Langit sore tampak muram, seperti menyimpan luka yang tak sempat disampaikan. Arthur memarkirkan mobilnya di pinggir jalan sempit yang mengarah ke rumah masa kecilnya. Bangunan yang dulu hangat dan penuh kenangan itu kini tak lebih dari dinding arang dan atap yang menganga. Rumah itu tak lagi bernyawa—sama seperti hatinya yang sudah lama kehilangan tempat untuk pulang. Arthur melangkah pelan mendekati reruntuhan rumah itu, napasnya tertahan saat melihat noda-noda hitam bekas kebakaran yang mencoreng dinding tua. Bau asap masih tercium samar di udara. Di tengah puing-puing itu, Luna duduk di atas koper kecilnya, matanya sembab, rambutnya berantakan, wajahnya tak lagi menyimpan kilau masa lalu. "Arthur," suara Luna terdengar parau, penuh tangis. "Ibu nggak tahu lagi harus tinggal di mana.