“Sayang...” Bramansyah memanggil pelan. “Hm?” Seraphina menatapnya penuh perhatian. “Bolehkah aku menemuinya?” Alis Seraphina terangkat sedikit. Wajahnya langsung berubah menjadi cemberut kecil, bibirnya mengerucut dan sorot matanya menyiratkan ketidaksenangan yang tidak ditutupi. “Kalau aku bilang nggak boleh?” tanyanya setengah serius. Bramansyah tersenyum tipis, berusaha menenangkan. “Aku hanya ingin tahu ada apa. Aku janji nggak akan lama.” Seraphina memutar matanya sejenak, lalu menghela napas. “Oke. Tapi aku ikut. Aku nggak akan tinggal di rumah dan membiarkan kamu berdua saja.” Tanpa membantah, Bramansyah mengangguk setuju. Mereka segera berkendara menuju alamat Luna—yang ternyata tidak jauh dari tempat mereka sekarang. Perjalanan yang singkat itu justru terasa panjang karena