Bab 3. Ceraikan Tante Luna

1050 Kata
Bramansyah bangun dari tidur, kejadian semalam terasa seperti mimpi, tapi begitu dia melihat ke samping Seraphina masih berada di sana tertidur pulas. Akhirnya dia yakin kalau semalam mereka benar-benar melakukannya. Bramansyah menggelengkan kepalanya seakan belum bisa menerima malam itu. "Seharusnya aku tidak merenggut kesucian Sera," sesalnya. Tapi malam panas yang mereka berdua lalu li begitu membekas, sampai pikiran Bramansyah membawanya mengulang kejadian tadi malam yang penuh gairah. Seraphina benar-benar membuatnya sampai ke puncak dan melepas kerinduan terhadap tubuh wanita yang Bramansyah rindukan. Seraphina melengguh, mengedipkan matanya berkali-kali. Kemudian dia terbangun dan mendudukkan dirinya tepat setelah Bramansyah menoleh. "Om," panggilnya dengan suara yang masih serak. Bramansyah menghela napas lelah. "Pakai pakaianmu, biar aku antar pulang," suruh Bramansyah. "Om, akan tanggung jawab, kan?" tanya Seraphina memastikan. "Kita pikirkan itu nanti, sekarang kamu harus pulang ke rumah dan beristirahat dengan benar," ucap Bramansyah. Seraphina merengut, dia sebenarnya tidak terlalu mengharapkan Bramansyah akan bertanggung jawab, yang penting rencananya mengandung anak Bramansyah berhasil dan membuat dua orang itu jadi hancur karena kehamilannya, apalagi jika itu benar terjadi, yang Seraphina kandung adalah anak kandung Bramansyah. Bram menyingkap selimutnya, matanya menangkap sisa semalam. Bercak noda merah yang ada di sana membuat Bramansyah memejamkan matanya. Ternyata benar yang Seraphina katakan kalau dia masih gadis. Bramansyah melirik Seraphina yang masih diam. "Aku akan tanggung jawab, jangan khawatir." Pada akhirnya rencana Seraphina tercapai. "Tentu saja Om harus tanggung jawab, Om mengeluarkannya di dalam, Om juga yang mengambil kesucianku, masa tidak mau bertanggung jawab?" gerutu Seraphina. Bramansyah mendengus melihat bagaimana Seraphina bersikap selayaknya korban. "Kamu ini, kamu yang menggodaku duluan dan minta dihamili, tapi perkataanmu itu selayaknya korban, seakan aku yang memaksamu," omel Bramansyah. Bukannya marah, Seraphina malah cekikikan melihat bagaimana lucunya Bramansyah marah. "Baiklah, baiklah, yang penting Om Bram tanggung jawab. Aku akan segera memakai pakaian dan kita akan pulang, jangan lupa menghubungiku jika perlu aku menghangatkan Om lagi," goda Seraphina. Seketika wajah Bramansyah memerah mendengar godaan wanita muda di hadapannya. Entah kapan terakhir kali Bram mendapat debaran itu, mungkin sekarang seperti merasa pubertas kedua. Seraphina menyingkap selimutnya, memamerkan tubuh mulus yang tadi malam Bramansyah lihat, seketika Bramansyah langsung mengalihkan pandangan, tapi kemudian terdengar suara bunyi benda jatuh membuat Bramansyah melihat ke arah Seraphina lagi. Di sana Seraphina terjatuh dan meringis kesakitan membuat Bramansyah spontan membantunya berdiri dan melihat lagi tubuh Seraphina. "Sakit, Om ...," rintih Seraphina. "Makanya jangan berlagak ingin menghangatkanku, baru satu malam saja kamu sudah merasa kesakitan begini," omel Bramansyah untuk kedua kalinya. Seraphina mendengus. "Om memang suka mengomel, ya? Aku sedang kesakitan masih saja diomeli? Jahat sekali jadi pria, nanti cepat tua, Om!" celetuk Seraphina. "Aku memang sudah tua," balas Bramansyah dengan entengnya. Seraphina menyipitkan matanya menatap wajah Bramansyah, membuat Bramansyah menatap Seraphina balik dengan tatapan bingung. "Oh, ya? Tapi Om masih sangat tampan dan Om tidak kelihatan tua, tuh. Om juga gagah dan stamina Om bagus," goda Seraphina. Sekali lagi Seraphina membuat Bramansyah merona. Getaran aneh yang tadinya samar semakin jelas begitu selama berada di dekat Seraphina. "Berhenti menggoda orang seperti itu, Sera. Kamu tidak ada kapoknya, ya? Padahal sudah kesakitan begitu, tapi masih tetap saja mulutmu itu jahil." Untuk kesekian kalinya Bramansyah melontarkan Omelan. Seraphina tersenyum. "Bantu aku memakai pakaian, Om. Aku tidak bisa melakukannya sendiri." Terpaksa Bramansyah menuruti permintaan wanita yang menghabiskan malam dengannya itu, setelah melihat kondisinya yang lumayan lemah. *** "Kapan Om Bram akan menceraikan Tante Luna?" tanya Seraphina sambil merapikan rambutnya. Bramansyah melirik sekilas. "Tidak tahu, aku masih harus memikirkan banyak hal yang perlu dipikirkan," jawab Bram. Seraphina berdecih sebal. Padahal dia sudah menurunkan harga dirinya dan juga sudah menahan rasa sakit semalaman, tapi Bramansyah masih tidak ingin mengambil keputusan. "Kenapa Om masih harus berpikir?" tanya Seraphina dengan anda kecewa. "Padahal Tante Luna sudah tidur dengan pria lain dan parahnya Arthur juga membohongi, Om," keluhnya tidak terima. Bramansyah memejamkan matanya, selama dia menyesal dengan apa yang dia lakukan semalam, mungkin jika dia tidak mendahulukan nafsu, situasinya tidak akan serumit sekarang. "Perceraian itu tidak muda, Sera. Banyak hal yang harus disiapkan dan dibicarakan." Hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Bramansyah. "Padahal katanya tadi Om Bram mau bertanggung jawab, apa itu hanya perkataan saja?" Seraphina mulai menuntut jawaban yang tadi Bramansyah katakan. Untuk kesekian kalinya Bram menghela napas lelah. "Aku memang akan bertanggung jawab, aku tidak akan lari. Aku bukan tipe pria yang hanya bisa mengatakan, aku akan menepatinya." Seraphina berbalik, menatap Bram dengan wajah merengutnya. "Atau ...." Perkataan Seraphina menggantung di udara menunggu respon dari Bramansyah. "Om Bram mau menjadikanku istri kedua? Om mau poligami?" tanyanya dengan penekanan. Bram buru-buru menggelengkan kepalanya, tapi Seraphina berdiri dengan wajah marah. "Dasar laki-laki b******k! Jadi Om tidak puas dengan satu wanita?! Om mau dua wanita dalam hidup Om, begitu?!" Suaranya melengking membuat Bramansyah panik. Harusnya Bramansyah tidak merasa panik, tapi anehnya Bramansyah takut Seraphina berpikir yang buruk dan salah paham tentangnya. "Aku tidak begitu, aku bukan pria b******k! Aku ... aku akan menceraikannya, tidak mungkin aku bertahan dengan wanita yang sudah selingkuh dan membohongiku, tapi nanti. Kamu tenang saja soal itu," jelas Bramansyah. "Nanti kapan?" tuntut Seraphina. Bramansyah menutup mata, dia benar-benar berada di situasi yang rumit begini. "Sabar, aku akan tetap menceraikannya, kamu tidak perlu banyak pikiran. Aku tidak mungkin tidak bertanggung jawab," kata Bramansyah pada akhirnya. "Tapi aku takut hamil, Om. Kalau Om lama, bagaimana nanti dengan anak kita?" Seraphina memajukan bibirnya tanda dia sedang merajuk pada Bramansyah. Bramansyah melotot. "Kamu takut hamil? Tapi kamu minta dihamili kemarin malam, sekarang kamu bilang berbeda lagi, mau kamu apa sebenarnya?" tanya Bramansyah yang sedikit kesal. Seraphina cekikikan. "Haha, aku mau dinikahi secepatnya. Om harus cepat mengurusi perceraian dengan Tante Luna, kalau tidak aku akan melaporkan Om atas tindakan pemerkosaan," ancam Seraphina. Bramansyah melotot lagi. "Kamu yang minta, kamu yang menggodaku, kenapa kamu sekarang ingin melaporkan aku? Memangnya kamu korban? Enak saja bisa berbuat sesuka hati!" gerutu Bramansyah. Seraphina tersenyum miring. "Maka dari itu cepat ceraikan Tante Luna dan nikahi aku, lagipula bukan hanya aku yang enak saja, Om pun sama juga menikmati malam itu, kan? Jadi jangan malu-malu lagi karena aku sudah tahu dari dulu kalau Om menyukaiku." Bramansyah mengalihkan pandangan ke arah lain, biarpun yang dikatakan Seraphina benar, tapi Bramansyah tetap malu. Bagaimana bisa di depan Seraphina, dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya dan ketahuan dengan mudah oleh calon menantunya. "Sekarang, ayo antar aku pulang, Om." Seraphina mencium bibir Bramansyah setelah mengatakan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN