dan aku … aku punya istri." Seraphina tersenyum tipis, sebuah senyum yang penuh arti. "Oh, tentang Tante Luna? Aku rasa Om tidak perlu khawatir. Aku tahu, Tante Luna sudah lama berselingkuh dari Om." Kalimat itu seperti bom yang meledak di telinga Bramansyah. Ia terhuyung, tubuhnya gemetar. Ia tahu, kecurigaannya selama ini benar. Luna memang sering pulang larut malam, dengan alasan pekerjaan, namun Bramansyah sering melihat jejak-jejak kecurangannya. Namun, ia selalu berusaha menutup mata, tidak mau menghadapi kenyataan pahit itu. Kini, kenyataan itu terungkap, terlontar dari bibir wanita di hadapannya, wanita yang telah membuat hatinya bergetar. Ia merasa dunia di sekelilingnya runtuh. Permintaan Seraphina, yang semula tampak tidak masuk akal, kini terasa lebih rumit dan lebih mencekam. "Aku punya bukti Tante Luna selingkuh!" Seraphina mengeluarkan ponselnya, layarnya menampilkan sebuah video. Ia tanpa ragu memperlihatkan video tersebut kepada Bramansyah. Bramansyah awalnya ragu, namun rasa penasaran dan kecurigaan yang selama ini ia pendam mendorongnya untuk melihat isi video tersebut. Ia mendekat, matanya terpaku pada layar ponsel Seraphina. Video itu memperlihatkan Luna, sedang bercinta dengan pria lain di sebuah kamar hotel. Wajah Luna terlihat jelas, tidak ada ruang untuk keraguan. Adegan yang vulgar dan intim itu membuat Bramansyah tercengang. Darah mengalir deras ke wajahnya, membuatnya memerah padam. Ia merasa seperti dipukul sebuah palu besar. Rasa sakit, marah, dan kecewa bercampur aduk dalam dadanya. Bramansyah terpaku, matanya terbelalak menatap layar ponsel Seraphina. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Video itu adalah bukti nyata dari pengkhianatan istrinya. Selama ini ia selalu ragu, selalu berusaha mencari pembenaran atas perilaku Luna. Namun, kini semua keraguannya sirna, digantikan oleh kenyataan yang pahit dan menyakitkan. Seraphina tersenyum puas melihat reaksi Bramansyah. Senyumnya dingin, tanpa sedikit pun rasa simpati. Ia telah mencapai tujuannya. Ia telah membuat Bramansyah percaya padanya, telah membuat Bramansyah melihat kebenaran yang selama ini ia sembunyikan. "Sekarang Om percaya, kan?" Seraphina berkata, suaranya tenang namun penuh kemenangan. "Aku tidak berbohong. Aku tidak bercanda. Aku serius dengan permintaanku." Bramansyah masih terdiam, matanya masih terpaku pada layar ponsel Seraphina. Ia merasa dunia di sekelilingnya berputar. Kehidupan yang selama ini ia bangun, kehidupan yang ia anggap sempurna, kini hancur berkeping-keping. Istrinya berselingkuh. Wanita yang ia cintai, wanita yang ia percayai, telah mengkhianatinya. Dan kini, tunangan putranya, wanita yang juga menarik perhatiannya, menawarkan dirinya sebagai pengganti. Ia merasa terjebak dalam sebuah situasi yang sangat rumit dan menyakitkan. Keputusannya akan menentukan nasibnya, nasib Arthur, dan nasib Seraphina. Ia harus berpikir keras, membuat pilihan yang tepat di tengah badai yang menerjang hidupnya. Keheningan mencekam ruangan setelah Bramansyah mencerna kenyataan pahit yang baru saja ia lihat. Akhirnya, ia angkat bicara, suaranya masih bergetar menahan amarah dan luka. "Dari mana kamu mendapatkan video itu, Sera?" tanyanya, suaranya terdengar berat dan penuh tekanan. Seraphina diam, matanya tetap menatap Bramansyah dengan tatapan menantang. Ia tidak ingin menjawab pertanyaan itu. Informasi dari mana ia mendapatkan video tersebut bukanlah hal yang perlu Bramansyah ketahui. Yang penting, Bramansyah sudah percaya padanya. Bramansyah semakin mendesak. "Jawab aku, Sera! Aku perlu tahu!" Seraphina menghela napas panjang. Ia tahu ia tidak bisa terus berkelit. Bramansyah, dalam keadaan emosi seperti ini, akan terus memaksanya. "Baiklah, Om," Seraphina akhirnya menjawab, suaranya tenang namun tegas. "Tapi jika Om ingin tahu, Om harus memenuhi permintaanku." Bramansyah mengerutkan dahi. "Permintaanmu? Apa lagi yang kamu inginkan?" Seraphina tersenyum tipis, sebuah senyum yang penuh perhitungan. "Hamili aku, Om. Ini adalah kerja sama kita. Aku memberikan Om bukti pengkhianatan Tante Luna, dan sebagai imbalannya, Om memenuhi permintaanku." Bramansyah tercengang. Ia tidak menyangka Seraphina akan mengajukan tawaran seperti itu. Ia adalah seorang ayah, seorang suami, dan seorang pria yang memiliki moral dan etika. Namun, emosinya yang meluap-luap, ditambah dengan rasa sakit hati yang mendalam, membuatnya tergoda untuk menerima tawaran Seraphina. Seraphina melanjutkan, "Ini bukan hanya tentang keinginanku, Om. Ini juga tentang masa depan aku dan Arthur. Kita sudah tak bisa lagi bersama."

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
292.2K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
167.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
212.1K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.8K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.2K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.3K
bc

TERNODA

read
192.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook