Sinar matahari pagi menembus tirai kamar hotel, menciptakan cahaya keemasan yang hangat di seluruh ruangan. Seraphina menggeliat pelan, kelopak matanya yang berat mulai terbuka, menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk. Tubuhnya masih terasa lelah, tapi ada kehangatan yang begitu nyaman menyelimuti. Dia menoleh ke samping, dan di sanalah Bramansyah, masih tertidur nyenyak. Wajah pria itu terlihat begitu damai, napasnya teratur, dan meskipun usianya tidak muda lagi, ketampanannya tetap memancarkan pesona yang sulit diabaikan. Seraphina tersenyum tipis, jemarinya terulur mengusap perlahan garis rahang Bramansyah yang kokoh. Melihat pria itu, sebuah pertanyaan muncul di benaknya. "Kenapa dulu Om Bram mau menikah dengan Tante Luna?" Seraphina menatap lebih lama, lalu bergumam pelan, "Kena