Arthur menatap ayahnya dengan ekspresi putus asa. "Ayah, tolong aku," katanya dengan suara rendah, nyaris bergetar. "Aku nggak bisa menikahi Anya. Aku ... aku butuh bantuan Ayah supaya mereka nggak memaksaku!" Bramansyah tetap duduk tenang, kedua tangan bertaut di atas lututnya. Matanya tajam menatap Arthur, sama sekali tak menunjukkan simpati. "Aku nggak akan menolongmu, Arthur," ujar Bramansyah dingin. "Dari awal, aku sudah membiarkanmu mengambil keputusan sendiri. Sekarang, kau juga harus menghadapi konsekuensinya sendiri." Arthur mengepalkan tangannya di atas pahanya. "Tapi, Ayah—" "Bukannya kamu sudah dewasa?" Bramansyah memotongnya. "Seharusnya kamu sudah cukup bijak memahami risiko dari semua perbuatanmu sendiri." Arthur menggeretakkan giginya, lalu menoleh ke arah Gravin dan